Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang saudara atau kompromi?

Ayatullah khomeini terbang dari paris ke iran. disambut 2 juta manusia. dalam pidatonya di behet zahra disebuntukan pemerintah bakhtiar sebagai tidak sah & harus bubar. bakhtiar mengajak kompromi, tapi ditolak.(ln)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUMBO Jet milik Air France yang menerbangkan Ayatullah Khomeini dari Paris berputarputar di atas Teheran selama 20 menit hari Kamis pekan silam. Ketegangan meliputi para penumpang, termasuk 100 wartawan, di samping 50 pengikut Ayatullah. Sebelumnya ada desas-desus pesawat akan ditembak jatuh oleh militer Iran. Nyatanya, tidak. Di darat 2 juta manusia telah menanti. Menuruni tangga pesawat, Khomeini, 78 tahun, kelihatan segar setelah tidur selama 3 jam selama penerbangan yang 5 jam. Ia berpidato singkat di lapangan terbang antar bangsa Mehrabad, sebelum pidato pentingnya di pemakaman Behet Zahra, tempat peristirahatan ratusan korban yang terbunuh dalam demonstrasi anti Shah tahun silam. Kecuali helikopter Angkatan Darat yang terus melayang-layang di atas jalan-jalan yang dipadati manusia antara lapangan terbang dan Behet Zahra, hampir tidak kelihatan tentara di tempat-tempat umum hari itu. Di lapangan terbang keamanan diatur oleh "Polisi Islam" -- para pengikut Khomeini -- serta sejumlah perwira Angkatan Udara. Yang terakhir ini kabarnya memang banyak yang bersimpati kepada gerakan anti Shah, bahkan di antara mereka banyak yang melakukan pemogokan. Di makam para syuhada Behet Zahra, dalam pidato 30 menit yang penuh emosi, Khomeini untuk kesekian kalinya menyebut pemerintahan Bakhtiar sebagai "tidak sah dan harus segera bubar." Kata Khomeini: "Saya akan membungkam mulut mereka, jika mereka berkeras kepala." Mereka yang membantu Shah juga dikecam oleh ulama itu. Kota Teheran yang iumpuh -- kekurangan minyak, kekacauan sistim angkutan umum, kekurangan bahan makanan -- dibanjiri oleh manusia dari berbagai penjuru Iran. Semua ingin melihat, berjabat tangan kalau bisa, dengan Khomeini yang telah meninggalkan negerinya selama hampir 15 tahun. Hari kedua di tanah-airnya diisi oleh pemimpin tua itu dengan bersembahyang Jumat dengan makmun yang puluhan ribu jumlahnya. Di tempat peristirahatannya, sebuah sekolah untuk wanita yang dikosongkan sementara, ia juga selalu sibuk menerima delegasi yang datang bagai tak kunjung putus. Pada hari kedua itu, Karim Sanjabi Ketua Front Nasional sayap lain dari oposisi, menemui Khomeini. Tidak diketahui yang mereka bicarakan, tapi kepada pers, Sanjabi menjelaskan: "Sambutan meluap terhadap Ayatullah merupakan mandat dan dukungan luas baginya. Kalau Bakhtiar seorang demokrat, ia seharusnya mundur segera." Hari itu juga Perdana Menteri Bakhtiar menawarkan kepada Khomeini suatu kerja sama, dalam bentuk kabinet persatuan nasional. Tawaran ditolak. Keesokan harinya Khomeini tampil dengan ancaman akan mengobarkan perang Jihad jika Bakhtiar tidak segera mundur. Seorang pembantu Ayatullah juga mengungkapkan telah tersusunnya Dewan Revolusi dan Pemerintahan Sementara yang dalam waktu dekat akan diumumkan. Juga dinyatakan telah siapnya undang-undang dasar yang segera akan ditawarkan kepada rakyat lewat sebuah referendum. Hari itu juga Bakhtiar memberikan jawaban yang keras "Mereka yang menghasut perang saudara dan mengangkat senjata akan saya tangkap." Dengan nada yang yakin bahwa ia mendapat dukungan kuat dari kalangan militer, Bakhtiar juga berkata "Demonstrasi boleh jalan terus. Mereka boleh melakukannya tiap hari sekehendak mereka, dan tentara telah diperintahkan untuk tidak menembak . . . Tapi kalau Ayatullah melaksanakan rencananya, akan terjadi malapetaka." Ayatullah nampaknya cukup hatihati untuk tak mencoba kekuatan Bakhtiar -- yang nampaknya memang masih mewarisi kesetiaan tentara Shah. Keterangan yang dapat dipercaya mengatakan bahwa Khomeini -- lewat seorang tokoh independen yang dekat dengannya, Mehdi. Bazargan -- melakukan pendekatan kepada jenderal-jenderal Iran. Bagaimana sikap militer, belum jelas. Mereka terdiri dari para perwira yang sebagian besar menolak gagasan Republik Islam. Tapi mereka melihat bahwa di kalangan bawah telah tumbuh prajurit-prajurit yang bersimpati dengan Khomeini. Mulai banyak yang terang-terangan mengacungkan gambar ulama besar itu. Awal pekan ini keadaan kota Teheran dilaporkan tenang. Tapi desas-desus dan kabar angin bertiup ke mana-mana. Ada kabar yang Bakhtiar akan mundur. Juga disebut adanya usaha Shah -- dengan menggunakan tentara -- untuk kembali. Tapi di antara berita itu yang agak masuk akal nampaknya adalah kabar mengenai terjadinya pendekatan antara Bakhtiar dengan Bazargan, kawan sekuliahnya dulu. Para diplomat di Teheran yakin bahwa sebuah perkembangan penting bakal terjadi, di Iran dalam pekan ini juga. Meskipun senjata dikabarkan sudah beredar di kalangan oposisi, ada tanda-tanda kedua pihak masih menahan diri. Bakhtiar, dalam wawancaranya dengan koran Perancis, Le Matin, secara terbuka dan untuk pertama kalinya menuduh Shah Iran "diktator" dan "korup". Ayatullah Khomeini sementara itu, sampai tulisan ini diturunkan Senin sore, masih belum menarik picu. Perang jihad dan konfrontasi -- siapa pun tahu -- akan makin meremukkan Iran. Sang pemenang akan harus menanggung puingpuing yang menyedihkan. Di jalanan, di Timur Tengah, di seluruh dunia, orang ikut dag-dig-dug.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus