Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perbatasan yang mengeluh

Laporan penjelajahan wartawan tempo,salim said, diperbatasan malaysia-muangthai. perbatasan ini kini rawan oleh kegiatan gerilya komunis yang berpangkalan di dalam wilayah selatan muangthai. (ln)

5 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH perwira tentara Malaysia dalam pakaian tempur tampak duduk seenaknya berecengkrama di mess perwira darurat di kaki sebuah bukit yang baru saja diugundul-. "Sikap santai ini mencerminkan sifat operasi yang kami lakukan", komentar Kapten Isa. Ia, masih bujangan, pernah mengikuti latihan komando di Batujajar beberapa tahun silam. Empat kendaraan lapis baja jenis V 150 berdiri kukuh di sekitar barak. Sementara itu lapangan luas--dipakai juga untuk sepakbola - terhampar sepi di tengah markas operasi darurat desa Gubir, 20 mil dari perbatasan Muangthai. Menikmati Coca Cola dingin, Kapten Isa berkisah: "Di atas sana kita punya tiga batalion. Mereka terutama menjaga bendungan yang mengairi negara bagian Kedah ini". Menyedot rokok Dunhillnya, Isa mengisahkan kekesalannya dalam operasi itu. "Kami tidak pernah sekali pun bertempur. Komunis itu menyerang polisi yang lagi tidak siap saja. Dan kami hanya kebagian- ranjau-ranjau mereka". Konon dua pekan sebelumnya, sejumlah tentara Malaysia terkena ranjau. "Tidak mati, memang, tapi budak-budak itu cacat kehilangan kaki seumur hidup", tambahnya. Deru helikopter memecah kesunyian markas darurat. Heli Nuri mendekati lapangan sepakbola. Debu menyerbu ke segala penjuru. Pulang operasi? "Tidak, habis meninjau perbatasan", jawab perwira yang nampaknya keturunan India. Ternyata heli itu cuma singgah mengisi bahan bakar, dan di dalamnya adalah Panglima tentara Malaysia, Jenderal Tan Sri Ibrahim, dan seorang jenderal Muangthai. "Peninjauan macam ini sudah sering mereka lakukan. Tapi tentara Thai tidak bisa berbuat banyak, mereka sibuk di perbatasan Laos dan Kamboja", kata seorang perwira lain di mess itu. Di Alor Star, ibu kota kerajaan Kedah, seorang pejabat sipil malahan dengan berani menyebut Muangthai "tidak punya tentara" di Selatan. "Yang berkuasa di situ cuma polisi, dan polisi ini berada di bawah pimpinan gubernur yang menurut laporan mata-mata kami amat sangat bersimpati pada Komunis". Alor Star sebagai ibu kota Kedah yang berbatasan langsung dengan Muangthai mempunyai banyak cerita tentang "pengganas-pengganas Komuni" itu. Khalil Yakub, sekretaris Dewan Kemanan Kedah menjelaskan kami mengerti kesulitan Muangthai di Utara sana, tapi mereka tidak suka mengerti kesulitan kita di Selatan ini. Kalau kerja-samanya baik, sudah lama soal Komunis itu selesai. Pejabat penting Kedah ini juga cenderung untuk menilai Muangthai sebagai "hanya mencari dalih saja" ketika kepadanya dikemukakan kekhawatiran Bangkok -- terhadap bantuan Malaysia kepada separatis Islam."Lagipula kaum separatis itu terdiri dari berbagai kelompok. Mereka tidak satu komando, tukas seorang pejabat Kedah lainnya. Tapi dari sebuah sumber, ada keterangan bahwa pada instansi terakhir, bila gagal mendapatkan kerja sama dari pihak Bangkok -- Malaysia akan berusaha menggunakan kaum separatis Islam itu untuk menghadapi Komunis. GUBIR sepi kembali sepeninggal Heli Nuri tadi. Dan percakapan santai dengan Kapten Isa berlangsung lagi. "Itu bukit di depan kita gundul, sebelumnya pernah diranjau Komunis". Anak muda ini juga berkisah tentang senjata dan kebolehan Komunis yang hebat. "Tentu saja bisa begitu, mereka bebas di Muangthai Selatan sejak lama", tukas seorang perwira lainnya. "Dan senjata apa pun bisa anda peroleh di pasar gelap Muangthai", tambah perwira lainnya yang ikut ngobrol di seputar meja dengan televisi warna merah di atasnya. "Cuma ini hiburan kami di sini", kapten Isa menunjuk ke televisi itu. Pembicaraan terhenti oleh lambaian tangan dari bangunan lain di seberang sana. "Brigjen Arul sudah menanti anda", kata seorang perwira yang berlari kecil dari bangunan kecil beratap seng. Di dalam ruang operasi darurat itu, sejumlah peta menghiasi dinding. "Selamat datang di Gubir", kata Jenderal Arul dalam bahasa Inggeris yang fasih. Dalam pakaian operasi -- loreng hitam atas hijau -- Arul tampak lusuh. "Disini kami tidak perang melawan orang, melainkan dengan ranjau darat buatan sendiri", begitu secara bergurau ia memulai pembicaraan. Di luar, matahari sore makin merendah, di lapangan bekas tempat pendaratan heli, sejumlah tentara asyik main bola. "Saya sudah satu setengah bulan di sini", kata Arul pula. Sebagai panglima Brigade 6, makas Arul berada di Sungai Patani, Kedah, dan markas Gubir ini mereka dirikan sejak tahun 1969, ketika kaum Komunis sudah mulai memperlihatkan aksi militer mereka. "Bulan-bulan ini kami sibuk, sebab kami perkirakan bahwa dalam peringatan ulang tahun Partai Komunis Malaya, tentu mereka akan berbuat sesuatu", kata Arul. Konon itulah sebabnya maka penyerbuan gerilya Komunis pada sebuah lokasi di sekitar perbatasan tanggal 22 Maret yang lalu tidak sampai berhasil. "Karena kami telah siap sebelumnya". Arul, keturunan Sri Langka, lulusan Akademi Militer Inggeris, memberi penjelasan panjang lebar mengenai operasi pasukan-pasukannya. Sebagian perbatasan telah mereka tanami ranjau. Tapi terus terang pekerjaan itu diakuinya tidak mudah. Medannya amat sulit. "Tapi kalau pasukan Muangthai memberi kerja sama, semua dengan cepat bisa beres. Dari Gubir, Kedah, diperlukan beberapa jam untuk menempuh ratusan kilo meter sebelum tiba di Ipoh, ibukota kerajaan Perak. Di negara bagian yang juga berbatasan langsung dengan Muangthai ini beroperasi Brigade 2 pimpinan Brigjen Jaafar Onn, adik Perdana Menteri Husein Onn. "Tapi tentara dan polisi di sini hanya memainkan 5% dari semua kegiatan anti Komunis", kata seorang-pejabat di Ipoh. Sisanya dikerjakan olel pihak sipil. Di Perak ini pun tidak pernah terjadi pertempuran antara tentara dengan gerombolan Komunis. Tapi tugas Jenderal Jaafar Onn tetap berat. Negeri Perak sejak zaman perang dunia dulu sudah jadi sarang Komunis. Tugas itu menjadi lebih berat karena persamaan rasial antara anggota Partai Komunis Malaya dengan sebagian besar penduduk Perak yang setengahnya terdiri dari keturunan Cina. "Soal New Villagers itu menjadi soal khas kami di sini", kata Raden Soenarno - asal Indonesia - setia usaha Kerajaan Perak, yang mendampingi Jenderal Jaafar di Markas Brigade Infantri 2. Syahdan, ketika tentara Inggeris pimpinan Jenderal Brigs melancarkan operasi anti Komunis di tahun 1952 hingga tahun 1958, suatu usaha mengisolir penduduk dari garis suplai Komunis dilakukam Penduduk dikumpulkan di pinggir jalan raya. Dan gerilya Komunis yang biasanya mendapat suplai dari rakyat akhirnya kewalahan lantaran perkampungan baru itu dijaga ketat. "Waktu itu kami tak perlu operasi, kami tunggu saa di pinggir perkampungan, dan pasukan Komunis yang kelaparan itu dengan mudah kami cegat jika mereka mendekat", cerita Jenderal Jaafar yang sudah aktif pada masa itu. Kini keadaan sudah berubah. Perkampungan baru yang mayoritas dihuni oleh keturunan Cina itu, telah penuh sesak dengan berbagai soal sosial ekonomi yang menyertainya. "Tidak bisa lagi kami kontrol seperti dulu", kata Raden Soenarno yang mengaku orang tuanya asli Kediri. Dan Komunis yang bergerak dalam wilayah Malaysia amat dicurigai mendapatkan suplai dari perkampungan baru ini. Selain itu, ada pula mereka mendapat keuntungan dari ketegangan sosial yang ada dalam perkampungan tersebut. "Orang-orang Cina di sana itu secara terang-terangan menuntut agar bahasa Cina diakui sebagai bahasa resmi", kata Jaafar. Ketidakpuasan penduduk Cina--yang dulu juga berdatangan ke Perak lantaran panen bijih timah di negara bagian ini--kini dimanfaatkan oleh Komunis. "Kalau gerilya Komunis sudah beroperasi di kawasan orang Cina itu, sulitlah kita membedakannya deugan penduduk yang mempunyai ciri fisik yang sama", tambah Panglima Brigade 2 itu. Karena itulah maka di kesultanan Perak sedang dijalankan sebuah rencana untuk memindahkan penduduk asli dari hutan ke tepi-tepi jalan. Meskipun tidak pernah terlibat dalam bentrokan bersenjata dengan Komunis, pasukan-pasukan pimpinan Brigjen Jaafar Onn tidak pula cuma tinggal diam. "Di sini ada proyek penting: jalan raya Timur-Barat (east-west highway) dan bendungan Tumenggu", kata Raden Sonarno Tentu saja proyek yang menelan biaya setengah milyar ringgit Malaysia itu merupakan sasaran yang empuk bagi komunis, karena itulah maka Jenderal Jaafar mendapat tugas untuk melindunginya. "Proyek itu tadinya tidak punya hubungan dengan kegiatan Komunis. Tapi sekarang ini jelas bahwa jika proyek itu selesai, infiltrasi mereka dari dalam kawasan Muangthai dapat dicegah", tambah Jenderal Jaafar pula. Jalan raya yang letaknya sejajar dengan perbatasan Muangthai-Malaysia itu nantinya bakal ramai dengan penduduk disekitarnya, dan dengan sistim pertahanan yang mengikut sertakan rakyat. diharapkan infiltrasi Komunis bisa ditanggulangi, begitu Raden Sonarno menjelaskan. Seperti juga pejabat Malaysia lainnya - sipil maupun militer--Jenderal Jaafar ini juga mengeluh ke alamat Muangthai. "Di dalam kawasan kami cuma ada barangkali 300 gerilya Comunis yang bisa hidup lantaran mendapatkan suplai dari perkampungan baru yang dihuni oleh orang Cina itu". Secara militer, jumlah itu tidak dianggap penting-oleh Jenderal Jaafar. "Tapi operasi dari mereka yang berpangkalan di kawasan Muangthai itu sulit kami atasi, sebab begito dikejar mereka masuk ke sana dan aman, dan kami tinggal gigit jari di seberang perbatasan", katanya pula. Bagaimana kerja sama dari pihak tentara Muangthai? "Di sekitar perbatasan itu saya punya 3 batalion, tapi saya minta satu peleton tentara Muanthai saja sulitnya bukan main", jawabnya. Jaafar mengingat kerja samanya dengan tentara Indonesia di Serawak beberapa tahun silam. "Keberhasilan kami di Serawak terutama disebabkan oleh ketulusan hati pihak Indonesia", tambah Jaafar pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus