SHEIKH Zaki Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi yang
ganteng itu, kembali tampil sebagai bintang konperensi OPEC di
Bali. Mengenakan stelan jas putih dengan dasi lebar, rambut dan
jenggot tersisir rapih, dia sempat beraksi sebelum Presiden
Soeharto memasuki ruangan Mawar di Pertamina Cottage. Dia senyum
terus di balik wajahya yang putih dan jernih. Dia memeluk dan
mencium kedua pipi Abdul Aziz Al-Tani dari Qatar dan Sayed Al
Otaiba, ketua delegasi Uni Emirat Arah yang masih muda dan
berwajah kekanak-kanakan. Dia sempat melempar senyum kepada
beberapa wartawan asing yang biasa mengkover sidang OPEC di
Wina, di tengah penjagaan sekuriti yng teramat ketat itu.
Beberapa saat setelah Presiden mengakhiri pidatonya, Yamani
bangkit dari duduknya dan bergegas ke ruang Ayodhya tempat
berlangsungnya konperensi. Kepada pers yang mengejarnya,
Yamani terdengar berkata: "Harga harus beku sampai akhir tahun,
tak boleh naik sampai akhir tahun". Pendirian untuk tak
mengkutak-kutik harga minyak memang sudah menjadi pendirian
Arab Saudi sejak konperensi OPEC di Wina yang dikacau oleh
teroris Carlos dkk. Dan keinginan keras Sheikh Yamani ternyata
berhasil dipertahankan di Bali. Setelah tawar menawar dan tarik
urat selama dua hari dua malam akhirnya sidang ke-13, anggota
OPEC itu memutuskan untuk tak memutuskan sesuatu: Harga minyak
tetap dibekukan untuk sementara.
Bagi pers yang selama berlangsungnya konperensi seakan
"disandera" dalam sebuah gedung yang terpisah lebih 300 meter
dari Pertamina Cottage yang mentereng itu, keputusan pembekuan
harga minyak itu di luar dugaan. Hingga jam 10 malam 28 Mei
lalu, ketika terbetik berita suatu draft komunike sedang
disusun, ada info bahwa harga akan naik sedikit. Satu jam
kemudian, ketika pers akhirnya dibolehkan masuk kompleks
Pertamina yang angker petugas itu, tak ayal lagi mereka menyerbu
masuk ruang Ayodhya yang terang benderang tapi sepi delegasi
itu. Beberapa menit kemudian muncullah orang yang
ditunggu-tunggu: Menteri Pertambangan Dr Mohammad Sadli, ketua
delegasi Indonesia yang secara aklamasi diangkat sebagai
Presiden Konperensi. Dia tampak letih tapi mencoba untuk terus
senyum, didampingi oleh Kolonel Mohamad Buchari ketua delegasi
Nigeria yang diangkat sebagai Presiden Pengganti dan pejabat
penerangan OPEC Zaheri.
Formula Aljazair
Hanya selembar kommunike terdiri dari 5 pasal diedarkan. Dari
deretan kalimat-kalimat tak terbaca apa yang selama ini ditunggu
dunia: bahwa harga minyak akan naik atau turun. Yang agaknya
sedikit memberi indikasi adalah kalimat yang berbunyi
'Konperensi mempertimbangkan laporan dari Dewan Komisi Ekonomi
(ECB) dan menginstruksikan Komisi meneruskan-tugasnya mengenai
hal-hal yang sudah ditunjuk dan melaporkannya pada pertemuan
mendatang di Doha, Qatar 15 Desember 1976. Selama konperensi
pers yang kurang dari setengah jam, di tengah sorotan lampu
kamera yang menyilaukan, Presiden Konperensi Dr Sadli tampak
tenang dan singkat menjawab rentetan pertanyaan. Sering juga
Sadli mengelak dengan menjawab: "Saya tak ada wewenang untuk
menjawabnya", atau "Anda tentu punya sumber yang lebih baik
tentang itu". Tapi dari jawaban Sadli yang menyatakan "tak ada
perubahan harga untuk sementara", ia mengakui bahwa"yang
dihasilkan konperensi adalah suatu status quo".
Yang menjadi perdebatan sengit adalah tentang rumusan Aljaair.
Yakni agar harga minyak tak lagi dinaikkan secara menyeluruh
berdasarkan patokan jenis "Arabian Light" yang kini $ 11,51 per
barrel itu. Tapi dibedakan berdasarkan harga diferensial price
differentials). Ini berlaku baik bagi jenis minyak yang berat
(heavy oil) maupun bagi jenis yang ringan. Berdasarkan suatu
dalil yang bila diuraikan agak rumit dibaca formula Aljazair
itu kira-kira begini maunya: Bahwa harga minyak bisa ditentukan
lebih tinggi atau lebih rendah dari patokan harga diferensial.
Dan itu tergantung dari beberapa unsur, seperti berat jenis,
kadar belerang dan naphtalin, jarak angkutan, harga lelang
(spot sales), faktor biaya (cost of money) dan lain lagi.
Dengan kata lain, jenis minyak yang bersangkutan akan
menentukan sejauh mana harga itu boleh bergerak 5% di atas atau
di bawah harga diferencial .
Formula itu bermaksud agar anggota OPEC mempunyai pegangan
dalam menentukan harga minyaknya. Hingga memperkecil kemungkinan
untuk timbulnya harga yang tidak seragam seperti yang terjadi
dengan kasus Irak Bagi beberapa anggota OPEC yang punya
kesulitan menjual hasil dari minyak beratnya seperti Irak,
Venezuela, Aljazair dan juga Indonesia, formula itu agaknya
dirasa penting untuk dipraktekkan sekarang. Sebab dengan adanya
penurunan harga berdasarkan patokan diferensial itu, maka jenis
minyak berat yang lebih banyak menghasilkan bahan bakar seperti
solar, aspal, minyak pelumas untuk industri -- akan lebih mudah
untuk dijual. Sedang bagi jenis minyak ringan (yang lebih banyak
menghasilkan bensin dan minyak tanah dalam proses penyulingan)
sampai sekarang tak mengalami kesulitan penjualan.Tapi mengapa
Sheikh Yamani berkeras agar harga toh dibekukan sampai akhir
tahun? Menteri Sadli merasa keberatan untuk menjawab pertanyaan
ini.
Kita memang banyak mendiskusikan diferensial harga itu",
katanya. "Dan OPEC akan terus membicarakan usul Aljazair itu".
Selepas konperensi pers, Dr Valentin Hernandez Acosta yang
tiba-tiba muncul dikerumuni wartawan sedikit membuka tabir.
Ketua delegasi Venezuela yang biasanya riang dan optimis itu
tampak muram malam itu. "Sesungguhnya kita sudah menerima usul
Aljazair", katanya sembari jalan. "Tak ada konflik antara Saudi
dengan Iran". Mempercepat langkahnya di antara beberapa petugas
yang mencoba "mengamankannya" dari kerumunan pers, setengah
menggumam tokoh minyak itu terdengar berkata: "Yang penting
bukan soal harga, tapi soal harga diferensial. Dan Saudi
memblokirnya".
Iran yang biasanya tampil sebagai pendebat tangguh Saudi, kali
ini kabarnya tak ingin bicara banyak. Yamshid Amouzegar yang
juga dikenal sebagai "primadona" di sidang-sidang OPEC, kali
ini rupanya membiarkan peranan itu diteruskan Yamani. Selama di
Bali kabarnya Menteri Dalam Negeri Iran itu lebih suka bernada
rendah. Sikap begitu agaknya bisa dilihat ketika Amouzegar sama
sekali mengelak dan tak menjawab pertanyaan pers ketika dia
bergegas menuju ruangan sidang setelah selesainya acara
pembukaan.
Bagi Arab Saudi sendiri usul Aljazair yang mulai disodorkan
sejak sidang rahasia di Jenewa itu sampai di Bali masih dianggap
perlu lebih disempurnakan lagi. Alasan lain barangkali, karena
pendiriannya yang begitu keras agar harga minyak tak
dirubah-rubah sampai akhir tahun ini -- yang menurut Yamani
adalah untuk memberi nafas bagi negara-negara industri yang baru
mulai sembuh dari suasana resesi. Sekalipun jika harga dinaikkan
tak meliwati tingkat 5%, menurut Menteri Sadli tak akan membawa
pengaruh yang besar pada negeri-negeri industri.
Tapi bagaimana pun Yamani tetap bersikeras. Dan ia didukung
kawan akrabnya Al-Otaibi dari Emirat Arab (Abu Dhabi). Kuwait
yang mulanya bersikap pro kenaikan harga kemudian berubah
sikapnya menjadi netral. Begitu juga Aljazair, sang pengusul.
Diwakili oleh Menteri Belaid Abdessalam, Aljazair akhirnya juga
mundur. Tapi yang agaknya paling sakit adalah Irak. Adalah Irak
yang pernah dituding menurunkan harga minyaknya secara sefihak,
hingga mengacaukan pasaran dari negeri-negeri minyak di Teluk
Arab (Gulf). Kalau saja Yamani mau mundur selangkah, Irak yang
punya kesulitan menjual jenis minyaknya yang berat itu mungkin
bisa menurunkan harganya sedikit di bawah patokan diferensial
itu, tanpa perlu dituduh bertindak curang.
Apakah Irak akan kembali bermain sendiri sambil menunggu
keputusan pertemuan di Qatar nanti, entahlah. Tapi menurut
Menteri Sadli, OPEC bermaksud mengkoordinir masalah harga
minyak, terutama bagi para anggotanya di seputar teluk Arab.
Sementara itu sebuah pasal juga menyatakan solidaritas OPEC
terhadap perjuangan kelompok 77 dalam sidang UNCTAD di Nairobi
yang nyaris macet itu. Ini cukup menggembirakan mengingat dalam
sidang-sidang OPEC tingkat Menteri biasanya mereka hanya
berputar membicarakan masalah-masalah minyak. Anggota OPEC
yang langsung punya kepentinan dalam masalah komoditi lainnya
kecuali minyak hanyalah Indonesia, Nigeria dan Venezuela.
Dimasukkannya pasal untuk solider terhadap kawan-kawan di
Nairobi tentunya tak terlepas dari seruan Presiden Soeharto.
Dalam pidatonya Presiden mengingatkan akan pentingnya masalah
kestabilan dan keadilan harga komoditi untuk pembangunan
negeri-negeri berkembang.
Yang agaknya juga menarik adalah pasal pindah tidaknya markas
OPEC dari Wina. Sejak terjadinya pembajakan yang dipimpin
teroris Carlos dkk, OPEC mulai membicarakan dipindahnya markas
mereka. Sekalipun pemerintah Austria menjanjikan akan mengatur
pengamanan yang lebih baik. Namun sekalipun di bulan April lalu
mereka sempat kumpul di Jenewa, sidang di Bali belum memutuskan
tentang kepindahan itu. Spekulasi beberapa wartawan yang biasa
mengkover sidang OPIC di wina beranggapan yang paling keras
ingin pindah dari Wina adalah Yamani. Selain alasan keamanan,
kabarnya Yamani juga merasa lebih kerasan di Jenewa. Di kota
turis itu memang banyak tinggal raja uang dari Arab menempati
villa mewah. Zaki Yamani kabarnya juga punya sebuah. Dan dua
anak Yamani kini sekolah di Jenewa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini