UUD baru Singapura yang lebih menjamin keterbukaan sedang digodok. Nanti, presiden punya kekuasaan eksekutif. DUA puluh lima tahun lalu ia datang di Jakarta sebagai wartawan. Rabu pekan ini, direncanakan ia berkunjung sebagai presiden. Itulah Wee Kim Wee, presiden Singapura yang jadi tamu negara Presiden Soeharto sampai Ahad nanti. Bila peristiwa ini dianggap penting, inilah kunjungan resmi kenegaraan pertama seorang presiden Singapura. Selama ini, bila seorang presiden Singapura bertamu ke negara-negara lain, hanyalah merupakan kunjungan pribadi. Soalnya, ia tak punya kekuasaan eksekutif. Kini soalnya memang lain. UUD Singapura yang sekarang sedang digodok bakal memberi kekuasaan eksekutif pada presidennya. Wee Kim Wee, presiden dalam masa transisi kini, bakal tercatat sebagai presiden Singapura pertama yang memiliki kekuasaan ter- sebut, bila tak apa pun terjadi. Maka, orang akan melihat, dalam diri Wee tergambar suatu per- jalanan panjang seorang swasta dari level bawah yang mendaki tangga karier sampai tingkat puncak eksekutif. Pada usia 17 tahun, setelah tamat SMA, ia bergabung dengan surat kabar The Straits Times, di bagian sirkulasi. Ia kemudian pindah di bagian iklan, sebelum jadi reporter. Kariernya sebagai wartawan membawanya ke United Press Association (UPA), sebuah kantor berita Barat di masa Perang Dunia II. Hubungannya dengan UPA sempat putus ketika Jepang menduduki Singapura. Wee terpaksa bekerja pada pemerintah militer Jepang. Jepang kalah, ia kembali ke UPA. Sembilan tahun kemudian ia bergabung lagi dengan Straits Times, tapi kali ini sebagai redaktur dengan tugas menulis tajuk. Dialah wartawan pertama Singapura yang pada 1966, semasa konfrontasi Indonesia-Malaysia masih berlangsung, yang mewawan- carai Letjen. Soeharto selaku Ketua Kabinet Ampera, dan Menteri Luar Negeri Adam Malik. Waktu itu Presiden Soekarno berada di Istana Bogor. Tokoh Singapura yang di tahun 1970-an menjadi duta besar di Kuala Lumpur itu akhirnya pada Agustus 1985 diangkat menjadi presiden yang lebih sebagai lambang saja. Tapi nanti, setelah UUD yang baru diresmikan, ia akan punya juga kekuasaan ek- sekutif. Antara lain, berhak mengangkat para pejabat teras, punya hak veto dalam menentukan anggaran negara. Singapura memang sedang berubah. Keterbukaan, demokratisasi, dan reformasi yang sedang melanda dunia juga hinggap di Negara Pulau itu. Dalam kehidupan sehari-hari, gejala itu mulai kelihatan. Sensor film dikendurkan. Adegan-adegan panas yang biasa kena gunting kini diloloskan. Juga, antena parabola, yang tadinya diharamkan, sudah mulai bermunculan. Warga Singapura, kini sekitar 2,7 juta, punya kesempatan menikmati langsung acara dan berita televisi dari mana pun juga. Diduga, pengenduran kontrol nampaknya akan menggelinding pula ke bidang politik. Singapura, seperti diketahui, selama ini adalah sebuah negara kapitalis dengan sistem politik tertutup. Media massa asing, misalnya, dikontrol. Beberapa media, antara lain surat kabar Asian Wall Street Journal, majalah Far Eastern Economic Review, dan majalah Asia Week -- ketiganya terbit di Hong Kong -- pernah dibatasi peredarannya dari beberapa ribu menjadi hanya empat sampai lima ratus eksemplar. Kini mungkin para penguasa Negara Kota itu sudah mulai melihat buruknya sistem tertutup, dengan adanya arus keter- bukaan yang melanda seluruh dunia. Sebab lain, Singapura mung- kin dipersiapkan menggantikan Hong Kong, yang pada 1997 nanti akan dikuasai RRC. Banyak yang menduga, sistem ekonomi dan politik Hong Kong yang liberal akan hilang ketika kembali ke tangan RRC. Singapura bisa jadi ingin mengambil kesempatan itu. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini