Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pilihan jatuh pada sipil

Maung maung, eks jaksa agung burma, ditunjuk komite sentral partai progresif sosialis burma (ppsb) sebagai ketua ppsb dan presiden burma. ia menggantikan sein lwin yang mundur akibat tekanan demonstrasi.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM tempo kurang dari sebulan, sudah tiga kali Burma berganti pimpinan. Tepat sepekan setelah Brigadir Jenderal Sein Lwin mundur akibat tekanan gelombang demonstrasi, Maung Maung naik ke pucuk pimpinan. Bekas jaksa agung Burma ini ditunjuk oleh Komite Sentral Partai Progresif Sosialis Burma (PPSB), Jumat pekan lalu, menduduki dua pos paling bergengsi: ketua PPSB dan presiden Burma. Inilah kali pertama seorang sipil mengepalai PPSB, partai tunggal di Negeri Seribu Pagoda itu. Penunjukan Maung Maung, 63 tahun, diduga merupakan upaya meredam aksi protes berdarah yang menelan 1.500 jiwa dalam tempo lima hari. "Maung Maung memang tokoh yang paling bisa diterima berbagai pihak saat ini. Tapi penunjukan dirinya itu bisa jadi masih kurang memuaskan para pengunjuk rasa," kata seorang pengamat di Rangoon tentang pendukung setia Ne Win itu. Dugaan itu ada benarnya. Tak lama setelah pengangkatan presiden baru itu disiarkan Radio Rangoon, para pentolan mahasiswa dan biksu yang memotori aksi antipemerintah lalu kembali mengajak masyarakat melakukan mogok secara nasional awal pekan ini. Ajakan itu cukup bersambut. Ada sekitar 10.000 orang melakukan unjuk rasa secara tertib pada Senin siang. Mereka terdiri atas para mahasiswa dan wakil kelompok profesional -- pengacara, dokter, dan petugas pemadam kebakaran -- pun secara bergantian berpidato di tengah massa yang berkumpul di muka Rumah Sakit Pusat Rangoon. Aksi itu sejauh ini tak diganggu militer. Aksi protes kali ini mereka tujukan untuk mengakhiri sistem politik satu partai. Sejak naik takhta, Maung Maung tak sekali pun menyebut keinginan untuk sistem satu partai yang sudah berjalan seperempat abad lebih itu. Meski keadaan di Rangoon mulai tenang tentara masih saja menyebar di segenap pelosok ibu kota. Barikade-barikade masih terpasang di jalan-jalan utama Rangoon. Hubungan telepon ke berbagai kota, menutut sumber-sumber diplomatik, masih diputus pemerintah. Pemerintah masih khawatir massa akan turun lagi ke jalan. Apalagi, pekan lalu, para dokter dan pengacara sudah menyiarkan tuntutan pembebasan semua tahanan politik. Tak cuma itu yang mencemaskan pemerintah. Tembok-tembok di seputar Rangoon kini dipenuhi ribuan poster informasi yang tak mungkin dimuat dalam surat kabar resmi, seperti laporan tentang aksi unjuk rasa dan gelombang penangkapan baru. "Setiap orang membaca poster-poster itu," kata seorang diplomat asing di Rangoon. Mungkinkah Maung Maung mengendalikan keadaan di Burma? Atau ia akan mengalami nasib seperti Sein Lwin? Maung Maung dalam pidato pengangkatannya memang mencoba menunjukkan sikap lunak terhadap demonstran. "Api amarah dapat dipadamkan dengan air sejuk berisi cinta dan kesabaran," katanya. Maung Maung memang lebih didengar demonstran ketimbang Sein Lwin. Soalnya, "tangan Maun Maung bersih" dari noda penindasan terhadap pengunjuk rasa. Masalahnya: sampai berapa jauh Maung Maung melaksanakan perubahan seperti dituntut massa. Yang pasti, usul Ne Win tentang penyelenggaraan referendum untuk sistem multipartai yang ditolak PPSB bulan lalu tak pernah lagi disinggung-singgung penguasa. Tak Jelas, langkah apa yang akan diambil Rangoon untuk tuntutan perubahan sistem satu partai tersebut. Yang jelas sudah banyak perubahan dan perbaikan dilakukan pemerintah hari-hari belakangan ini. Terakhir, bersamaan dengan pengangkatan Maung Maung, diumumkan "perbaikan dalam bidang media" bahwa swasta bakal diperkenankan lagi menerbitkan koran dan majalah. Tentang perbaikan dalam sektor ekonomi diperkirakan Maung Maung akan melanjutkan beleid Sein Lwin. Siapakah sesungguhnya tokoh baru yang menyandang beban berat itu? Seperti halnya pentolan PPSB lain, Maung Maung merupakan salah satu anggota gerakan kemerdekaan Burma pada tahun 1940-an. Tapi karier militernya berhenti setelah kemerdekaan Burma 1948: ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan hukum di Inggris. Lulus mudah di Inggris, Maung Maung meneruskan kuliahnya di Universitas Utrecht, Belanda, dan berhasil mendapat gelar doktor. Dari 1958 sampai 1962 Maung Maung menjabat asisten jaksa agung Burma. Lalu datang tawaran mengajar dari Universitas Yale, dan Maung Maung mengisi pos guru besar hukum di universitas beken itu. Tahun 1964, ia sudah balik kampung lagi, dan diangkat sebagai menteri kehakiman oleh Ne Win. Pos itu ditempatinya hingga 1970. Selang empat tahun kemudian ahli hukum ini membantu pemerintahan Ne Win menyusun undang-undang dasar baru Burma. Tahun 1975, tokoh sipil ini diangkat menjadi anggota Dewan Negara. Tahun berikutnya, Maung Maung sudah menduduki urutan kelima dalam hierarki PPSB. Pada 1985, Maung Maung mengundurkan diri dari Komite Sentral Eksekutif. Baru setelah Ne Win turun panggung, akhir Juli lalu, Maung Maung kembali ke Komite Sentral Eksekutif, dan segera ditunjuk Sein Lwin sebagai jaksa agung. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus