Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Nkk, Pacar Dan Seks

Angket mahasiswa itb yang menyangkut soal kehidupan sehari-hari, kesulitan, biaya hidup sampai soal pacar. yang terakhir menyertakan pula tentang nkk dan bkk. (pdk)

22 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA para rektor -- dalam Rapat Kerja Rektor Universitas/Institut Negeri se-Indonesia, akhir Februari kemarin -- sepakat mengusulkan "penyempurnaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan sesuai dengan kepentingan setempat." Hanya saja seberapa jauh modifikasi BKK itu diperbolehkan, masih menunggu ketentuan Menteri P&K. Dalam masalah itu lagi-lagi seperti ada pihak yang ditinggalkan: mahasiswa. Sampai kini memang tidak tampak ada usaha untuk mengetahui bagaimana sebetulnya sikap mahasiswa secara keseluruhan. Bahkan dalam menyusun program dan sarana di universitas yang tentu saja sebagian besar menyangkut kepentingan mahasiswa -- belum ada tradisi di perguruan tinggi kita untuk melibatkan mahasiswa. Pentingnya melibatkan mahasiswa diakui oleh Pembantu Rektor III Universitas Gajah Mada Soepono -- meski UGM sendiri belum pernah melakukannya. Yang ada di UGM baru catatan latar belakang mahasiswa dan pengamatan kecenderungan di bidang ilmu di tiap fakultas. Demikian pula di Universitas Indonesia. Menurut Purek III UI dr. Dadang Hawari, baru merupakan "data umum." Tentang yang menyangkut masalah akademis, beberapa fakultas di UI pernah menyelenggarakan, misalnya untuk menyusun kurikulum. Tapi angket yang mendetil, sampai soal pacar dan seks, mlsalnya memang belum ada. Di Institut Teknologi Surabaya, angket tentang mahasiswa diselenggarakan sendiri oleh mahasiswa -- tahun-tahun 1972-75. Hasilnya, tahun 1975 dibangun asrama mahasiswa ITS di Baliwerti, Sukolilo dan di Jalan Airlangga," tur Anas Rosjidi, Ketua DM. Angket yang baru saja diadakan tentang NKK. Dari sekitar 4 ribu mahasiswa, 2 ribu lebih ikut mengisi angket soal setuju atau tidak isi pernyataan mahasiswa ITS yang hendak dibawa ke DPR. Hasilnya praktis para responden menyetujui pernyataan tak setuju NKK/BKK itu. Tapi pernyataan itu tak jadi dibawa ke Jakarta, keburu interpelasi sejumlah anggota DPR ditolak Sidang Paripurna. Itulah mengapa angket mahasiswa di Institut Teknologi Bandung menarik. Angket itu "menyangkut soal kehidupan sehari-hari, kesulitan, biaya hidup hobi sampai soal pacar dan penyakit mahasiswa," kata Dr. Ir. Harsono Taroepratjeka, Sekretaris III ITB merangkap Ketua Badan Masalah Kemahasiswaan (BMK). Itu dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan program dan sarana. Angket tersebut diadakan dua tahun sekali, pertama kali 1972. "Dulu ada anggapan bahwa mahasiswa ITB itu kaya-kaya. Setelah ada angket, terbukti tidak semuanya begitu. Bahkan banyak yang seharusnya mendapat beasiswa," kata Prof. Dr. Doddy Tisna Amidjaja, rektor III 1969-76. Dari angket 1974 dan 1976 diketahui lebih dari 20% mahasiswa mengaku mengalami kesulitan belajar karena kekurangan biaya. Tentu saja, daftar pertanyaan untuk tiap angket mengalami perubahan. Setiap angket disusun oleh tim yang berbeda -- biasanya tak lebih dari 4 dosen."Tapi terbuka juga kesempatan bagi semua dosen untuk ikut usul," kata Harsono kepada Hasan Syukur dari TEMPO. Pengolahan terakhir pada BMK. Itulah mengapa pada angket keempat, September tahun lalu, tak ada lagi pertanyaan soal Dewan Mahasiswa, tapi muncul tiga pertanyaan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Soal baru yang lain misalnya tentang dosen yang mempunyai kesibukan di luar ITB. Lebih 14% mahasiswa sama sekali tak setuju -- "karena mengurangi waktu buat mahasiswa." Sedang hampir 80% setuju -- asal "dosen tersebut bisa membagi waktu. " Tentang mahasiswa yang diikutsertakan dalam proyek dosen di luar ITB tersebut, 70% lebih setuju jika motivasinya untuk menambah pengalaman dan keahlian, tidak semata mencari uang. Tentang soal yang lebih bersifat pribadi, soal hubungan seks di luar pernikahan, ternyata dari keempat angket hasilnya tak banyak berbeda. "Dalam soal seks mahasiswa ITB ternyata konservatif," kata Harsono. Maksudnya, masih sesuai dengan nilai standar yang dianut. Mereka yang tak setuju, dan menganggap soal itu tak pantas dilakukan, lebih dari 50%. Yang menganggap hal tersebut "tak buruk", tapi mengaku dia sendiri belum pernah melakukan, lebih dari 15%. Yang unik, 5% lebih yang mengaku pernah melakukan -- "tapi sebetulnya tak ada gunanya." Khas Indonesia Tentu saja, yang paling menarik adalah 3 pertanyaan tentang NKK -- meski seorang Eddy Asmanto, fungsionaris DM ITB, menganggap pertanyaan itu sebagai jebakan. "Banyak mahasiswa tak menyangka angket akan dimanfaat kan untuk soal NKK dan BKK, sementara mereka mengisinya asal-asalan saja." Memang, sebuah angket yang lain, khusus tentang siapa di antara mahasiswa yang akan didudukkan sebagai anggota BKK, diedarkan akhir tahun lalu -- dan tak sebiji pun yang dikemhalikan. Itu tutur Holiq. mahasiswa Planologi angkatan 1975. Tapi mungkin keberatan terbesar pada pertanyaan yang menyangkut NKK karena "jawaban yang disediakan tak memberikan alternatif yang bisa menguntungkan mahasiswa," kata Eddy pula. Berikut ini hasil 3 pertanyaan yang menyangkut NKK itu, yang sempat dikutip TEMPO. Pertama tentang pokok pikiran dalam NKK. Dari jawaban yang sudah disediakan, 32,5% (1.574 mahasiswa) menyatakan tidak tahu. Sekitar 22,6% menganggap NKK diadakan agar lembaga kemahasiswaan dapat bekerja memenuhi tiga kebutuhan pokok mahasiswa kesejahteraan, pengembangan minat dan kegemaran, dan pengembangan penalaran. Yang lain, 22,3% memilih jawaban NKK untuk membuat perguruan tinggi menjadi pusat pemeliharaan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka yang menandai jawaban NKK untuk mendidik mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian dan tanggungjawab terhadap masa depan, hanya 324 orang alias 6,7%. Paling sedikit adalah mereka yang memilih jawab NKK sebagai alat mengembangkan kampus agar bercorak khas Indonesia -- hanya 1,5%. Pertanyaan kedua: apa yang dianggap terpenting dalam NKK. Lima jawaban disediakan. Tapi toh, masih 27% yang menjawab tak tahu 11,5% menyebut peningkatan mutu proses belajar mengajar 11,4% menyebut pengembangan daya penalaran mahasiswa. Hanya 5,8% yang menyebut konsep itu untuk menata kembali struktur lembaga kemahasiswaan. Sedang 2,5% menyebut untuk pemenuhan kesejahteraan mahasiswa 1,1% menyebut untuk pemenuhan minat dan kegemaran. Sisanya merupakan kombinasi jawaban. Bulat-bulat Yang paling menarik ialah pertanyaan ketiga: bagaimana sikap pribadi terhadap NKK. Ternyata jumlah terbesar, 47,6% atau 2.302 mahasiswa, secara prinsip menyetujui konsep NKK "dengan syarat". Syarat itu ialah: tanpa adanya perubahan struktur organisasi kemahasiswaan. Kesimpulannya: mereka masih ingin mempertahankan Dewan Mahasiswa. Tapi mereka yang menolak bulatbulat lumayan juga 994 mahasiswa atau sekitar 20,6%. Dan yang menyetujui sepenuhnya hanya 151 atau 3,1%. Dan agak mengejutkan, bahwa sekitar 21,3% atau 1.030 mahasiswa katanya tak bisa menentukan sikap -- karena memang tidak paham. Memang tak semuanya ikut angket -- hanya 4.836 mahasiswa dari 21 jurusan dan dari Tingkat Pertama Bersama. Mereka adalah mahasiswa angkatan 1974 sampai 1978, berusia antara 19 dan 25 tahun. Jumlah itu hanya separuh lebih dari jumlah seluruh mahasiswa ITB (8 ribu). Sekitar 2 ribu mahasiswa memang belum mendaftar, dan 1.300 lebih angkatan 1979 tak dijadikan responden. Yang kemudian menimbulkan pertanyaan, seperti juga keraguan yang dinyatakan Purek III UGM: "Apakah para mahasiswa itu menjawab yang sebenarnya?" Meskipun ada 93 jawaban yang dinilai tidak sah dan dibuang, yang "sah" rupanya dianggap belum tentu mencerminkan kebenaran sepenuhnya. Sebab serius-tidaknya si mahasiswa dalam mengisi sangat menentukan, bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus