NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) punya sistem persenjataan
konvensional yang jauh tertinggal dibanding Pakta Warsawa. Jika
Uni Soviet dan sekutunya melancarkan serangan kilat (blitzkrieg)
dan mendadak, NATO diduga tidak akan mampu menahannya. Kenyataan
ini sangat mencemaskan Washington. Maka Presiden Ronald Reagan,
akhirnya (8 Agustus) memutuskan meneruskan program pembuatan bom
neutron.
Keputusan Reagan tersebut konon ditelurkan sesudah Menteri
Pertahanan Caspar W. Weinberger dan Menteri Luar Negeri
Alexander M. Haig mengulas kembali kebijaksanaan Gedung Putih di
Eropa. Washington sedang berusaha tadinya untuk menempatkan
peluru kendali jarak menengah (Cruise dan Pershing-2) di daratan
Eropa. Tapi Weinberger justru menganggap bahwa bom neutron punya
nilai penangkal lebih tinggi terhadap sikap agresif Soviet.
Dengan bom neutron di tangan, menurut dia, AS "mengurangi
peluang berperang" dengan Soviet.
Bom neutron, yang konon sudah diproduksi dalam jumlah kecil,
akan ditempatkan di Amerika Serikat saja - tidak akan disebarkan
ke Eropa. Namun, jika diperlukan, "senjata tersebut bisa
diterbangkan ke Eropa dalam beberapa jam," tambah Weinberger.
Tass menilai keputusan Reagan tadi suatu "langkah sangat
berbahaya" menuju perang nuklir. "Naluri kanibal semacam itu,"
demikian kantor berita resmi Soviet tersebut, pernah mendorong
AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, 1945 (lihat
Lingkungan). Koran Izvestia, juga corong Moskow, menganggap
Washington melakukan "permainan berbahaya dengan api." Moskow,
tentu saja, "tidak tinggal diam," sambung Tass.
Kremlin, menurut Menteri Pertahanan Prancis Charles Hernu, juga
sudah meledakkan serangkaian percobaan bom neutron, menyusul
kebijaksanaan Gedung Putih. Tak syak lagi, demikian Hernu, kedua
negara itu akan saling berlomba memperkuat diri, tapi celakanya
"Eropa akan dijadikan sebagai gelanggangnya." Ke kawasan ini,
Soviet juga telah meningkatkan ancaman peluru kendali SS-20,
yang mampu menerbangkan sekitar tiga kepala nuklir sekaligus.
Perdana Menteri Norwegia Gro Harlem Brundtland secara terus
terang menentang usaha Reagan tadi. "Mengagetkan bahwa keputusan
itu justru diambil di saat kita begitu dekat dengan awal
pembicaraan antara AS dan Soviet mengenai senjata nuklir baru di
Eropa," kata Menteri Luar Negeri Denmark Kjeld Olesen.
Kelewat Keji
Pihak NATO tampak bersikap dingin saja. Sejauh bom neutron tadi
tetap tinggal di AS, demikian sumber NATO di Brussels, hal itu
hanya akan menjadi masalah nasional setempat -- dan Washington
tidak wajib berkonsultasi dengan NATO. Tapi di Frankfurt, Jerman
Barat, sejumlah demonstran antibom neutron berusaha merusak
pangkalan militer AS di sana.
Kenapa ditakuti? Hebatkah daya musnahnya? Bom neutron
sesungguhnya direncanakan sebagai kepala peluru pada peluru
kendali darat ke darat (SAM) Lance dan kepala peluru Howitzer
20,3 cm.
Reaksi rantai yang terjadi pada ledakan bom neutron pada
hakekatnya merupakan reaksi fusi bom hidrogen bentuk lanjut.
Ketika meledak, hidrogen tersebut melebur dan melepaskan neutron
sangat kuat. Dibanding bom nuklir taktis, radiasi bom neutron
itu lebih kuat tanpa menimbulkan hempasan maupun panas luar
biasa. Karenanya, jika bom neutron tadi ditembakkan dari Lance
maupun Howitzer 20,3 cm, di hanya akan membunuh personil musuh,
yang berada di dalam tank tanpa merusakkan benda-benda di
sekitarnya.
Bom neutron meledak pada ketinggian 1000 m. Dalam tempo dua
hari, personil militer, yang berada pada radius sekitar 300 m
dari pusat ledakan akan cacat atau mati. Sedang mereka yang
berada pada radius sekitar 700 m akan lumpuh dalam beberapa
menit dan tewas dalam tempo enam hari. Dan yang berada pada
radius sekitar 1.300 m akan cacat dalam beberapa jam dan mati
dalam tempo beberapa mingu. Personil musuh yang berada pada
radius lebih dari 1.300 m, sekalipun terancam lumpuh (cacat),
masih punya harapan bisa disembuhkan.
Senjata itulah yang dianggap sangat ampuh sebagai antitank.
Kekuatan tank Soviet yang besar jumlahnya itu sangat disegani
NATO. Usaha mengembangkan bom tersebut pertama kali dilontarkan
dalam zaman Presiden Jimmy Carter, empat tahun lalu. Jika
penempatannya di Eropa disetujui, Washington ketika itu akan
mengeluarkan biaya sampai US$1 milyar. Tapi NATO, yang
menganggap bom tersebut kelewat keji, tidak menyetujui rencana
itu.
Sementara Carter menunda pengembangan bom neutron, peluru
kendali nuklir MX dan pesawat pembom nuklir B-1, Uni Soviet dan
Pakta Warsawa melipatgandakan persenjataan konvensionalnya. Tank
Soviet kini berjumlah 48 ribu, sedang dipihak AS hanya 11.560.
Sementara itu, Uni Soviet juga memiliki 19.300 buah perlengkapan
artileri dibanding 5.140 buah di pihak AS.
Di atas kertas, jika terjadi perang konvensional, Pakta Warsawa
akan unggul di Eropa, Maka pemerintahan Reagan berusaha mengejar
ketinggalan AS dan sekutunya dengan menyediakan anggaran militer
US$ 1,5 trilyun untuk lima tahun. Program pengembangan bom
neutron dihidupkannya kembali. Juga dimulainya produksi 200
peluru kendari MX, yang setiap peluncurnya mampu menerbangkan 10
kepala nuklir sekaligus. Tapi program peluru kendali MX (Missile
Experimental), yang membutuhkan 4.600 sheker di negara bagian
Utah dan Nevada, dikritik karena akan menelan dana US$ 75
milyar, dan menyita kawasan seluas lebih 20 ribu kmÿFD.
Saat ini, Presiden Reagan juga sedang menunggu rekomendasi dari
Menteri Pertahanan Weinberger mengenai rencana produksi pesawat
pembom nuklir jarak jauh B-1, yang mungkin akan menelan US$ 200
juta setiap pesawatnya. Dulu Carter menolak program B-1 itu.
Untuk menandingi tank utama Soviet T-64 dan T-72, Reagan sudah
memutuskan membeli 1.289 tank M-1 Abrams, yang berharga US$ 2,5
juta setiap tanknya dalam jangka dua tahun. Dengan meningkatkan
anggaran militer tersebut Reagan juga berharap mendorong
pertumbuhan industri Amerika supaya roda ekonominya bangkit dari
resesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini