Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Peringati Hari Nakba ke-76, Duta Besar Al-Shun Teringat Penderitaan Rakyat Palestina

Dubes Palestina untuk Indonesia mengecam tindakan Israel di Palestina dalam peringatan 76 tahun Hari Nakba.

15 Mei 2024 | 21.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun mengecam pendudukan dan agresi Israel di Palestina dalam pidatonya yang memperingati 76 tahun peristiwa Nakba. Ia menyebut Nakba sebagai hari paling menyedihkan karena membuat rakyat Palestina menderita.
 
“Tujuh puluh enam tahun rakyat Palestina menderita dari waktu ke waktu hingga saat ini, akibatnya adalah apa yang kini terjadi di Gaza dan Tepi Barat. Ini karena Al Nakba,” katanya saat berpidato di Kedutaan Besar Palestina, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024.
 
Rakyat Palestina memperingati Hari Nakba setiap tahunnya pada 15 Mei. Peristiwa itu merupakan pengusiran dan pembersihan etnis massal terhadap sebagian besar rakyat Palestina yang berlangsung pada 1947 – 1948, sebelum berdirinya negara Israel.
 
Lebih dari 750 ribu dari 1,4 juta warga Palestina terpaksa mengungsi dari tanah airnya akibat kampanye kekerasan Israel saat itu, dengan hanya 15 persen penduduk tetap tinggal di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Garis Hijau.
 
Hari Nakba diresmikan oleh presiden pertama Otoritas Nasional Palestina (PLO) Yasser Arafat pada 1998, meski 15 Mei telah digunakan untuk protes sejak awal 1949.
 
“Komunitas internasional tidak hadir. Ada banyak dukungan dari masyarakat di seluruh dunia, namun politikus sama sekali tidak ada. Mereka tidak benar-benar melakukan tindakan apa pun terhadap Israel,” ujarnya.
 
Peringatan hari Nakba tahun ini bertepatan dengan pertempuran antara Israel dan Hamas yang masih berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Hamas saat itu menyerbu wilayah Israel Selatan, yang diklaim menewaskan 1.139 orang dan menyandera 250 lainnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serangan dan blokade ketat Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 35.173 orang dan melukai lebih dari 79.061 lainnya, menurut penghitungan Kementerian Kesehatan Gaza. Dalam kritiknya terhadap Amerika Serikat sebagai sekutu utama Israel, Al-Shun membahas Resolusi 181 yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1947. Resolusi tersebut merupakan rencana untuk membagi Mandat Inggris menjadi dua negara, satu negara Yahudi, satu negara Arab. Sebanyak 33 negara memberikan suara mendukung, 13 negara menentang, dan 10 negara abstain. 
 
Bertahun-tahun kemudian pada 10 April 2024, Majelis Umum mengadopsi resolusi yang menyerukan penerimaan Palestina sebagai anggota PBB, dengan 143 suara mendukung, sembilan suara menentang dan 25 negara abstain. Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang menentang.
 
“Mengapa? Saya ingin politikus Amerika bertanya, ‘mengapa?’ Mengapa Anda menentang warga Palestina untuk merdeka?” kata Al-Shun.
 
Resolusi 181 membagi wilayah Mandat Palestina menjadi 42 persen untuk negara Arab dan 56 persen untuk negara Yahudi, sementara dua persen lainnya mencakup kota Yerusalem. Al-Shun menyebut resolusi tersebut sebagai “satu-satunya akta kelahiran Israel” dan menilai dokumen tersebut “ilegal”.
 
Al-Shun mengatakan para pemimpin dan masyarakat Palestina sedang mencari perdamaian hakiki berdasarkan hukum internasional, dan bukan perdamaian Israel. "Kami akan berjuang, berjuang, berjuang di mana pun hingga Palestina merdeka,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus