Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perlawanan Terhadap Ayatullah

Aksi perlawanan terhadap Khomeini semakin gencar, kapal patroli Iran sempat dibajak, Bani Sadr dalam pengasingannya di Paris terus memimpin perlawanan terhadap rezim Khomeini. (ln)

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMAKIN gencar pemerintahan kaum mullahdi Teheran melaksanakan hukuman mati. Sejak 20 Juni sekitar 600 orang yang dituduh antirezim Khomeini menghadapi regu tembak. Dan, menurut kantor berita Pars, Sabtu lalu 27 orang lagi dieksekusi karena menentang pemerintah. Juga aksi penangkapan terus berlangsung. Di Teheran Sabtu lalu, Pengawal Revolusi menahan sekitar 100 orang yang dituduh sebagai anggota kelompok teroris. Pars melaporkan bahwa 50 orang keluarga kerajaan juga ditahan. Aksi penahanan ini hampir menjadi pekerjaan rutin sejak terjadi ledakan bom di kantor Partai Republik Islam, yang sempat menewaskan Ayatullah Behesti. Apalagi rezim Khomeini sungguh tidak mengampuni lawan politiknya. Mohammad Ali Rajai yang baru awal Agustus ini dilantik sebagai presiden menggantikan Abolhassan Bani Sadr secara tegas menuduh kelompok Mojaheddin-e-Khalq menjadi biang perusuh. Ia menghimbau rakyat Iran agar bertekad menghancurkan aksi kampanye kaum Mojaheddin. Kejengkelan kaum mullah terhadap Mojaheddin ini semakin menjadi-jadi. Kelompok inilah yang melindungi Bani Sadr semasa persembunyiannya di Teheran, sebelum ia melarikan diri ke Prancis. Bahkan ia melarikan diri bersamasama pemimpin Mojaheddin, Massoud Rajavi. Dari Paris, Bani Sadr dan Rajavi terus memimpin perlawanan terhadap rezim Khomeini. Tapi kedatangan Bani Sadr di Paris (29 Juli) sempat mengganggu hubungan Prancis-lran. Ayatullah Meshkini dalam khotbah Jumat di Qom menyerukan agar Prancis memulangkan Bani Sadr. "Jika anda tidak mengembalikan teroris itu (Bani Sadr, rakyat Iran akan bertindak sebagaimana yang dilakukannya terhadap Amerika Serikat." Ucapan Meshkini ini suatu pertanda bahwa mereka mungkin akan menyandera warganegara Prancis yang berada di Iran. Dan ini disusul dengan agitasi dan demonstrasi di depan Kedutaan Besar Prancis di Teheran. Pemerintah Prancis kemudian menyerukan kepada warganya di Iran agar segera berangkat. Sampai pekan lalu sekitar 120 orang Prancis meninggalkan Iran. Sedang staf kedubes Prancis sudah banyak berkurang, hanya tinggal empat orang. Ayatullah Khomeini sudah menawarkan pengampunan kepada Bani Sadr bila ia mau kembali ke Teheran. Ternyata Bani Sadr cukup serius menanggapi tawaran itu . Dalam wawancara AFP d i kediamannya di luar Kota Paris, Bani Sadr menyatakan ia bersedia pulang ke Teheran asal Ayatullah Khomeini setuju memulihkan kembali kemerdekaan di Iran sesuai dengan komitmen yang mereka buat ketika di Paris. Khomeini bersama Bani Sadr berada di Prancis 1978, sebelum Revolusi Iran. Bani Sadr mendapat suaka politik dari Pemerintah Prancis. Ia bersama Rajavi mendirikan 'Dewan Perlawanan Nasional'. Ada perjanjiannya dengan Pemerintah Prancis bahwa ia tidak boleh mengeluarkan pernyataan politik, tapi hal itu ternyata diabaikannya. Setelah berdiam diri selama dua minggu, ia kembali bersuara. "Saya kira, rakyat yang cinta damai tidak akan membiarkan seseorang berdiam diri terhadap meluasnya tindak kekerasan," kata Bani Sadr. Ia bersama Rajavi mendirikan 'Dewan Perlawanan Nasional' dan menanti waktu yang tepat untuk kembali ke Iran. Sementara itu ia juga mempersiapkan sebuah buku tentang Revolusi Iran. Beredar desas-desus bahwa ia akan bersekutu dengan sisa pendukung almarhum Syah Iran. Bani Sadr membantahnya dan mengatakan: "Lebih baik saya bersekutu dengan Khomeini daripada dengan Presiden AS, Ronald Reagan . . . Tapi Khomeini harus menyadari bahwa sistem pemerintahannya yang lalim dan otoriter akan menimbulkan ledakan." Mencari Kebenaran Aksi perlawanan terhadap Khorneini memang semakin mengeras. Sebuah kapal patroli buatan Prancis yang dipesan Iran bahkan telah dibajak di lepas pantai Cadiz, Spanyol. Tabarzin, demikian namanya, bersama dua kapal patroli lainnya -- Khanjar dan Neyzer -- sedang menuju Iran. Menurut cerita Antonio Zajara, kapten kapal tunda yang digunakan para pembajak itu, ada sekitar 15 anggota Komando yang ikut membajak kapal patroli itu. Mereka menyewa kapal tunda itu untuk pesiar di sekitar Teluk Cadiz. Dan ketika berlangsung pembajakan itu tak seorang pun awak kapal patroli itu yang mengadakan perlawanan. "Bahkan sewaktu kapal tunda itu mulai mendekat, lima awak kapal Tabarzin ikut membantu para pembajak untuk naik ke dek, sedang yang lainnya duduk memperhatikan tamu yang tak diundang itu. Laporan melalui telepon yang disampaikan kepada media massa di Paris mengatakan bahwa pembajakan itu dilancarkan oleh organisasi Azadegan (Pencari Kebebasan) yang dipimpin bekas Jenderal Bahram Aryana. Ia adalah bekas Panglima Angkatan Bersenjata di masa Syah Iran masih berkuasa. Sedang pasukan komando yang membajak itu dipimpin langsung oleh bekas Admiral Kamal Habibollahi. Ketiga kapal patroli itu yang bersenjatakan peluru kendali adalah sisa terakhir dari 12 kapal yang dipesan Syah Iran sejak tahun 1974. Pengiriman ketiganya tertunda selama dua tahun karena meletusnya Revolusi Iran. Nasib kapal yang dibajak itu masih belum jelas. Ada yang mengatakan ia singgah di Tangier, Maroko. Tapi pemerintah Maroko membantah berita itu. Sedang yang dua lagi kabarnya sudah tiba di Oran, Aljazair. Dengan adanya aksi pembajakan kapal patroli ini, Khomeini mungkin tertegun dan menyadari: Perlawanan ternyata memang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus