DIA keturunan Cina, meskipun kulitnya hitam dan rambutnya
keriting. Maka banyak yang meragukan, dapatkah tokoh politik
yang bukan "Papua Nugini asli" ini tampil buka. Tapi
ternyata, dalam usianya yang baru akan 41 akhir Agustus nanti,
Julius Chan pekan lalu dapat juga jadi perdana menteri Papua
Nugini, untuk memimpin 3 juta rakyat, melalui satu proses
kemenangan yang tenang.
Dan negeri di sebelah Timur Irian Jaya itu -- yang baru merdeka
lima tahun --berhasil pula menunjukkan: bahwa di sana pergantian
kekuasaan dapat berlangsung secara gentleman. Michael Somare,
perdana menteri pertama yang memerintah sejak September 197 5,
mengaku kalah setelah ia dapat mosi tak percaya di parlemen.
Ucapannya, setelah 57 suara mengalahkan pendukungnya sebanyak 49
suara: "Saya bangga dapat berdiri di Parlemen ini seraya
mengucapkan bahwa saya akan turun sebagai perdana menteri
pertama."
Tepuk tangan pun hari itu gemuruh bagi yang kalah. Partai Pangu
pimpinan Somare dengan demikian akan berada di pihak oposisi,
dan Partai Kemajuan Rakyat (People's Progress Party, disingkat
PPP) ganti memimpin pemerintahan. Belum dapat dipastikan adakah
di masa depan stabilitas Papua Nugini (disingkat: PNG) akan
dapat terus seperti selama di bawah Somare -- yang berhasil
mempersatukan bangsa baru itu dari ancaman perpecahan suku. Tapi
setidaknya tradisi baik telah diletakkan tak perlu paksaan untuk
menjatuhkan tokoh seperti Somare.
Oleh-oleh
Julius Chan bukan orang yang sangat berbeda dari pendahulunya.
Ia bukan saja tokoh yang dihormati oleh hampir semua anggota
Parlemen yang berjumlah 109 itu, tapi orang yang jarang senyum
ini juga sahabat Somare sejak lama. Mereka biasa saling memberi
oleh-oleh setiap habis bepergian.
Mereka juga erat sebagai sekutu dalam masa persiapan kemerdekaan
antara tahun 1972-1975. PPP punya 4 kursi dalam kabinet 25
menteri yang dipimpin Somare. Julius kemudian jadi wakil PM
bulan Agustus 1977, setelah ia jadi Menteri Keuangan di tahun
1972.
Toh perbedaan tak dapat dihindarkan antara keduanya. Somare
sering dikecam karena ia jarang berkonsultasi dengan anggota
kabinetnya. Ia malah tahun lalu menimbulkan sengketa dengan
kekuasaan peradilan, hingga tiga hakim Mahkamah Agung
mengundurkan diri. Selama 18 bulan terakhir, Somare dapat
serangan gencar dari oposisi, dan November 1978 Julius Chan
terpaksa membawa PPP-nya ke luar kabinet.
Meskipun begitu, garis politik antara Julius Chan dengan Somare
tak banyak beda. Keduanya nasionalis yang menyetujui pembangunan
ekonomi berencana. Bedanya hanya: PPP lebih punya kaitan bisnis,
dan condong ke arah pertumbuhan ekonomi yang lebih bebas dari
campur tangan pemerintah.
Tak mengherankan bila konflik mulai meledak antara Partai Pangu
Somare dengan PPP ketika sang perdana menteri mencoba membatasi
kepentingan bisnis para menterinya, sebagai syarat kepemimpinan.
Meskipun Somare tak berhasil menggolkan pembatasan itu lewat
parlemen, PPP sudah telanjur jengkel.
Julius Chan sendiri tak nampak jengkel. Ia orang yang
berhati-hati. Ia juga tak mau melukai Somare. Namun ia memang
punya latarbelakang sendiri. Lahir di pulau kecil Tanga,
ayahnya-yang mengajar Julius bahasa Kanton -- punya pengelolaan
kopra kecil dan usaha penyewaan perahu. Ketika si ayah sakit di
tahun 1963, Julius mengambil alih usaha orangtuanya itu -- dan
membikinnya jadi besar.
Tapi perhatiannya lebih kepada politik. Di tahun 1970, semasa
berumur 31 tahun, ia membentuk PPP. Pemilu 1972 mengantarkannya
ke kabinet, dengan kemenangan 10 kursi dan kesediaan berkoalisi
dengan Somare. Ia memang tak pernah menyempitkan diri. Orang
Papua Nugini keturunan Cina ini di tahun 1966 menikah dengan
Stella Ahmet, gadis campuran juga, dan kini punya empat anak.
Nampaknya Papua Nugini bisa diharapkan selamat dengan tokoh
semacam itu, gentleman PNG yang telah dapat gelar Sir dari Ratu
Elizabeth.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini