Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Zia dan kacang itu

Berita mengenai komplotan yang gagal menggulingkan zia menjadi berita sensasional di barat. latar belakangnya: zia menolak tawaran bantuan as sebesar us$ 400 juta.

22 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Islamabad sendiri suasana cukup tenang, tidak ada berita yang mengejutkan. Tapi dunia di luar Pakistan sudah geger -- seolah ada percobaan menggulingkan Presiden Zia Ul-Haq. Sekelompok perwira tentara konon ditangkap karenanya. "Laporan yang sampai di Barat," demikian berbagai kantor-berita terutama dari London, New York dan Washington melansir cerita tentang percobaan kudeta yang gagal itu. Pihak resmi Pakistan pekan lalu membantahnya. Terlepas dari benar atau tidaknya berita itu, kebetulan Presiden Zia sedang tidak populer di dalam negerinya. Ia masih belum mau melepaskan Hukum Darurat yang berlaku sejak Juli 1977. Ia mempertahankan rezim militer, dan menunda pemilu yang dijanjikan sampai dua kali. Ia sewenang-wenang menahan orang tanpa diadili, seperti Ny. Bhutto, janda bekas PM yang sudah dihukum gantung, dan anaknya. Oposisi terhadap pemerintahannya agak mereda, mungkin terselubung, sebagai akibat intervensi militer Soviet di Afghanistan, yang mengalihkan perhatian rakyat Pakistan ke ancaman baru. Hingga Presiden Zia dapat kesempatan pula memainkan "kartu" baru terutama terhadap Amerika Serikat. Hubungan AS-Pakistan sudah lama tidak mesra. Padahal Pakistan pernah menjadi sekutu AS dalam Cento, suatu pakta militer. Bantuan AS tidak dapat diharapkannya ketika India menggasak dan mengalahkannya dalam perang 1965 dan 1971. Bahkan pemerintahan Carter terus-menerus menentang proyek nuklir Pakistan, sementara India sudah lebih maju dalam program nuklirnya. Kejengkelan Pakistan terhadap AS tampaknya menggunung. Ini pula gerangan yang memperlambat kedatangan pasukan keamanan Pakistan ketika para demonstran membakar gedung kedutaan besar AS di Islamabad tahun lalu. Namun Presiden Carter mengirim penasihatnya urusan Keamanan Nasional, zbigniew Brzezinski, ke Pakistan Januari lalu. Tujuannya ialah memperbaiki kembali hubungan kedua negara. Terutama karena intervensi Soviet di Afghanistan, AS menawarkan bantuan US$ 400 juta (Rp 250 milyar -- suatu paket berjangka 2 tahun untuk keperluan militer dan ekonomi. "Itu peanuts (kacang tanah)," sambut Presiden Zia. Ia menganggap tawaran AS itu tidak berarti apa-apa bagi keperluan Pakistan, jika dikehendaki untuk menghadapi ancaman Soviet. Pakistan tidak secara terbuka menyebut berapa jumlah yang diperlukannya, tapi lewat saluran tak resmi dikerahui ia menghendaki bantuan US$ 2 milyar (Rp 1250 milyar) dalam jangka 5 tahun. Selain untuk menghadapi ancaman dari perbatasan bagian barat, Pakistan juga mgin membangun persenjataannya yang sudah jauh kuno dibanding kepunyaan India. Menurut data yang tersiar, kekuatan India dan Pakistan ialah 4 banding 1 di darat dan 7 banding 1 di udara. Setelah Carter mengutus Clark Clifford ke New Delhi, apalagi setelah Menlu Soviet Andrei Gromyko berunding dengan PM Indira Gandhi, AS tidak mau mengambil risiko. Bila bantuannya terlalu besar pada Pakistan, pasti India khawatir dan marah. Sedang AS juga berkepentingan membina hubungan baik dengan India, yang sangat bersahabat dengan Soviet. Dalam percaturan ini, AS melihat India lebih penting ketimbang Pakistan, yang kebetulan selama ini sudah mendekatkan diri pada Cina, sahabat AS. Tapi kalau sekedar US$ 400 juta. kata Zia, "itu hanya akan mengundang amarah lebih besar'dari Uni Soviet, yang kini jauh lebih berpengaruh di kawasan ini ketimbang AS." Akhirnya Zia secara resmi menolak tawaran AS itu, 2 bulan setelah ia berunding dengan Brzezinski. Dan Gedung Putih kecewa, karena tidak bisa merebut hati Zia. Dengan latarbelakang ini tersiar berita sensasional mengenai adanya komplor yang gagal menggulingkan Zia. "Laporan yang sampai di Barat" itu menyebut komplot itu cenderung menerima tawaran paket US$ 400 juta dari AS. Ditimbulkannya kesan bahwa komplot itu pro-AS. Sedang Zia, tulis Washington Post sebelumnya, mungkin akan mencari "akomodasi dengan Uni Soviet" dan akan "meyakinkan lagi Moskow bahwa dia tidak menghimpun para pejuang Afghan." Tentara Soviet yang beroperasi di Afghanistan pekan lalu diberitakan "dalam jarak lemparan batu" -- bisa dilihat dari perbatasan Pakistan. Dan itu yang jelas bagi Zia akan menentukan sikapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus