Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Persahabatan dan konflik dua ...

Persahabatan & permusuhan cina-soviet lahir hampir berbarengan. sekilas perjalanan sejarah hubungan soviet-cina. keduanya pernah berperang. hubungan dagang dibuka, perundingan soal perbatasan dicairkan.

20 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAHABATAN dan permusuhan Cina-Soviet lahir hampir berbarengan. Uni Sovietlah negara pertama yang mengakui Cina ketika Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina, 1 Oktober 1949. Hampir 30 tahun sebelumnya, Moskowlah yang mendorong berdirinya Partai Komunis Cina, 1 Juli 1949. PKC terbentuk berkat dorongan Comintern, organisasi yang dibentuk dan dipimpin oleh Soviet untuk menyebarluaskan komunisme ke seluruh dunia. Tapi hampir bersamaan dengan berdirinya PKC, untuk pertama kalinya timbul ketakpuasan Cina terhadap Soviet. Stalin waktu itu mendesak agar PKC memusatkan perjuangan di kota dan menyandarkan diri pada kekuatan kaum buruh sebagai "sokoguru" revolusi. Padahal, menurut persepsi Mao, untuk mendirikan negara dan masyarakat sosialis, Cina mesti mengandalkan diri pada kaum tani dan memusatkan perjuangan di desa. Adalah Stalin juga yang menekan PKC agar bekerja sama dengan kaum nasionalis dalam mengalahkan kaum militeris pada 1924. Buntutnya adalah pembantaian anggota komunis Cina pada 1927, yang hampir memusnahkan PKC dari muka bumi. Baru delapan tahun kemudidn Mao, setelah mengalahkan lawan-lawan politiknya yang pro-Moskow dan menjadi pemimpin PKC, berhasil membebaskan diri dari pendiktean Stalin. Giliran Soviet yang kecewa. Konon, Stalin lalu mencap Mao ebagai "reformer agraria". Lebih keras lagi ia menyebut Ketua PKC itu dengan "komunis rades" -- artinya merah di kulit tapi putih di dalam. Itu soalnya bila pada saat perang saudara komunis nasionalis sedang hebat-hebatnya, 1945-1949, Uni Soviet tak membantu Mao. Tapi Stalin malah mengail di air keruh: menggunakan peluang itu untuk memperluas kekuasaannya di Manchuria. Bahkan ia tetap mengakui Chiang Kaishek dengan Kuomintangnya sebagai penguasa yang sah di Daratan Cina. SETELAH RRC berdiri, sekali lagi Mao harus dikecewakan oleh Stalin. Ceritanya, begitu perang usai, Mao menengok siapa lagi bila tak kepada -- sekutu ideologinya untuk meminta bantuan ekonomi. Suatu hari ia pun berangkat ke Uni Soviet -- satu-satunya negen asing yang pernah dlkunjunginya -- dengan naik kereta api. Ia berangkat pada awal Desember 1949, dan baru bisa kembali tiga bulan kemudian. Konon di Moskow, Mao, yang diperlakuan sebagai "saudara muda", harus menunggu-nunggu sebelum mendapatkan yang diinginkannya. Hasil kunjungan itu adalah Perjanjian Persahabatan, Persekutuan, dan Saling Membantu. Dalam perjanjian yang disepakati berlaku untuk 30 tahun itu disebutkan bahwa Cina akan memperoleh bantuan Soviet berupa pinjaman jangka panjang dengan syarat-syarat lunak sebesar US$ 300 juta. Tak lama setelah itu meletuslah Perang Korea, yang memaksa Cina terjun ke kancah pertempuran. Pihak Barat menghubungkan perjanjian persahabatan Beijing-Moskow dengan perang itu. Katanya, Stalin bersedia membantu pembangunan kembali Cina asalkan Mao mendukung dan membantu petualangan militer Soviet di Semenanjung Korea. Tapi ketika sang diktator meninggal dan segala tindakannya digugat oleh Nikita Khrushchev, Mao sangat terkejut dan marah. Bagi Mao, soalnya sederhana saja. Kalau segala yang dilakukan Stalin selama lebih dari 20 tahun salah, berarti pula seluruh kubu sosialis telah melakukan kesalahan. Sebagian ahli mengatakan, kemarahan Mao adalah atas alasan-alasan pribadi. Khrushchev, dalam pidato rahasia pada Kongres PKUS itu, menyerang pengkultusindividuan Stalin, yang nota bene juga dilakukan oleh Mao. Yang jelas, apakah itu soal pribadi atau bukan, Mao memang makin kecewa terhadap Soviet. Khrushchev menjalankan kebijaksanaan politik luar negeri baru yang disebut koeksistensi secara damai dengan Amerika. Ia juga memperkenalkan tesis baru dalam doktrin komunisme, yakni kemungkinan dicapainya sosialisme dengan jalan damai. Mao sudah telanjur yakin, komunisme hanya bisa dicapai dengan revolusi. Ia menuduh Khrushchev melakukan "revisionis" dan berkompromi terhadap imperialisme. Mao makin jengkel ketika Khrushchev mengejek Program Lompatan Jauh ke Muka -- dibanggakan Mao untuk menuju sosialisme yang khas Cina -- sebagai "kekiri-kirian" dan "avonturistisi". Menjelang 1960 pertentangan makin menjadi-jadi dan akhirnya Uni Soviet membatalkan semua bantuan ekonominya kepada Cina. Bahkan menarik kembali bantuan yang memungkinkan Cina mengembangkan senjata nuklir. Konflik makin terbuka setelah 1960. Terjadilah "perang editorial" antara Pravda dan Renmin Ribao, meliputi berbagai masalah: mulai dari ideologi, masalah perang dan damai, sampai pada kebijaksanaan dalam negeri. Ketika meletus sengketa perbatasan Cina-India, Soviet langsung memihak India. Adapun faktor yang menjadikan Moskow dan Beijing patah arang adalah kejadian pada 1963. Soviet bersama dengan AS dan negara-negara Barat lain menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan percobaan senjata nuklir di atmoster. Menurut kaca mata Cina, itulah persekongkolan untuk memonopoli senjata nuklir dan menghalangi negara-ncgara lain termasuk Cina untuk menguasai teknologi senjata maut itu. Sejak 1963 itu Cina mencap Soviet sebagai "revisionis". Setelah 1968 cap itu mendapat tambahan stempel baru: "sosial-imperialis". Yakni sesudah tank-tank Moskow menyerbu Cekoslovakia, dan meletus perang perbatasan Cina-Soviet di Manchuria. Pertentangan pun menjadi konflik militer regional yang mengancam perdamalan dunia. Keyakinan Cina akan ancaman militer Soviet menyebabkan Cina melakukan hal yang pernah dijalankan oleh Khrushchev: berbaikan dengan Amerika. Meninggalnya Mao dan naiknya kaum reformis (Deng Xiaoping dkk.) belum menjadikan konflik reda. Malahan Pendudukan Vietnam atas Kamboja pada 1978, yang disponsori Moskow, dan penyerbuan Soviet ke Afghanistan setahun kemudian makin menebalkan ketakutan Cina terhadap tetangga utara itu. Maka pada 1980 Cina turut memboikot Olimpiade di Moskow. Cina juga tak memperpanjang perjanjian persahabatan dengan Soviet yang masa berlakunya kebetulan berakhir pada tahun itu juga. Dunia memang tak abadi, juga di negeri komunis. Munculnya Mikhail Gorbachev sebagai pemimpin baru, Maret 1985, di Soviet, membuka kemungkinan pendekatan Moskow-Beijing. Gorby, yang kemudian menciptakan glasnost dan perestroika, tampaknya bukan pemimpin yang memusatkan segalanya pada ideologi. Maka, kedua raksasa merah pun mulai bertegur sapa. Bahkan dua bulan setelah itu kedua pemerintah telah menandatangani perjanjian dagang yang mencapai volume US$ 14 milyar. Tapi baru dua tahun kemudian sikap Cina benar-benar mencair. Dibukalah perundingan mengenai perbatasan. Disusul dengan pembicaraan mengenai Kamboja. Permusuhan makin pudar dengan kunjungan Menlu Qian Qichen ke Moskow, Desember 1988, dan Menlu Shevardnadze bertandang ke Beijing Februari yang lalu. Itulah saling kunjung pejabat tinggi Soviet-Cina setelah hampir 20 tahun. Hasil kunjung-mengunjung itu adalah pengumuman pertemuan puncak Sino-Soviet di Beijing, Mei 1989 -- dan memang terlaksana pekan ini. Tapi mengingat pengalaman Cina berhubungan dengan Uni Soviet, agaknya pihak Deng akan sangat berhati-hati agar sejarah tak berulang. Karena itulah Cina mengambil dasar lima asas hidup berdampingan secara damai dalam menghadapi ofensif Soviet. Artinya, buat Cina, hubungan dengan Soviet bukan lagi sesuatu yang Istimewa. A. Dahana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum