Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pers tanpa bredel

Muangthai secara resmi membolehkan kebebasan pers. dekrit 42 dicabut. persatuan wartawan nasional muangthai menginginkan kebebasan pers secara penuh. pm chatichai choonhavan berjanji menarik ruu pers.

24 November 1990 | 00.00 WIB

Pers tanpa bredel
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MUANGTHAI ternyata lebih berani melepas kendali untuk pers. Negara itu, untuk pertama kali sejak 1976, secara resmi membolehkan kebebasan pers. Ini diumumkan Ahad lalu dengan penghapusan "Dekrit 42", yang selama ini membatasi ruang gerak kalangan pers dalam menyebarkan berita. Pencabutan Dekrit 42, yang mengatur pembentukan perusahaan pers menyensor isi berita dan membredel media massa, merupakan tonggak baru bagi sejarah pers di Negeri Gajah itu. Pembatalan peraturan yang membatasi kebebasan pers itu tertuang dalam suatu peraturan pelaksanaan yang diteken bersama oleh Raja Bhumibol Aduljadej dan PM Chatichai Choonhavan sendiri. Setelah Dekrit 42 tak ada, pers Thai tinggal diikat Undang-Undang Pers dan Publikasi 1941, yang juga dituntut oleh para wartawan agar dicabut saja. Dekrit 42 lahir 21 Oktober 1976. Perangkat yang mengekang pers ini dibuat oleh penguasa militer ketika itu, setelah terjadi kudeta berdarah menggulingkan Seni Pramoj. Selama 14 tahun, peraturan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjaga keamanan nasional dan ketertiban masyarakat itu telah minta beberapa korban pembredelan. Terakhir, Februari lalu, koran Naew Na dibredel karena memberitakan pembunuhan diplomat Arab Saudi di Bangkok. Kepala polisi yang menutup koran itu punya alasan, berita utama yang disiarkan Naew Na dinilai bisa merusak hubungan diplomatik kedua negara. Dengan senjata Dekrit 42 -- atas pertimbangan membahayakan keamanan nasional -- lima pejabat pemerintah diberi wewenang untuk menutup koran atau menahan yang terlibat dalam pemberitaan. Kelima pejabat itu adalah menteri dalam negeri, menteri hankam, dan tiga pejabat departemen kepolisian. Setelah Dekrit 42 dicabut, koran hanya bisa dibredel lewat keputusan pengadilan. Pencabutan pembatasan kebebasan pers ini tentu saja disambut Persatuan Wartawan Nasional Muangthai. "Ini merupakan kemenangan awal dari perjuangan demi kebebasan informasi," kata Faisal Sricharatchacya, redaktur harian Bangkok ost, kepada TEMPO. Proses sebelum senjata pemerintah bagi pers itu dicabut cukup panjang. Setelah Chatichai Choonhavan diangkat menjadi perdana menteri dua tahun lalu, ia menjanjikan berbagai angin kebebasan, termasuk kebebasan pers. Setelah setahun tak ada kabar, Mei lalu sekitar 500 penerbit, redaktur, dan wartawan dari seluruh Muangthai berkumpul di Bangkok. Mereka menuntut pencabutan Dekrit 42. Kampanye penghapusan Dekrit 42 ada di mana-mana. Belum lagi tuntutan mereka ditanggapi, Menteri Dalam Negeri Banharn Silpacha mengajukan rancangan undang-undang mengenai pers ke parlemen. Isinya, konon, jauh lebih keras dari Dekrit 42. "Buat apa ada undang-undang baru?" kata Manich Sooksomchitra dari harian Thai Rath dan bekas ketua Konfederasi Wartawan ASEAN. "Percuma saja kalau satu dicabut, satu lagi muncul." PM Chatichai, dalam pengumumannya, menjanjikan akan menarik rancangan undang-undang tentang pers itu. "Tapi itu baru bisa dilakukan setelah parlemen bersidang lagi April depan," katanya. Namun, kebebasan yang diberikan kepada pers Muangthai dianggap kalangan pers belum penuh benar. Masih ada Undang-Undang Pers dan Publikasi 1941 yang membatasi hak mereka menyiarkan informasi kepada masyarakat. "Langkah selanjutnya, sesuai dengan kebebasan politik dan ekonomi, kami juga ingin memperoleh kebebasan pers yang penuh," kata Faisal. Targetnya tinggal penghapusan undang-undang yang dianggap sudah kuno itu. Agaknya Chatichai, yang pamornya mulai suram belakangan ini, memerlukan simpati masyarakat dengan memberikan berbagai kebebasan. "Dalam masyarakat demokrasi, harus ada kebebasan di semua bidang," kata Palton Sunthorn, ketua Organisasi Wartawan Muangthai. "Kami ingin bekerja tanpa ancaman sanksi," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus