Satu harapan besar perdamaian di Kamboja segera dicapai setelah Sihanouk jadi orang netral. SETELAH 12 tahun perang saudara, empat pihak di Kamboja rupanya mulai kehabisan bensin. Kesepakatan mulai gampang dicapai, seperti yang terjadi di Beijing, Cina, pekan lalu. Dalam sebuah pertemuan yang sebenarnya bersifat informal, Dewan Nasional Tertinggi Kamboja mencatat hasil besar: menyepakati Sihanouk sebagai ketua Dewan. Tampaknya, diplomasi Pangeran Samdech Norodom Sihanouk, bekas Raja Kamboja ini, meyakinkan pihak-pihak yang berkelahi bahwa dialah satu-satunya figur pemersatu bangsa Kamboja. Buktinya, sejumlah warga Phnom Penh yang diwawancarai kantor berita Reuters merasa senang Sihanouk terpilih. "Saya bahagia, saya dengar Pangeran akan kembali," kata seorang di antaranya. Sebenarnya, ini keputusan lama. Bahkan, sejak Dewan itu ter- bentuk tahun lalu di Jakarta, nama Sihanouk langsung disebut- sebut sebagai calon tunggal. Hanya waktu itu ganjalan masih banyak. Misalnya saja bagaimana mekanisme kepemimpinan Dewan nanti berjalan. Juga ada Perdana Menteri Hun Sen yang mengincar posisi wakil ketua yang secara otomatis akan menggantikan Sihanouk jika ia berhalangan. Itikad Hun Sen inilah yang ditentang mati-matian oleh Khmer Merah. Di Beijing semua ganjalan itu mencair. Sihanouk, yang memang terkenal sangat licin, berhasil merumuskan kompromi. Ia naik sebagai ketua Dewan bukan sebagai wakil Funcinpec, kelompok gerilyawan yang dipimpinnya, melainkan sebagai orang netral, tokoh masyarakat Kamboja yang disegani. "Saya sudah mundur dari semua posisi saya di kelompok gerilyawan. Saya netral sekarang," tuturnya. Sebagai imbangannya, akhirnya Hun Sen pun bersedia membatalkan tuntutannya untuk duduk di kursi wakil ketua. Dengan beresnya masalah ketua Dewan, boleh dikatakan sebagian besar persoalan perdamaian sudah terpecahkan. Dewan ini berang- gotakan 12 orang yang mewakili empat pihak yang bertikai. Rezim Phnom Penh yang didukung Vietnam Khmer Merah pimpinan Khieu Samphan yang didukung RRC Front Pembebasan Nasional pimpinan Son Sann dan Funcinpec milik Sihanouk sendiri. Dewan ini men- jadi sangat penting karena inti penyelesaian konflik Kamboja ada di sini. Sebab, Dewanlah yang akan menjalankan kedaulatan Kamboja bila nanti diselenggarakan pemilu yang akan diawasi oleh PBB. Keberhasilan di Beijing ini segera bersambut. Negara-negara ASEAN tampaknya tinggal menunggu waktu saja untuk mengirimkan duta besar masing-masing ke Phnom Penh. Demikian pula RRC, yang menjadi tuan rumah perundingan yang sukses ini, tampaknya segera akan mengirimkan pengakuan. Termasuk juga Prancis, yang boleh dikatakan mewakili suara negara-negara Barat. Dalam suasana enak begini, bola pun terus digelindingkan Sihanouk. Ia segera mengumumkan utusan Kamboja yang akan duduk di Sidang Majelis Umum PBB September mendatang. Masalah ini sudah dua tahun menjadi ganjalan. Sebelumnya, posisi Kamboja selalu diwakili oleh koalisi tiga kelompok gerilyawan tanpa rezim Phnom Penh, yang diakui dunia sebagai wakil sah rakyat Kamboja. Namun, sejalan dengan membaiknya citra Vietnam di masyarakat internasional, sudah dua tahun kursi tersebut dibiarkan kosong. Sekarang tinggal menunggu waktu, bisakah orang-orang Kamboja ini menyelesaikan beberapa soal yang masih tertinggal. Misalnya saja perlucutan senjata. Hun Sen masih berkeras belum bersedia melucuti angkatan perangnya sebelum pemilu usai. Bila ada optimisme di situ, karena RRC dan Vietnam, yang selama ini jadi sponsor pihak-pihak yang bertentangan, tampaknya kini pun sudah berubah. Konflik Kamboja sangat erat berkaitan dengan suasana hubungan dua negara komunis ini. Dan kabarnya PBB pun akan segera mengirimkan utusan untuk mengawasi gencatan senjata. Mudah-mudahan damai di Kamboja, akhirnya. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini