KEPALA negara wanita tambah satu lagi di dunia. Mary Robinson, Jumat dua pekan lalu, terpilih sebagai presiden Irlandia. Inilah kali pertama di negeri tetangga Inggris itu, jabatan bergengsi ini dimenangkan kaum hawa. Walau jabatan kepala negara di negeri berpenduduk 3 ,5 juta jiwa ini cuma seremonial dan diharuskan berdiri di atas semua partai politik, kemenangan Nyonya Robinson dinilai akan berpengaruh besar dan bakal mengubah peta kekuatan politik di Irlandia. Diduga, penampilan Nyonya Robinson bakal berpengaruh pada perang antaragama yang. sudah bertahun-tahun berkecamuk di Irlandia Utara. Nyonya Robinson, sarjana hukum dengan reputasi internasional, didukung kelompokkelompok kubu kiri saat mengalahkan Brian Benihan, kandidat presiden dari Partai Fiana Fail yang berkuasa. Baru kali ini kursi presiden tidak diduduki wakil Partai Fiana Fail. Benihan dengan partainya - koalisi Sayap -Kanan, Tengah, dan Kiri, yang sudah beberapa dekade berkuasa - adalah pengemban sistem politik gaya lama Irlandia yang konservatif. Selama ini Irlandia dikenal sebagai negeri Katolik dan konservatif bergaya kaku. Kemenangan Nyonya Robinson bisa dinilai sebagai cermin sikap angkatan muda yang ingin lebih liberal, terbuka, dan pluralistis. "Ia memberi harapan bahwa Trlandia siap berubah," tulis koran The London Times. Bukan cuma surat kabar Inggris, tetapi harian Irlandia The Irish Times Herald pun menyambut gembira kemenangan ibu tiga anak itu. Dengan menyetel keras-keras lagu Mrs. Robinson -- lagu Simon and Garfunkel yang jadi hit tahun 1968 - tur kampanye selama enam bulan ke seantero Irlandia presiden baru itu lantas dikenal luas. Sebelumnya, Nyonya Robinson tersohor sebagai pejuang hak-hak wanita dan pembela gerakan hak asasi manusia. Juga perjuangannya untuk liberalisasi UU Irlandia, yang dikenal paling kolot di antara negara-negara Masyarakat Eropa. Negara itu masih saja mengharamkan pengguguran kandungan, perceraian, pemakaian alat kontrasepsi, dan homoseksual. Nyonya Robinson adalah presiden yang beragama Katolik. Suaminya seorang Kristen Protestan. Telah lama tokoh wanita ini menaruh simpati pada masyarakat Protestan di Irlandia Utara. Nyonya Robinson, tahun 1985, keluar dari Partai Buruh Irlandia. Ini merupakan protes atas perjanjian Inggris-Irlandia, yang sepakat memberi pemerintah Dublin hak memberikan nasihat atas jalannya pemerintahan sehari-hari di Irlandia Utara. Menurut Nyonya Robinson, kesepakatan seperti itu tak adil. Tak sedikit penduduk Irlandia Utara yang t~etap menginginkan berada di bawah pemerintahan Inggris. Namun, tak lama setelah terpilih, sang presiden baru segera mengulurkan persahabatan pada kedua pihak yang bertikai di Irlandia Utara. Selama ini hubungan antara pemerintah Dublin dan London tak begitu mulus. Khususnya mengenai masalah Tentara Rakyat Irlandia (IRA), yang melakukan aksi teror di Irlandia Utara melawan pasukan Inggris di sana. Tahun 1988, hubungan kedua negara tegang. Pihak Irlandia menuding sistem peradilan Inggris yang memojokkan pihak IRA secara tidak layak. Sebelumnya, beberapa kali, pemerintah Dublin menolak mengekstradisi tertuduh pelaku teror IRA yang bersembunyi di Irlandia. Nyonya Robinson menyamakan kemenangannya dengan runtuhnya tembok Berlin di Jerman. "Tembok semacam itu sudah runtuh bagi politik gaya lama Irlandia," katanya. FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini