Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Presiden yang 'Kuat' untuk Turki

24 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Referendum perubahan konstitusi bisa mengalihrupakan Turki dari demokrasi parlementer ke sistem presidensial dan menjadikan Recep Tayyip Erdogan sebagai presiden paling berkuasa dalam sejarah negara itu--jika bukan orang yang cenderung menjadi diktator.

Berdasarkan sistem baru, Erdogan bisa berlaga dalam pemilu pada 2019 dan 2024, yang berarti dia bisa berkuasa hingga 2029.

Perubahan-perubahan pokok dalam konstitusi

- Posisi perdana menteri dihapus; sementara pos wakil presiden diciptakan, mungkin dua sampai tiga.
- Presiden akan menjadi kepala eksekutif sekaligus kepala negara dan tetap bisa mempertahankan afiliasi dengan partai politiknya.
- Presiden diberi kekuasaan baru untuk menyusun anggaran, menunjuk dan memberhentikan menteri dan hakim, serta memberlakukan undang-undang tertentu melalui dekrit.
- Presiden bisa menyatakan negara dalam keadaan bahaya dan membubarkan parlemen.
- Parlemen kehilangan hak untuk mengontrol menteri tapi bisa memakzulkan presiden melalui suara mayoritas di parlemen. Dua pertiga suara mayoritas dibutuhkan untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
- Pemilu presiden dan parlemen diselenggarakan pada hari yang sama setiap lima tahun sekali. Jabatan presiden dibatasi sampai dua periode.


Di Bawah Naungan Erdoganisme

3 November 2002
Partai Islam AKP memenangi pemilu pertamanya. Kemenangan ini menimbulkan kecemasan di kalangan sekuler. Pendiri dan pemimpin AKP, Recep Tayyip Erdogan, menjadi perdana menteri pada Maret 2003.

3 Oktober 2005
Sejak 2002 hingga 2004, pemerintah Ankara menjalankan reformasi demokratis di segala bidang, termasuk membolehkan siaran berbahasa Kurdi di televisi publik dan menghapus hukuman mati. Pada 3 Oktober, Turki memulai pembicaraan dengan Uni Eropa mengenai kemungkinan keanggotaannya. Tapi sejak itu prosesnya mandek.

27 Agustus 2007
Legislator memilih Menteri Luar Negeri Abdullah Gul sebagai presiden, pertama kalinya seorang kandidat Islam ditunjuk menjadi orang nomor satu di negara itu. Kemenangan Gul dipandang sebagai kemenangan AKP atas faksi-faksi yang didukung tentara, dan perlahan-lahan pemerintah menundukkan tentara. Tapi munculnya istri Gul yang berkerudung di media internasional menjadikan kaum sekuler khawatir.

15 Maret 2011
Turki berpihak kepada kelompok pemberontak Sunni di negara tetangganya, Suriah. Sejak itu, Turki harus menampung 2,9 juta pengungsi.

31 Mei 2013
Pasukan keamanan menumpas demonstran yang memprotes rencana pemerintah membangun taman di dekat Lapangan Taksim, Istanbul. Protes ini segera menjadi demonstrasi besar-besaran menentang Erdogan, tapi kempis sebulan kemudian.

10 Agustus 2014
Dengan merebut 52 persen suara, Erdogan memenangi pemilihan presiden yang pertama di Turki. Sejak itu, dia berpendapat bahwa posisi ini perlu diperkuat.

26 Juli 2015
Pemerintah Turki kembali melancarkan operasi militer terhadap pemberontak Kurdi. Partai Pekerja Kurdistan terlarang setelah sebuah bom mobil meledak dan menewaskan dua prajurit. Serangan bom yang berulang-ulang semakin menguatkan alasan bagi operasi militer itu.

16 Juli 2016
Sekelompok tentara melancarkan upaya kudeta. Meski menewaskan hampir 250 orang, upaya ini gagal total. Erdogan menuding Fethullah Gulen, ulama yang mengasingkan diri di Amerika Serikat, sebagai dalangnya. Sejak itu, lebih dari 113 ribu orang dipecat dari pekerjaannya atau ditahan. Pemerintah mengontrol ketat tentara, yang pengaruh politiknya sudah sirna.

9 Agustus 2016
Erdogan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menguatkan hubungan dengan pendukung utama rezim Bashar al-Assad, yang berkuasa di Suriah. Dua pekan kemudian, Turki melancarkan operasi militer di Suriah utara, mengusir kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah dari sejumlah kota.

11 Maret 2017
Beberapa negara Eropa membatalkan izin kampanye para menteri dan politikus Turki untuk menggalang dukungan dalam referendum konstitusi baru. Ketegangan tak terhindarkan.

Sumber: BBC, Graphic News, The New Arab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus