SERANGAN udara Israel atas reaktor nuklir Irak, 7 Juni 1981, membuat "bom Islam" pertama gagal Lahir dari tanah Arab. Sejak itu perhatian dan kecurigaan dunia beralih ke Pakistan sebagai negara Islam berikut yang punya kemampuan membuat bom nuklir. Sebenarnya, maksud Pakistan menjadi anggota klub negara-negara nuklir bukan semata dilandasi ambisi menjadi negara Islam pertama yang memproduksi senjata dahsyat itu. Tapi lebih didorong oleh keinginan mengimbangi India, musuh dan tetangga Pakistan yang utama, yang telah lama memilikinya. Pada 1974, India telah melakukan percobaan peledakan bom nuklir, yang mereka sebut "senjata nuklir buat maksud damai". Kecurigaan terhadap Pakistan makin besar ketika terungkap bahwa negara itu memiliki dan memelihara fasilitas penelitian nuklir di kota kecil Kahuta. Sampai awal tahun silam Pakistan tetap membantah sedang berusaha mengembangkan bom hebat itu. Maret 1987, Presiden Zia mengakui secara terbuka negaranya sedang melakukan riset untuk mengembangkan sebuah bom nuklir. "Sekarang Anda boleh menulis bahwa Pakistan bisa membuat sebuah bom nuklir apabila kami mau. Apa susahnya membuat bom semacam itu? Begitu kami menguasai teknologinya, dengan mudah saja kami bisa membuatnya," katanya kepada wartawan majalah Time, Ross H. Munro. Zia menambahkan bahwa Pakistan sudah menguasai teknologi tersebut. Selang empat bulan kemudian, Abdel Qader Khan, penanggung jawab proyek nuklir Pakistan, sesumbar kepada koran Inggris, The Observer, kalaupun negara-negara Barat melakukan embargo atau restriksi terhadap Pakistan, ia bisa saja memperoleh komponen dan materi-materi buat membuat bom dari perusahaan-perusahaan Barat. "Kami bisa membeli apa saja sebelum Khan memberi keterangan itu sehubungan dengan pengusutan Amerika terhadap Arshad Perpez, seorang keturunan Pakistan berkewarganegaraan Kanada, yang ditangkap ketika berusaha mengirimkan 25 ton logam campuran khusus ke Pakistan, Juli 1987. Logam tersebut sangat vital dalam pemrosesan uranium sebagai bahan peledak untuk bom nuklir. Seiring dengan penangkapan Perpez, Kejaksaan Agung Amerika Serikat juga mendakwa Inam ul-Haq, seorang pensiunan tentara yang tinggal di Lahore, sebagai orang yang berkomplot dengan Perpez untuk mengekspor barang strategis itu secara tak sah ke luar Amerika. Gara-gara soal bom itulah hubungan Pakistan dengan Amerika terganggu. Kecurigaan Amerika berlanjut dengan kedatangan wakil menteri luar negeri untuk urusan politik Amerika, Michel Armacost, ke Pakistan tak lama setelah insiden Perpez. Ia membawa peringatan keras dari pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Isi peringatan keras itu: Pakistan mesti mengizinkan suatu tim penyelidik untuk menentukan benar atau tidaknya sinyalemen bahwa negeri itu sedang mempersiapkan bom nuklir. Zia menolak tuntutan Amerika itu, walau dihubungkan dengan rencana bantuan militer Washington kepada lslamabad yang berjumlah sekitar US$ 540 juta. Ancaman Kongres Amerika untuk membatalkan bantuan militer itu tak membuat Zia bergeser dari pendiriannya. Bahkan seorang pemuka sayap kanan mengatakan, "Pakistan tak usah peduli dan tak usah menyerah atas tekanan Amerika. Kita mesti terus dengan program nuklir kita, walaupun ini berarti pemutusan semua bantuan Amerika." Ketegaran Zia mungkin juga didasari oleh letak Pakistan yang strategis dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan Amerika di Afghanistan. Kamp-kamp pengungsi Afghanistan di perbatasan Pakistan telah lama menjadi basis sekitar 100.000 Mujahidin dalam melakukan perlawanan terhadap pendudukan Uni Soviet. Pakistan adalah satu-satunya wilayah tempat bantuan senjata dan perbekalan kepada para pejuang Afghanistan disalurkan. Tapi pemerintahan Zia harus membayar mahal untuk peran perantara kepentingan Amerika di Afghanistan itu. Kota-kota Pakistan yang terletak di perbatasan selalu menjadi sasaran roket dan pengeboman pasukan Afghanistan yang dibantu Soviet. Sejak konflik meletus, ribuan warga Pakistan mati dan luka-luka akibat serangan Afghanistan. Karena itu, ancaman penghentian bantuan Amerika pun hanya sampai di Kongres. Kalau betul kematian Zia disebabkan oleh sabotase yang dilakukan oleh KGB, dinas rahasia Soviet, itu merupakan suatu harga yang dibayar mahal oleh seorang sekutu Amerika untuk berperan sebagai penyambung aspirasi strategis Negeri Paman Sam tersebut. Bagaimana nasib proyek nuklir Kahuta? Dengan atau tanpa Zia proyek ini tampaknya akan jalan terus. Ini berarti lahirnya bom nuklir pertama dari sebuah negara Islam makin dekat. Dan rivalitas Pakistan-India, yang menjadi ciri utama politik internasional di Asia Selatan, akan memasuki tahap nuklir. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini