Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perceraian Menjelang Pemilu

Ramos Horta ditinggalkan CNRT setelah hubungannya dengan Xanana Gusmao tak harmonis lagi. Fretilin dituding sedang berusaha menjatuhkan pemerintah.

12 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di bawah terik matahari, mengenakan masker dan topi koboi, pasangan paruh baya itu berdemonstrasi di depan pengadilan negara di Dili, ibu kota Timor Leste, Ahad dua pekan lalu. Pada spanduk yang dibentangkan, tertera 15 nama pejabat tinggi yang bertanggung jawab atas ketidakadilan yang mereka alami. Di baris teratas tampak dua nama, Ramos Horta dan Xanana Gusmao, ditulis dengan tinta tebal.

Dua sejoli itu, Odette Mu, asli Timor Leste, dan Colin Hehar, warga Australia, kecewa kepada pemerintah dan pengadilan. Bisnis kayu cendana keluarga Mu dinyatakan ilegal dan kini mereka merugi US$ 1,3 juta—sekitar Rp 11,7 miliar. Ironis sekali, kendati pengadilan telah menetapkan mereka menang, pemerintah enggan mengakuinya, apalagi menjalankan putusan itu. Pasangan Mu-Hehar mencium bau kolusi-korupsi dalam kasus ini. "Saya akan berdiri di sini dan memprotes di jalan sampai mati," kata Hehar.

Menurut Lembaga Transparansi Internasional, dilihat dari tingkat kebersihannya dari korupsi-kolusi, Timor Leste menempati peringkat ke-143 dari 182 negara. Presiden Jose Ramos Horta sendiri mengingatkan kentalnya budaya kolusi dan korupsi di negara lorosae itu. Horta juga mengkritik keras anggota kabinet dan Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timur Leste (CNRT), yang korup. Inilah awal keretakan Horta dan CNRT, partai utama koalisi penyokong pemerintah, di saat-saat menjelang pemilihan presiden, 17 Maret mendatang.

Perdana Menteri Xanana Gusmao mempersilakan penegak hukum memproses menteri yang diduga tersangkut kasus. Sejumlah menteri memang tersandung dugaan kasus korupsi dan nepotisme. Mereka adalah Wakil Perdana Menteri Jose Luis Guterres, Menteri Keuangan Emilia Pires, dan Menteri Hukum Lucia Lobato. Guterres dituduh menyalahgunakan kekuasaan dengan menempatkan istrinya, Ana Maria Valerio, pada jabatan penasihat Duta Besar Timor untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2006 dan dugaan penyimpangan tunjangan perumahan diplomat sebesar US$ 12 ribu atau sekitar Rp 108 juta.

Namun penanganan kasus itu dihentikan dan dinyatakan tak terbukti. Emilia dituduh memasukkan teman lama sebagai penasihat Proyek Manajemen Keuangan peningkatan kapasitas masyarakat dengan gaji US$ 216 ribu—kira-kira Rp 1,9 miliar. Padahal rekan Emilia tidak memiliki kompetensi pada bidang itu. Adapun Lobato dituduh terlibat dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam beberapa tender pembangunan pagar penjara Becora senilai US$ 1 juta (Rp 9 miliar) dan pengadaan seragam petugas penjara sebesar Rp 162 juta.

Dua kasus ini masih bergulir. "Horta menuduh pemerintah, khususnya para menteri, korup tapi tanpa fakta. Ini alasan CNRT mengalihkan dukungan ke Taur," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai CNRT Jose Fo Laran kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Akhir Februari lalu, Partai CNRT mengumumkan dukungan resminya kepada bekas panglima militer Mayor Jenderal Taur Matan Ruak. Langkah CNRT yang mengubah haluan cukup mengagetkan mengingat, pada pemilihan presiden 2007, partai itu berhasil menyorongkan Ramos Horta menang dengan dukungan 69 persen suara di putaran kedua. Padahal CNRT hanya mampu mengantongi 24,1 persen suara dalam pemilihan legislatif. Ini membuktikan bahwa figur Ramos sangat dominan dalam menentukan kemenangan.

Namun Horta kemudian dianggap sering menjegal program pemerintah. Marcelino Magno, anggota staf ahli Ketua Parlemen Timor, bercerita tentang program kesejahteraan rakyat dan pemberantasan masyarakat miskin yang tak diloloskan Horta. Bahkan Horta menolak rencana Xanana mengambil dana penjualan minyak lebih dari 3 persen. Dana itu mencapai US$ 8,3 miliar (setara dengan Rp 74,7 triliun). Konstitusi membatasi uang yang boleh diambil hanya 3 persen, dan bisa diambil lebih bila dalam keadaan darurat. Xanana beralasan negara membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Ia pun menempuh jalur pengadilan agar programnya itu bisa lolos, dan akhirnya dikabulkan. "Ini awal konflik Horta dan Xanana," kata Marcelino kepada Tempo melalui sambungan telepon.

Horta dituding telah main mata dengan Mari Alkatiri, Sekretaris Jenderal Fretilin. Keduanya cukup dekat: Horta bekas anggota Fretilin dan ia menjabat menteri luar negeri saat Mari menduduki kursi perdana menteri. Fretilin merupakan oposisi yang selalu mengkritik program pemerintah. Soal pencairan dana penjualan minyak, Fretilin menyatakan tak setuju dan meminta pemerintah menyimpannya di rekening. Mereka khawatir dana yang dicairkan menjadi bancakan partai penguasa.

"Mereka takut ada korupsi," kata Marcelino. Fo Laran membenarkan cerita itu. Horta, yang kecewa karena pemerintah tidak mampu mengatasi kemiskinan dalam empat tahun, lantas menghadang program pemerintah itu. "Seharusnya kepala negara memberikan kritik konstruktif dengan solusi, bukan sekadar menyalahkan," ujarnya.

Menurut catatan PBB, Timor Leste tetap menjadi salah satu negara termiskin di dunia dengan peringkat ke-120 dari 169 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia. Sebesar 41 persen penduduk Timor hidup di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata penghasilan 88 sen atau tak sampai Rp 8.000 per hari. Tingkat pengangguran juga masih tinggi, 16 ribu orang dari angkatan baru setiap tahun memperebutkan 400 lapangan kerja di sektor formal.

Fo Laran membantah hubungan buruk Horta dan Xanana sebagai pangkal masalah. Hubungan keduanya secara pribadi cukup baik. Keputusan CNRT mendukung Taur telah diambil dalam konferensi nasional pada 7-8 Januari lalu. "Mayoritas kriteria yang ditetapkan dan Taur memenuhinya," katanya.

Taur dianggap mampu menjamin keamanan nasional, berpengalaman saat melawan Indonesia, lepas dari partai, dan bersama rakyat selama 24 tahun. Ia juga mampu menetralisasi konflik menjelang pemilu 2006. Sedangkan Horta dianggap tidak mampu menjalankan rutinitas kepresidenan dan tak memenuhi kriteria kandidat presiden CNRT. Perceraian Horta dengan Ana Pessoa Pinto, bekas Menteri Administrasi Internal Timor Leste, juga dianggap noda. "Horta jago diplomasi di luar negeri, tapi ia tidak memiliki istri untuk menjadi ibu negara. Itu satu kriteria yang tak dipenuhi," katanya.

Horta tidak mempermasalahkan dirinya tak lagi didukung CNRT. Partai Demokrat dan Koalisi Sosial Demokrat Timor Timur juga balik badan. Kini mereka mengusung calon sendiri. Menurut dia, pengalihan dukungan itu hak partai. Horta mendeklarasikan dirinya pada Januari lalu. Meski maju sebagai calon independen, ia yakin popularitas dan dukungan rakyat kepadanya masih kuat. Kampanye tidak digelar secara terbuka, tapi menerapkan strategi dari pintu ke pintu. "Kekuatan itu ada di tangan rakyat, bukan partai," katanya.

Taur Matan Ruak salah satu kandidat populer. Selain disokong CNRT, Taur didukung para veteran. Ia mengaku siap melayani rakyat karena lama berbaur dengan mereka. Menurut dia, Xanana akan menjadi partner yang solid dalam pemerintahan. Taur teman seperjuangan Xanana. "Kami solid sejak dulu. Dia mendukung saya untuk maju sebagai kandidat presiden tanpa imbalan," katanya tatkala mundur dari jabatan militer September tahun lalu.

Fretilin pun siap menghadang dua kandidat kuat. Mari Alkatiri menargetkan bisa memenangi pemilihan presiden. Bahkan ia telah mematok target 60 persen suara dalam pemilihan. Ia meminta milisi Fretilin bekerja keras. Bukan hanya itu, Mari juga mengajukan permohonan banding ke partai untuk membuka diri buat menggaet pemilih di luar Fretilin. Partai, kata dia, tidak hanya untuk Fretilin, tapi juga buat memerintah negara.

"Tidak boleh ada diskriminasi dan kebencian politik," katanya. Adapun Fretilin mengusung Francisco Guterres, yang pernah bersaing ketat dengan Horta. Francisco menguasai 31 persen suara pada 2007.

Eko Ari (ABC News, Independen Newspaper, Globe, easttimorlegal.blogspot.com), Jose Sarito Amaral (Dili),


Kandidat Presiden Timor Leste

  1. Jose Ramos Horta (independen)
  2. Francisco Guterres alias Lu-Olo (Fretilin)
  3. Taur Matan Ruak, mantan komandan Falintil (independen tapi didukung CNRT)
  4. Fernando Lasama de Araujo (Partai Demokrat)
  5. Jose Luis Guterres (Fretilin Mundansa)
  6. Manuel Tilman (independen)
  7. Rogerio Tiago Lobato (independen)
  8. Maria do Ceu Lopes da Silva (independen)
  9. Angelita Maria Fransisca Pires (independen)
  10. Francisco Gomes (independen)
  11. Abilio de Araujo (independen)
  12. Lucas da Costa (independen)
  13. Fransisco Xavier do Amaral (telah meninggal karena sakit kanker; Ketua Koalisi Sosial Demokrat Timor Timur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus