SETELAH mendekam dalam tahanan selama 4« tahun, Abdul Samad
Ismail, bekas managing editor koran New Straits Times di
Malaysia, dibebaskan tanpa melalui proses pengadilan. "Samad
bukan lagi ancaman bahaya bagi keamanan nasional," kata Menteri
Dalam Negeri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafie, ketika
mengumumkan pembebasan wartawan kawakan itu.
Samad sendiri sudah insyaf. "Saya melihat masa lalu dengan
penuh penyesalan," katanya dalam suatu siaran televisi Malaysia
selama 25 menit pekal lalu. Ia juga tak lupa menyebutkan bahwa
pengakuan ini dibuatnya secara sukarela dan bukan karena
paksaan. Dan 20 menit seusai siaran 2 Februari itu, Samad
diantar tiga orang polisi ke rumahnya di Petaling Jaya,
Kualalumpur. Ia disambut dengan kegembiraan oleh seluruh
keluarganya. Apalagi mereka sudah menunggu sejak Ghazali
mengumumkan Samad akan dibebaskan.
Malam itu keluarga Samad menyaksikan siaran televisi dengan rasa
gelisah. sebentar-sebentar putrinya, Norlin, melihat ke luar.
Terutama kalau ada suara di pintu masuk. Dan ini mengingatkan
mereka kejadian 4« tahun yang lalu ketika Samad ditangkap di
rumahnya. Tapi kali ini tentu saja lain. Begitu mendengar ada
kendaraan yang masuk, anaknya langsung berteriak "ayah pulang".
Samad Ismail, yang lahir tahun 1924 di Singapura, dikenal dekat
dengan Tun Abdul Razak, perdana menteri waktu itu. Di samping
jadi wartawan Samad adalah penulis pidato Tun Razak. Maka ketika
ia ditahan banyak orang terkejut. Ia ditahan setelah Tun Razak
meninggal. Namun dalam siaran televisi Malaysia, Agustus 1976 --
dua bulan setelah ia ditahan -- Samad mengaku bahwa ia diterima
menjadi anggota Partai Komunis Malaysia (PKM) pada tahun 1949.
Maka itu pengakuan Samad yang kedua ini betul-betul tidak
mengejutkan. Ia hanya mengingatkan rakyat Malaysia, terutama
anak muda, agar jangan terpikat oleh ajaran komunis. "Baik di
Singapura maupun di Malaysia tujuan komunis tidak pernah
berubah," ujar Samad. Ia mengatakan bahwa komunis hanya
mengeksploatir masalah umum hingga menjadi slogan politik untuk
menyatukan rakyat menentang pemerintah. Dan ia memberi contoh
kasus di Malaysia. "Di Malaysia, tuntutan hak orang Cina
terhadap pendidikan, masalah bahasa dan kebudayaan telah di
eksploatir oleh komunis untuk menimbulkan ketegangan rasial,"
ujarnya.
Samad yang pernah ikut mendirikan Partai Aksi Rakyat (PAP)
Singapura mengaku ia menjalankan perintah Abdulah Sudin, seorang
tokoh komunis Indonesia. Siapa Abdulah Sudin? Tidak jelas.
Barangkali nama samaran seorang tokoh PKI. Dan atas printah
Abdulah Sudin ini, Samad bertugas menciptakan Front Persatuan
Komunis. Ia pindah ke Kualalumpur tahun 1959 dan bekerja sebagai
editor Berita Harian.
Menurut Samad, ia sengaja bekerja di media masa karena itulah
alat satu-satunya yang terbaik untuk meluaskan gagasan
seseorang. "Artikel yang mengritik kebijaksanaan dan tindakan
pemerintah bisa membuat malu mereka yang berkuasa," ujarnya.
Walaupun begitu Samad menyesali apa yang selama ini
dilakukannya. Dan ia mencela sistem komunis. "Dengan
ideologinya yang atheis, tujuan akhirnya tak lebih membawa
kepada diktator tirani kaum minoritas terhadap kelompok
mayoritas," kata Samad.
Namanya Laniaz
Meskipun Samad dulu mengaku jadi komunis, mungkin masih banyak
orang yang dekat dengan dia tak percaya bahwa ia menganut paham
komunis. Terutama kalangan sastrawan yang pernah mengenalnya
(TEMPO, 3 Juli 1976) tak percaya.
Pembebasannya agak melegakan banyak orang. Ditahan berdasarkan
Undang-undang Keamanan Dalam Negeri (ISA), ia sebenarnya bisa
meringkuk seumur hidup tanpa diadili. Kini penguasa di Malaysia
tak mempersoalkan apakah ia dulu betul komunis atau bukan.
Namun sumber di Singapura mengingatkan kembali bahwa Samad
adalah saingan berat PM Lee Kuan Yew semasa masih di PAP. Dan
Lee Kuan Yew sendiri pernah memberi semacam aba-aba tentang
kader komunis yang masih menyebarkan propaganda.
Dalam suatu pidato radionya tahun 1961, Lee menyebutkan tentang
kontak pertama PAP dengan seorang kader komunis. "Saya akan
menyebut namanya Laniaz," kata Lee. Dan ketika membuat
pengakuan, Samad menyebut nama samarannya selama di PKM adalah
Zainal -- yang dari belakang akan terbaca: Laniaz.
Tapi itu dulu. Samad yang baru bebas ini menyatakan ia akan naik
haji bersama istrinya tahun ini. Tentu saja ia tak lupa
mengulangi janji setia kepada Duli yang Maha Mulia Sri Paduka
Baginda Yang Dipertuan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini