Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Buru Mereka Tenggelam

Kapal Giliwangi Jaya tenggelam dalam pelayaran dari Wanci, kab. Buton, menuju Ambon. Baru 16 orang yang diketahui selamat. Tidak punya alat navigasi, kecuali kompas.

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGKAI kapal Gili Wangi Jaya akhirnya ditemukan terapung 15 Agustus lalu. Kapal layar yang dilengkapi mesin 45 PK itu tenggelam 5 Agustus dalam pelayaran dari Wanci (kota kecamatan di Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara) menuju Ambon. Baru 16 orang, tiga di antaranya awak kapal, yang diketahui selamat. Berapa jumlah seluruh penumpang sulit diketahui. Berita pertama menyebutkan sekitar 200 orang, tapi menurut Supangkat SH, sekretaris Kanwil Perhubungan VI di Ujungpandang, jumlah penumpang sekitar 100 orang dengan sembilan awak kapal. Ini hasil dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap awak kapal yang selamat. Berita tenggelamnya kapal yang sarat penumpang itu baru diterima SAR Koordinator III Ujungpandang tanggal 11 Agustus, bersumber dari awak kapal yang selamat tadi. Gili Wangi Jaya (artinya: Pulau Wangi Jaya) sebagaimana umumnya kapal layar tidak punya alat navigasi kecuali kompas. "Paling-paling hanya ada dua rakit dan lampu teplok," ujar Muh. Nur, juragan kapal sejenis dari Pulau Kapotta di seberang Wanci. "Kalau ada badai cukup dihadapi dengan jalan menurunkan layar," tambahnya. Kepulauan Tukang Besi di ujung tenggara Sulawesi Tenggara ini memang banyak memiliki kapal layar. Penduduknya tergolong padat dan suka merantau. "Banyak yang bertani cengkih di Maluku," ujar Muh. Nur. Para penumpang Gili Wangi tersebut diperkirakan juga para pekerja kebun cengkih yang hendak kembali ke Ambon setelah lebaran di kampung halaman. Pelayaran itu biasanya memerlukan waktu tiga hari. Tapi baru dua hari meninggalkan Wanci, badai besar menyerang dan menurut awak kapal, Gili Wangi langsung miring lalu tenggelam. Laut antara Sulawesi dan Maluku memang dikenal ganas pada bulan-bulan Juli-Agustus-September. "Apalagi dekat Pulau Buru," ujar M. Nur yang sudah berkali-kali berlayar ke Ambon. Jumlah angkutan laut di kawasan itu memang dikenal sangat minim. Ada kapal perintis di Sulawesi Tenggara tapi tidak mencukupi dan hanya menghubungkan antara kota-kota tertentu. Memang tidak ada komoditi yang bisa diangkut dari Kepulauan Tukang Besi. "Penumpang selalu luber. Tidak tertampung semua," ujar salah seorang pejabat Pelni di Ujungpandang. "Jumlah muatan barang sangat sedikit sehingga kapal-kapal perintis itu selalu rugi," tambahnya. Tak Terkontrol Kekurangan kapal itu menyebabkan kapal layar seperti Gili Wangi Jaya - panjang 14 meter dan lebar hanya 4,5 meter -- dijejali sampai 100 orang lebih. "Padahal mestinya hanya cukup untuh 50 orang," ujar Nur. Pengisian penumpang ini tidak terkontrol lagi lantaran hanya di Bau-bau (ibukota Kabupaten Buton) ada kantor Syahbandar. Di beberapa pulau, seperti dikatakan Supangkat, ada seorang Pengawas Bandar. Pengawas inilah yang seharusnya memberi izin berlayar dan dispensasi jumlah penumpang. Tapi seperti dikatakan M. Nur, berapa banyak penumpang yang akan dibawa terserah pada nakoda. "Sebelum berlayar biasanya minta pas jalan dulu pada lurah. Tidak ada surat-surat lainnya lagi. Dan penumpang juga tidak dibuatkan daftar," ujar Nur. Agak disayangkan memang berita kecelakaan itu terlambat sekali sehingga operasi pertolongan tidak menemukan apa-apa lagi kecuali bangkai kapal kayu milik La Marasela dengan nakoda La Masale tadi yang tak diketahui nasibnya. Padahal, berbeda dengan peristiwa KM Tampomas II tempo hari, tiga kapal perang ikut dikerahkan dari pangkalannya di Surabaya, sekalipun hasilnya nihil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus