Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pertempuran Tak Berdarah di Medan Maya

Awalnya saling sorong informasi dan data versi masing-masing. Berkembang pesat menjadi saling serang dan saling retas.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa pekan lalu, bila membuka akun Facebook restoran makanan khas Italia di Israel, Domino, orang tak akan menemukan gambar menu yang menggoda selera. Yang disodorkan justru tulisan: "Hari ini akan ada serangan ke jantung Israel, Tel Aviv, Haifa, Yerusalem, Ashkelon, Ashdod… dengan lebih dari 2.000 roket. Serangan akan dimulai pukul 7. Hitung mundur untuk akhir Israel…. Bersiap-siaplah!"

Setelah Domino berhasil mengambil alih kembali akunnya, sebuah respons menjawab. Ada gambar pria dengan penutup muka dan ikat kepala warna hijau, yang merupakan ciri khas Hamas, organisasi dan partai pemenang pemilihan umum di Gaza pada 2007, yang dianggap sebagai kelompok teroris. Tulisannya: "Kalian tidak bisa mengalahkan hasrat orang Israel mendapatkan pizza."

Tak berhenti di situ, pasukan cyber Israel juga melumpuhkan sejumlah situs Hamas selama berjam-jam, termasuk situs-situs pemerintah Palestina.

Bahkan sebagian dibajak dengan memasang tulisan atau gambar yang menjelek-jelekkan Hamas dan para pemimpinnya. Seperti yang ditemukan pada laman Shehab milik Hamas yang memunculkan berita utama yang anti-Hamas pada pertengahan Juli. Di situ dicantumkan tautan ke klip televisi Mesir yang mengkritik pemimpin Hamas, Khaled Mashal, yang tinggal di hotel mewah di Turki saat rakyat Palestina sedang dibunuhi.

Akun Facebook milik Hamas dan Jihad Islam, kelompok perlawanan Palestina lain, juga ditutup setelah "tentara" maya Israel melaporkan ke Facebook atas postingan yang mengundang kekerasan. "Saya terkejut, mesin Zuckerberg bertindak cepat. Dalam 24 jam, halaman mereka ditutup," tulis Uri Perednik, yang melaporkan halaman Hamas.

Pertempuran antara Palestina, terutama Hamas, dan Israel memang tak hanya berdarah-darah di medan perang fisik. Serangan udara Israel tak henti mengguncang Jalur Gaza. Roket sayap militer Hamas, Brigade Izz ad-Din al-Qassam, di lain pihak, juga terus menyasar Israel. Telah lebih dari 600 warga Gaza tewas selama dua pekan sejak Operasi Perisai Pelindung Israel dimulai pada 8 Juli lalu. Dari angka itu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, 74 persen adalah warga sipil. Di pihak Israel, 30-an tentara tewas.

Perang telah meluas ke medan maya dan melibatkan petempur yang lebih luas, tak hanya dari Gaza, Tepi Barat, atau Israel. Situasi saat ini seperti mengulang perang dunia maya saat Israel menggelar Operasi Pilar Pertahanan pada November 2012.

Pada awal operasi, medan perang di dunia maya kebanyakan berupa perang informasi di berbagai jejaring sosial, seperti Twitter, Facebook, dan YouTube. Niatnya: merebut simpati dunia.

Misalnya yang dilakukan Israel. Sejak menggelar serangan ke Gaza dalam rangkaian Operasi Perisai Pelindung, Angkatan Bersenjata Israel (IDF) tak henti bercuit di akun Twitternya. Mereka memberikan informasi terbaru versi mereka. Misalnya: "Iron Dome (sistem pencegat roket berdaya jelajah pendek) baru saja menjatuhkan tujuh roket di atas Ashkelon".

Mereka juga rutin melaporkan apa yang disebut "Anti-Roket", informasi jumlah roket yang ditembakkan sejak operasi ke Gaza dimulai.

Selain itu, Israel memberikan argumentasi serangan ke Gaza. Dalam sebuah cuit­an, militer Israel menyodorkan pertanyaan hipotesis yang menyertai grafis mereka. Misalnya ada pertanyaan: bayangkan jika Hamas hidup di negara mereka dan menembaki roket ke daerah mereka. Kemudian disertai peta Jalur Gaza di peta negara mereka, seperti Amerika atau Inggris. Ini memberi gambaran bagaimana ancaman benar-benar di muka mereka.

Di sisi lain, Hamas dan para pendukungnya melakukan hal yang sama. Akun Twitter Brigade Al-Qassam terus mengabarkan informasi terbaru korban serangan udara Israel, juga serangan darat yang dilakukan belakangan.

Menggunakan hashtag #GazaUnderAttack, #Gaza, #StopIsrael, dan #PrayForGaza, mereka menyodorkan argumen serangan roket ke Israel. Dalam sebuah cuitan, mereka menyatakan korban rakyat Palestina bukan sekadar angka. Selain itu, mereka terus mengabarkan serangan roket yang mereka lakukan ke kawasan Israel.

Kedua pihak juga memasang foto dan video yang menggambarkan korban dan kerusakan masing-masing. Hamas cenderung memasang foto anak-anak korban serangan Israel pada akun Twitter atau Facebook mereka.

Sedangkan Israel banyak memasang foto rakyatnya yang berlarian menghindari roket Al-Qassam menuju tempat perlindungan. Sebuah video yang dipasang IDF di YouTube berjudul "15 Detik: Tidak Cukup Waktu", misalnya. Video ini membandingkan waktu yang diperlukan atlet untuk lari mengelilingi jalur lari dengan waktu yang harus ditempuh rakyat Israel agar selamat dari gempuran roket. Keterangan fotonya: "Saat roket menyerang, warga Israel di dekat Gaza hanya punya waktu 15 detik untuk mencapai tempat perlindungan. Bahkan orang tercepat di dunia pun tidak akan bisa tepat waktu."

Menurut profesor komunikasi Central European University dan University of Washington, Philip Howard, Hamas dan IDF sama-sama tahu betul bahwa mereka memiliki audiens yang sangat besar. Pengikut mereka berserakan di segala penjuru dunia, terutama jurnalis. "Mereka tahu betul bahwa cuitan mereka bisa membantu pemberitaan tentang mereka," katanya.

Pertempuran cepat berkembang menjadi saling retas yang sedikit membabi-buta. Jumlah serangan maya ini bertambah menjadi sepuluh kali lipat dari biasanya.

Salah satu contoh, peretasan akun Twitter juru bicara Angkatan Bersenjata Israel, @IDFSpokesperson beberapa pekan lalu. "#Peringatan: Kemungkinan terjadi kebocoran nuklir setelah dua roket menghantam fasilitas nuklir Dimona". Setelah diselidiki, ternyata pelakunya adalah Tentara Elektronik Suriah yang pro-Bashar al-Assad.

Ancaman dan peringatan memang kerap menjadi "menu" dalam perang dunia maya ini. Di antaranya serangan Hamas pada situs stasiun televisi berlangganan Channel 10 pada 14 Juli lalu. Hamas menaruh pesan berbahasa Ibrani yang ditujukan kepada ibu-ibu Israel: mereka memanggil pulang anak-anaknya dari dinas militer atau terpaksa akan menyaksikan anaknya mati atau tertangkap.

Angkatan Bersenjata Israel melakukan hal yang sama. Salah satu cuitan peringatan mereka: "Memperingatkan warga sipil, serangan segera terjadi. IDF menjatuhkan selebaran, menelepon, dan mengirim pesan pendek. Berapa banyak militer yang melakukan hal itu?"

Pesan pendek telepon seluler ikut menjadi senjata dalam pertempuran. Pertengahan Juli lalu, pesan dari Brigade Al-Qassam yang menyebabkan kepanikan menyebar lewat pesan pendek ke banyak orang Israel. "Dengan cepat, kami serang setiap bagian Israel, dari Dimona hingga Haifa, dan memaksa kalian bersembunyi di tempat-tempat perlindungan seperti tikus".

Israel juga menggunakan senjata pesan pendek dan sambungan telepon untuk pemberitahuan penyerangan ke warga Gaza. "Sejak beberapa hari dari serangan pertama, Israel memberi tahu lebih dulu sebelum menjatuhkan rudal ke rumah warga Gaza," kata relawan MER-C, Muqorobin al-Fikri.

l l l

Di sebuah laboratorium komputer di Pusat Interdisiplin Herzliya, universitas swasta di Tel Aviv, sekitar 400 mahasiswa sibuk di depan komputer. Mereka mengerjakan proyek "Israel Under Fire (Israel Diserang)".

Merekalah "tentara" Israel dalam perang di dunia maya. "Kampus menyediakan laboratorium komputer untuk kami bekerja, dari pukul 9 pagi hingga 8 malam," kata seorang mahasiswa bernama Igal Raich. Mereka merupakan bagian dari program Pasukan Elite Israel yang bertanggung jawab atas perang dunia maya, termasuk meretas situs Hamas dan pemerintah Palestina.

Tentara mahasiswa dibagi dalam beberapa divisi. Ada divisi yang menerjemahkan pesan dari bahasa Ibrani ke 30 bahasa, ada juga divisi yang menyebarkan gambar dan grafis lewat Facebook dan Twitter. "Mereka sangat ahli," kata Raich. Intinya: mereka harus menunjukkan bahwa Israel memiliki hak membela diri.

Tentara relawan ini berkolaborasi dengan kantor perdana menteri, menteri luar negeri, dan angkatan bersenjata. "Kami terus mendapatkan informasi terbaru dari kantor perdana menteri, menteri luar negeri, karena mereka tahu kami berhasil," ujar Raich.

Pasukan pihak Palestina tak seteratur lawannya itu. Hamas banyak mengerahkan pasukan "terbuka". Selain orang-orang me­­reka sendiri, Hamas dan Jihad Islam, banyak "petempur" militan tersebar di berbagai penjuru dunia. Bukan hanya orang Palestina di diaspora, melainkan juga warga dunia yang tak setuju pada agresi Israel.

Selain itu, Hamas mengerahkan warga sipil Gaza. Mereka diberi petunjuk tertulis penggunaan media sosial. Misalnya masyarakat diminta tidak memasang foto serangan roket atau rudal ke Gaza. Juga direkomendasikan selalu menggunakan kata-kata "warga sipil tak berdosa" ketika menuliskan korban serangan Israel. "Tak ada salahnya mempublikasikan foto korban luka," tulis Hamas.

Meski tak seteratur Israel, dampak yang ditimbulkan oleh Hamas dan pendukung Palestina lebih besar. Menurut data yang dikumpulkan Brandwatch, perusahaan teknologi yang menelusuri diskusi di media sosial, hashtag #IsraelUnderFire digunakan lebih dari 36.200 cuitan dan 660 postingan Facebook dalam sepekan pada pertengahan Juli lalu.

Sementara itu, catatan di media sosial yang lebih simpatik ke Palestina menggunakan hashtag #GazaUnderAttack dan #FreePalestina lebih banyak. Menurut ­James Lovejoy, peneliti Brandwatch, sejak 7 Juli lalu, #GazaUnderAttack digunakan 622 ribu kali. Sedangkan #FreePalestina lebih dari 220 ribu. Kalah dalam pertempuran fisik, Gaza menang dalam pertempuran global dunia maya.

Purwani Diyah Prabandari (BBC, The Washington Post, Electronic Intifada, SMH)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus