SEJUMLAH perwira tentara Malaysia dalam pakaian tempur tampak
duduk seenaknya berecengkrama di mess perwira darurat di kaki
sebuah bukit yang baru saja diugundul-. "Sikap santai ini
mencerminkan sifat operasi yang kami lakukan", komentar Kapten
Isa. Ia, masih bujangan, pernah mengikuti latihan komando di
Batujajar beberapa tahun silam. Empat kendaraan lapis baja
jenis V 150 berdiri kukuh di sekitar barak. Sementara itu
lapangan luas--dipakai juga untuk sepakbola - terhampar sepi di
tengah markas operasi darurat desa Gubir, 20 mil dari perbatasan
Muangthai.
Menikmati Coca Cola dingin, Kapten Isa berkisah: "Di atas sana
kita punya tiga batalion. Mereka terutama menjaga bendungan yang
mengairi negara bagian Kedah ini". Menyedot rokok Dunhillnya,
Isa mengisahkan kekesalannya dalam operasi itu. "Kami tidak
pernah sekali pun bertempur. Komunis itu menyerang polisi yang
lagi tidak siap saja. Dan kami hanya kebagian- ranjau-ranjau
mereka". Konon dua pekan sebelumnya, sejumlah tentara Malaysia
terkena ranjau. "Tidak mati, memang, tapi budak-budak itu cacat
kehilangan kaki seumur hidup", tambahnya.
Deru helikopter memecah kesunyian markas darurat. Heli Nuri
mendekati lapangan sepakbola. Debu menyerbu ke segala penjuru.
Pulang operasi? "Tidak, habis meninjau perbatasan", jawab
perwira yang nampaknya keturunan India. Ternyata heli itu cuma
singgah mengisi bahan bakar, dan di dalamnya adalah Panglima
tentara Malaysia, Jenderal Tan Sri Ibrahim, dan seorang jenderal
Muangthai. "Peninjauan macam ini sudah sering mereka lakukan.
Tapi tentara Thai tidak bisa berbuat banyak, mereka sibuk di
perbatasan Laos dan Kamboja", kata seorang perwira lain di mess
itu. Di Alor Star, ibu kota kerajaan Kedah, seorang pejabat
sipil malahan dengan berani menyebut Muangthai "tidak punya
tentara" di Selatan. "Yang berkuasa di situ cuma polisi, dan
polisi ini berada di bawah pimpinan gubernur yang menurut
laporan mata-mata kami amat sangat bersimpati pada Komunis".
Alor Star sebagai ibu kota Kedah yang berbatasan langsung dengan
Muangthai mempunyai banyak cerita tentang "pengganas-pengganas
Komuni" itu. Khalil Yakub, sekretaris Dewan Kemanan Kedah
menjelaskan kami mengerti kesulitan Muangthai di Utara sana,
tapi mereka tidak suka mengerti kesulitan kita di Selatan ini.
Kalau kerja-samanya baik, sudah lama soal Komunis itu selesai.
Pejabat penting Kedah ini juga cenderung untuk menilai Muangthai
sebagai "hanya mencari dalih saja" ketika kepadanya dikemukakan
kekhawatiran Bangkok -- terhadap bantuan Malaysia kepada
separatis Islam."Lagipula kaum separatis itu terdiri dari
berbagai kelompok. Mereka tidak satu komando, tukas seorang
pejabat Kedah lainnya. Tapi dari sebuah sumber, ada keterangan
bahwa pada instansi terakhir, bila gagal mendapatkan kerja sama
dari pihak Bangkok -- Malaysia akan berusaha menggunakan kaum
separatis Islam itu untuk menghadapi Komunis.
GUBIR sepi kembali sepeninggal Heli Nuri tadi. Dan percakapan
santai dengan Kapten Isa berlangsung lagi. "Itu bukit di depan
kita gundul, sebelumnya pernah diranjau Komunis". Anak muda ini
juga berkisah tentang senjata dan kebolehan Komunis yang hebat.
"Tentu saja bisa begitu, mereka bebas di Muangthai Selatan sejak
lama", tukas seorang perwira lainnya. "Dan senjata apa pun bisa
anda peroleh di pasar gelap Muangthai", tambah perwira lainnya
yang ikut ngobrol di seputar meja dengan televisi warna merah di
atasnya. "Cuma ini hiburan kami di sini", kapten Isa menunjuk ke
televisi itu.
Pembicaraan terhenti oleh lambaian tangan dari bangunan lain di
seberang sana. "Brigjen Arul sudah menanti anda", kata seorang
perwira yang berlari kecil dari bangunan kecil beratap seng. Di
dalam ruang operasi darurat itu, sejumlah peta menghiasi
dinding. "Selamat datang di Gubir", kata Jenderal Arul dalam
bahasa Inggeris yang fasih. Dalam pakaian operasi -- loreng
hitam atas hijau -- Arul tampak lusuh. "Disini kami tidak
perang melawan orang, melainkan dengan ranjau darat buatan
sendiri", begitu secara bergurau ia memulai pembicaraan. Di
luar, matahari sore makin merendah, di lapangan bekas tempat
pendaratan heli, sejumlah tentara asyik main bola. "Saya sudah
satu setengah bulan di sini", kata Arul pula. Sebagai panglima
Brigade 6, makas Arul berada di Sungai Patani, Kedah, dan
markas Gubir ini mereka dirikan sejak tahun 1969, ketika kaum
Komunis sudah mulai memperlihatkan aksi militer mereka.
"Bulan-bulan ini kami sibuk, sebab kami perkirakan bahwa dalam
peringatan ulang tahun Partai Komunis Malaya, tentu mereka akan
berbuat sesuatu", kata Arul. Konon itulah sebabnya maka
penyerbuan gerilya Komunis pada sebuah lokasi di sekitar
perbatasan tanggal 22 Maret yang lalu tidak sampai berhasil.
"Karena kami telah siap sebelumnya".
Arul, keturunan Sri Langka, lulusan Akademi Militer Inggeris,
memberi penjelasan panjang lebar mengenai operasi
pasukan-pasukannya. Sebagian perbatasan telah mereka tanami
ranjau. Tapi terus terang pekerjaan itu diakuinya tidak mudah.
Medannya amat sulit. "Tapi kalau pasukan Muangthai memberi
kerja sama, semua dengan cepat bisa beres.
Dari Gubir, Kedah, diperlukan beberapa jam untuk menempuh
ratusan kilo meter sebelum tiba di Ipoh, ibukota kerajaan Perak.
Di negara bagian yang juga berbatasan langsung dengan Muangthai
ini beroperasi Brigade 2 pimpinan Brigjen Jaafar Onn, adik
Perdana Menteri Husein Onn. "Tapi tentara dan polisi di sini
hanya memainkan 5% dari semua kegiatan anti Komunis", kata
seorang-pejabat di Ipoh. Sisanya dikerjakan olel pihak sipil.
Di Perak ini pun tidak pernah terjadi pertempuran antara tentara
dengan gerombolan Komunis. Tapi tugas Jenderal Jaafar Onn tetap
berat. Negeri Perak sejak zaman perang dunia dulu sudah jadi
sarang Komunis. Tugas itu menjadi lebih berat karena persamaan
rasial antara anggota Partai Komunis Malaya dengan sebagian
besar penduduk Perak yang setengahnya terdiri dari keturunan
Cina. "Soal New Villagers itu menjadi soal khas kami di sini",
kata Raden Soenarno - asal Indonesia - setia usaha Kerajaan
Perak, yang mendampingi Jenderal Jaafar di Markas Brigade
Infantri 2. Syahdan, ketika tentara Inggeris pimpinan Jenderal
Brigs melancarkan operasi anti Komunis di tahun 1952 hingga
tahun 1958, suatu usaha mengisolir penduduk dari garis suplai
Komunis dilakukam Penduduk dikumpulkan di pinggir jalan raya.
Dan gerilya Komunis yang biasanya mendapat suplai dari rakyat
akhirnya kewalahan lantaran perkampungan baru itu dijaga ketat.
"Waktu itu kami tak perlu operasi, kami tunggu saa di pinggir
perkampungan, dan pasukan Komunis yang kelaparan itu dengan
mudah kami cegat jika mereka mendekat", cerita Jenderal Jaafar
yang sudah aktif pada masa itu.
Kini keadaan sudah berubah. Perkampungan baru yang mayoritas
dihuni oleh keturunan Cina itu, telah penuh sesak dengan
berbagai soal sosial ekonomi yang menyertainya. "Tidak bisa lagi
kami kontrol seperti dulu", kata Raden Soenarno yang mengaku
orang tuanya asli Kediri. Dan Komunis yang bergerak dalam
wilayah Malaysia amat dicurigai mendapatkan suplai dari
perkampungan baru ini. Selain itu, ada pula mereka mendapat
keuntungan dari ketegangan sosial yang ada dalam perkampungan
tersebut. "Orang-orang Cina di sana itu secara terang-terangan
menuntut agar bahasa Cina diakui sebagai bahasa resmi", kata
Jaafar. Ketidakpuasan penduduk Cina--yang dulu juga berdatangan
ke Perak lantaran panen bijih timah di negara bagian ini--kini
dimanfaatkan oleh Komunis. "Kalau gerilya Komunis sudah
beroperasi di kawasan orang Cina itu, sulitlah kita
membedakannya deugan penduduk yang mempunyai ciri fisik yang
sama", tambah Panglima Brigade 2 itu. Karena itulah maka di
kesultanan Perak sedang dijalankan sebuah rencana untuk
memindahkan penduduk asli dari hutan ke tepi-tepi jalan.
Meskipun tidak pernah terlibat dalam bentrokan bersenjata dengan
Komunis, pasukan-pasukan pimpinan Brigjen Jaafar Onn tidak pula
cuma tinggal diam. "Di sini ada proyek penting: jalan raya
Timur-Barat (east-west highway) dan bendungan Tumenggu", kata
Raden Sonarno Tentu saja proyek yang menelan biaya setengah
milyar ringgit Malaysia itu merupakan sasaran yang empuk bagi
komunis, karena itulah maka Jenderal Jaafar mendapat tugas
untuk melindunginya. "Proyek itu tadinya tidak punya hubungan
dengan kegiatan Komunis. Tapi sekarang ini jelas bahwa jika
proyek itu selesai, infiltrasi mereka dari dalam kawasan
Muangthai dapat dicegah", tambah Jenderal Jaafar pula. Jalan
raya yang letaknya sejajar dengan perbatasan Muangthai-Malaysia
itu nantinya bakal ramai dengan penduduk disekitarnya, dan
dengan sistim pertahanan yang mengikut sertakan rakyat.
diharapkan infiltrasi Komunis bisa ditanggulangi, begitu Raden
Sonarno menjelaskan.
Seperti juga pejabat Malaysia lainnya - sipil maupun
militer--Jenderal Jaafar ini juga mengeluh ke alamat Muangthai.
"Di dalam kawasan kami cuma ada barangkali 300 gerilya Comunis
yang bisa hidup lantaran mendapatkan suplai dari perkampungan
baru yang dihuni oleh orang Cina itu". Secara militer, jumlah
itu tidak dianggap penting-oleh Jenderal Jaafar. "Tapi operasi
dari mereka yang berpangkalan di kawasan Muangthai itu sulit
kami atasi, sebab begito dikejar mereka masuk ke sana dan aman,
dan kami tinggal gigit jari di seberang perbatasan", katanya
pula. Bagaimana kerja sama dari pihak tentara Muangthai? "Di
sekitar perbatasan itu saya punya 3 batalion, tapi saya minta
satu peleton tentara Muanthai saja sulitnya bukan main",
jawabnya. Jaafar mengingat kerja samanya dengan tentara
Indonesia di Serawak beberapa tahun silam. "Keberhasilan kami di
Serawak terutama disebabkan oleh ketulusan hati pihak
Indonesia", tambah Jaafar pula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini