Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Potret pendek orang jangkung ...

Profil dan karir politik malcolm fraser perdana menteri australia. menikah dengan tamara beggs. ia memulai karir politiknya sebagai anggota parlemen dan beberapa kali jadi menteri.

9 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIDUP John Macolm Fraser bukanlah hidup 'yang gemuruh dan romantis. Seselesainya memperoleh gelar Master of Arts untuk filsafat, politik dan ekonomi di Universitas Oxford, Inggeris, Fraser kembali ke Australia. Waktu itu umurnya baru 22 tahun. Sebelum tamat, pernah dia berkirim surat pada ibunya menyatakan niatnya untuk berkecimpung dalam bidang politik, begitu dia selesai sekolah. Dalam kesempatan makan malam dan ngobrol tentang masa depan, sekembali Fraser dari Inggeris, dia bahkan menyatakan niatnya untuk jadi Perdana Menteri Australia pada suatu waktu. "Apapun tantangannya", tukas Fraser pada Ken James, bekas teman satu sekolahnya. Tapi jalan menuju dunia politik belum begitu jelas baginya. Ia masuk Partai Liberal (dan bukan Country Party) untuk lebih cepat mencakup lingkup nasional. Tapi menurut ibunya, Fraser -- masih bujangan -- adalah pemuda yang pemalu, pendiam dan sulit menetapkan keberaniannya untuk berbicara di depan umum. Selama jadi mahasiswa di Oxford, Fraser selalu mengelak kalau ada malam diskusi. Sehingga temannya, Richard Casey -- dan kemudian jadi Gubernur Jenderal -- menasehati: "Bukan caranya anda duduk di sini dengan setangkai bunga di tangan untuk lantas berkata: kalau anda butuh saya, datanglah. Jangan. Masuk politik bukan begitu caranya". Kebetulan, di daerah di mana ayahnya memiliki tanah pertanian luas, Wannon, Victoria barat daya Partai Buruh sedang pecah berantakan. Kesempatan ini diambil Fraser untuk mencalonkan diri. Berhasil dan tahun 1955, Fraser duduk sebagai anggota Parlemen Federal. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia. Ketika terjadi pemberontakan Jacobite di tahun 1745 (gerakan yang mengklaim Raja James II sebagai penerus tahta kerajaan Inggeris), Simon Fraser beremigrasi ke Australia. Ia terjun dalam pertambangan emas di Bendigo, jadi kontraktor untuk pembuatan rel kereta-api, jalan, jembatan. Singkatnya, Simon Fraser bernasib mujur di benuanya yang baru ini. Setelah kaya, Simon Fraser kemudian menerjunkan diri dalam dunia politik. Salah seorang dari empat anak-anaknya, John Neville Fraser kemudian jadi ayah Fraser yang sekarang. Ibunya, yang masih berdarah Yahudi (dengan nama Malcolm) sangat memanjakan anak laki-laki yang cuma semata wayang ini. Anaknya yang lain adalah Lorraine, kakak perempuan John Malcolm Fraser. Dibesarkan dalam rumah keluarga yang mempunyai pekarangan seluas 8.072 are, Malcolm Fraser biasa dengan kehidupan "sendok perak". Selalu dalam perawatan khusus, masa kecil Malcolm Fraser dilewatkan dengan penuh kesepian. Dia tidak punya teman yang seumur, karena -- seperti biasanya di daerah peternakan Australia -- tetangga jauh. Apalagi setelah Lorraine harus meninggalkan rumah besar tersebut karena dia harus melanjutkan sekolah. Ketika usianya mencapai 6 tahun, beberapa orang guru didatangkan ke rumah. Kemudian Fraser masuk sekolah Melbourne Grammar, sekolah yang berbau Inggeris, dengan gaya dan gengsi Inggeris pula -- dan tentu saja sekolah untuk anak-anak orang kaya. Di sekolah, prestasinya sedang-sedang saja. Salah seorang gurunya ada berkata: "Dia anak yang sulit didekati. Pemalu, senang menyendiri dan selalu bersikap sopan". Ketika usianya mencapai 26 tahun, dia bertemu dengan Tamara Beggs, gadis 20 tahun berasal dari satu daerah, Victoria, setelah ia dua kali gagal cinta. Perkawinannya dengan Tamara, atau Tammy, menambah jumlah kekayaan Malcolm Fraser. Tanah pertaniannya jadi berlipat ganda. Apalagi Malcolm Fraser dan mertuanya bersepakat untuk mengganti ternak biri-biri ke sapi pilihan dari Hereford. Pertengahan 1974, tanah pertaniannya di Nareen ditaksir sudah mempunyai harga 640.683 dolar Australia. Malcolm Fraser selalu kangen akan Nareen, tanah peternakan ini. Mungkin karena hal inilah, salah satu acara pertemuan Suharto-Fraser diadakan di Tapos, tanah garapan milik Sigit Suharto. TAMARA Fraser, ibu dari tiga orang anak, juga telah begitu jatuh cinta akan tanahnya di Nareen. Sehingga pernah dia mengatakan tidak akan mau lagi untuk pindah ke tempat lain. Baginya, di Nareen semuanya ada. Di samping rumah yang besar dan pemandangan yang indah. Berpendidikan baik dan dibesarkan juga sebagai anak orang kaya, Tammy pada the Australian Women's Weekly pernah berkata di tahun 1975: "Suami saya sudah mencemplungkan diri dalam dunia politik sebelum kami menikah. Saya juga senang politik. Tapi ketika anak-anak lahir, berkatalah dia: Salah satu dari kita berdua, harus jadi politikus. Yang seorang lagi harus jadi orangtua. Dan kaulah yang jadi orangtua, Tammy". Kepala Istana-istana Yoop Ave empat hari sebelum kunjungan Fraser masih bingung urusan tempat tidur. Bagaimana caranya mendapatkan tempat tidur yang istimewa panjang untuk Malcolm Fraser. Kemungkinan besar dia akan mengambil tempat tidur yang kini ada di Istana Bogor, yang di zaman Sukarno dulu, sedianya untuk tempat tidur Raja Ibnu Saud. Di Australia, Malcom Fraser terkenal dengan julukan tallest, the richest dan the longest di Parlemen: yang terjangkung, yang terkaya dan juga terlama duduk sebagai anggota Parlemen. Juga ketika dia jadi Menteri Pertahanan, dia adalah Menteri termuda. Memang sebagai anggota Parlemen Federal dari daerahnya (Wannon) sebanyak tiga kali (1955, 1958 dan 1961), Malcolm Fraser sejak tahun 1962-1966 duduk sebagai ketua Komite Gabungan untuk Urusan Luar Negeri dalam Parlemen. Januari 1966, dia jadi Menteri Angkatan Darat. Dua tahun kemudian Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Nopember 1969 sampai Maret 1971, duduk sebagai Menteri Pertahanan. Waktu itu Perdana Menterinya adalah John Gorton. Masih terus duduk sebagai anggota Parlemen, Malcolm Fraser selalu menamakan dirinya calon Perdana Menteri yang akan menggantikan John Gorton. Dorongan ini mungkin datangnya dari Sir Robert Menzies, tokoh Liberal yang dianggap Malcolm Fraser sebagai guru dan tokoh yang patut dilkagumi. Sampai di bulan Maret 1971, John Gorton memerintahkan Malcolm untuk mengundurkan diri saja sebagai Menteri Pertahanan. Hubungan kian meruncing antara Gorton-Fraser, yang semula saling dukung-mendukung. Juga ada pertentangan antara Fraser dan Jenderal Sir Thomas Daly, waktu itu Menteri Angkatan Darat. Sebaliknya ketika Fraser duduk sebagai Menteri Angkatan Darat, dia juga telah bertengkar dengan Sir Arthur Tange, Panglima Departemen Pertahanan. Saling buka rahasia lewat surat kabar. "Jangan kuatir, boss, selamat tidur" demikian ucap Fraser ketika di hari Minggu di bulan Maret 1971 Gorton berkali-kali menelpon Fraser untuk minta dia berhenti saja. Hari berikutnya, Fraser betul-betul berhenti dan di Parlemen, Fraser menerangkan bahwa Gorton telah mengkhianatinya dengan lebih baik membela Jenderal Daly. Saat itulah, Partai Liberal mengalami krisis kepemimpinan, saling depak mendepak. Malcolm Fraser kemudian muncul sebagai jago di saat yang menguntungkan -- ketika partainya tertimpa kekalutan. Tahun 1974, Malcolm Fraser mulai meniupkan Pemilu dan berhasil menyingkirkan Snedden teman separtai. Dan ketika terjadi krisis konstitusi di Parlemen Malcolm muncul sebagai orang yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Partai Buruh di bawah Cough Whitlam. Gubernur Jenderal John Kerr memecat Whitlam dan mengangkat Malcolm Fraser sebagai Perdana Menteri sementara, sampai pemilihan umum terlaksana. Desember 1975, resmi Malcolm Fraser jadi Perdana Menteri. Dia berhasil mengalahkan Peacock, yang oleh koran-koran Australia disebut sebagai musuh bebuyutan separtai Malcolm Fraser. Selain punya musuh dalam dunia politik, Malcolm Fraser juga mempunyai hubungan luas. Kawan-kawannya dari kalangan diplomatik adalah almarhum Sir Patrick Shaw, bekas Dubes di AS. Juga K.C.O. Shann dan R.W. Furlonger yang pernah jadi Duta Besar Australia untuk Indonesia. Fraser kabarnya bisa menelpon langsung dan bicara dengan Henry Kissinger. Hubungannya dengan sementara pemilik suratkabar di Australia juga erat. Untuk kepentingan kampanyenya Malcolm Fraser mengundang makan si raja surat kabar Rupert Murdoch dan Sir Warick Fairfax. Semasa kampanye ada Fraser berkata bahwa kebiasaan konperensi pers seminggu sekali akan dihapusnya. "Apa-apa yang perlu toh akan saya bicarakan dalam Parlemen", ujarnya dengan gaya seorang otokrat. Dari pemuda yang pemalu, pendiam, dan tidak terkenal kini Malcolm Fraser 46 tahun, bertindak sebagai pemimpin yang tegas. Bahkan banyak yang mengira menjurus ke sikap yang kaku, ingin berkuasa dan masa bodoh akan lingkungan. Sering kalau ada orang yang mengkritiknya, dia dengan acuh tak acuh cuma memberi komentar: "Ah, itu kan penilaian orang lain". Pernah dia berniat untuk jadi orang besar dalam partainya, setelah Sir Robert Menzies. Kesempatan ini kini berada di tangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus