Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tutup tahun, tutup buku

Masalah tahanan g30s/pki diselesaikan oleh pemerintah, a.l: dengan remisi istimewa, yang dibebaskan misalnya: karim dp, brigjen sawarno (eks), imam subagio dan sebagainya. (nas)

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESEMBER 1979 boleh disebut sebagai bulan pembebasan. Mula-mula awal Desember dibebaskan 2045 tahanan golongan B. Disusul 105 orang tahanan golongan B juga yang dianggap "tidak koperatif". Sebelumnya, tanpa banyak publikasi, 331 narapidana (napi) G30S/PKI di seluruh Indonesia 15 Desember lalu telah mendapat remisi (pemotongan hukuman) istimewa (TEMPO 29 Desember 1979). "Ada yang mendapat pembebasan, pengurangan masa hukuman atau perubahan dari hukuman penjara seumur hidup menjadi hukuman penjara sementara 20 tahun," ujar drs. R. Soegondo, Sekretaris Ditjen Bina Tuna Warga pada TEMPO. Di antara 331 orang itu, 118 orang mendapat pembebasan, dan 20 orang mendapat perubahan hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Di wilayah Lembaga Pemasyarakatan Jakarta, 94 orang napi mendapat remisi, 48 di antaranya mendapat pembebasan. Di antara mereka yang mendapat perubahan hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara 20 tahun adalah bekas Komisaris Besar Polisi Anwar Tanuwidjaja. Sedang yang dari hukuman 20 tahun kemudian dibebaskan antara lain adalah eks Brigjen (Pol) Sawarno, bekas Kadapol VII Jaya dan eks Mayor (TNI-AU) Ir. Imam Subagio. Dari Lembaga Pemasyarakatan Khusus (LPK) Cipinang, Jakarta, tercatat 45 orang yang dibebaskan. Saat ini di LPK ini masih tersisa 81 napi G30S/PKI, 22 di antaranya mendapat hukuman mati, 7 dihukum seumur hidup dan 52 orang dipidana sementara 20 tahun. Jenderal Franco Tidak hanya itu. Pada 16 November lalu Kas Kopkamtib Jenderal Yoga Sugama menginstruksikan semua Laksusda untuk mencabut semua perkara tahanan G30S/PKI yang sudah diberkaskan oleh Kejaksaan di seluruh Indonesia. Pertimbangan instruksi itu menyebutkan, sesuai kebijaksanaan pemerintah semua perkara G30S/PKI sudah harus diselesaikan pada akhir November 1979. Itu sebabnya pihak Oditur dan Kejaksaan diharuskan mereklasifikasi kembali golongan para tahanan yang semula dikategorikan golongan A. Setelah reklasifikasi semua tahanan yang sudah siap disidangkan, golongan mereka diturunkan menjadi C. Di Jakarta misalnya, ada 8 perkara yang sudah selesai diberkaskan, tapi kemudian dicabut kembali oleh Laksusda Jaya. Antara lain perkara Djauhari Sidin, Rustanto alias Susilo, dr. Ny. Soetanti Aidit dan bekas Ketua Umum PWI A. Karim DP. Mereka semua telah dibebaskan dan perkaranya dibatalkan. Alasan pemberian remisi itu menurut Menteri Kehakiman Moedjono "Karena keikhlasan dan ketulusan hati pemerinah Orde Baru, bukan karena tekanan Amnesty International." Mengapa baru sekarang Menteri Moedjono mengambil misal perlakuan penguasa di Spanyol, Jenderal Franco terhadap musuh-musuh politiknya. Jenderal Franco memakamkan para musuhnya di Taman Pahlawan, bersebelahan dengan para pahlawan Spanyol, termasuk kemudian makam Jenderal Franco sendiri. Malah di makamnya dibuat tulisan "Mereka di sebelah kiriku adalah musuhku. Di sebelah kananku kawan-kawan seperjuangan. Tapi keduanya adalah bangsaku, bangsa Spanyol." "Itu terjadi setelah Spanyol establisbed (madeg) kembali, tidak mungkin di saat-saat habis perang," ujar Moedjono. Demikian juga di negara kita, misalnya terhadap Soekarno. "Tidak mungkin pada 1968 atau 1970 dipugar makamnya. Semua itu dilakukan setelah kita merasa established," tambahnya. Lebih Baik Dibebaskan Tekad pemerintah untuk menyelesaikan tahanan G30S/PKI tampak juga pada kebijaksanaan baru pada para tahanan golongan A. Saat ini tinggal 23 tahanan G30S/PKI golongan A, antara lain Mayjen Rukman (bekas Panglima Komando Daerah Pertahanan Indonesia Timur), Mayjen Pranoto Reksosamodra (bekas Asisten-3 KSAD) dan Brigjen Soeharyo (bekas Pangdam IX/Mulawarman). Menurut Kaskopkamtib/Kepala Bakin Yoga Sugama pekan lalu, tidak semua 23 orang ini akan diajukan ke pengadilan. Mungkin dibebaskan sebelum sempat diajukan ke pengadilan. Alasannya karena mungkin ada pertimbangan lain yang menguntungkan mereka. Misalnya: walau cukup bukti dan memenuhi persyaratan untuk diajukan ke pengadilan, tapi kalau diajukan kira-kira hukumannya kurang dari jumlah masa tahanan mereka, maka mereka ini akan dibebaskan saja. "Kalau hukumannya diperkirakan 10 tahun sedang dia sudah ditahan 14 tahun, lebih baik dia dibebaskan saja," ujar Yoga. Jenderal Yoga juga mengungkapkan ada beberapa pelarian G30S/PKI di luar negeri yang mengajukan permohonan ingin pulang. Di antaranya bekas Dubes RI di Kuba AM Hanafi dan bekas Dubes di Hanoi Sukrisno. "Sebetulnya kita ingin tutup buku dengan habisnya tahanan G30S/PKI. Tapi pelarian yang pulang nanti tidak begitu saja akan dibebaskan," lanjut Yoga. Mereka tidak akan lepas dari tuntutan untuk mempertanggungjawabkan keterlibatan mereka. Cukup banyak tokoh PKI yang kini hidup di luar negeri, antara lain anggota CC-PKI Adjitorop yang kini tinggal di Beijing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus