Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pulangnya Samad

Bekas managing editor New Straits Times di Malaysia, dibebaskan tanpa melalui proses pengadilan. sempat mendekam dalam tahanan selama 4,5 th, dituduh sebagai komunis. (ln)

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH mendekam dalam tahanan selama 4« tahun, Abdul Samad Ismail, bekas managing editor koran New Straits Times di Malaysia, dibebaskan tanpa melalui proses pengadilan. "Samad bukan lagi ancaman bahaya bagi keamanan nasional," kata Menteri Dalam Negeri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafie, ketika mengumumkan pembebasan wartawan kawakan itu. Samad sendiri sudah insyaf. "Saya melihat masa lalu dengan penuh penyesalan," katanya dalam suatu siaran televisi Malaysia selama 25 menit pekal lalu. Ia juga tak lupa menyebutkan bahwa pengakuan ini dibuatnya secara sukarela dan bukan karena paksaan. Dan 20 menit seusai siaran 2 Februari itu, Samad diantar tiga orang polisi ke rumahnya di Petaling Jaya, Kualalumpur. Ia disambut dengan kegembiraan oleh seluruh keluarganya. Apalagi mereka sudah menunggu sejak Ghazali mengumumkan Samad akan dibebaskan. Malam itu keluarga Samad menyaksikan siaran televisi dengan rasa gelisah. sebentar-sebentar putrinya, Norlin, melihat ke luar. Terutama kalau ada suara di pintu masuk. Dan ini mengingatkan mereka kejadian 4« tahun yang lalu ketika Samad ditangkap di rumahnya. Tapi kali ini tentu saja lain. Begitu mendengar ada kendaraan yang masuk, anaknya langsung berteriak "ayah pulang". Samad Ismail, yang lahir tahun 1924 di Singapura, dikenal dekat dengan Tun Abdul Razak, perdana menteri waktu itu. Di samping jadi wartawan Samad adalah penulis pidato Tun Razak. Maka ketika ia ditahan banyak orang terkejut. Ia ditahan setelah Tun Razak meninggal. Namun dalam siaran televisi Malaysia, Agustus 1976 -- dua bulan setelah ia ditahan -- Samad mengaku bahwa ia diterima menjadi anggota Partai Komunis Malaysia (PKM) pada tahun 1949. Maka itu pengakuan Samad yang kedua ini betul-betul tidak mengejutkan. Ia hanya mengingatkan rakyat Malaysia, terutama anak muda, agar jangan terpikat oleh ajaran komunis. "Baik di Singapura maupun di Malaysia tujuan komunis tidak pernah berubah," ujar Samad. Ia mengatakan bahwa komunis hanya mengeksploatir masalah umum hingga menjadi slogan politik untuk menyatukan rakyat menentang pemerintah. Dan ia memberi contoh kasus di Malaysia. "Di Malaysia, tuntutan hak orang Cina terhadap pendidikan, masalah bahasa dan kebudayaan telah di eksploatir oleh komunis untuk menimbulkan ketegangan rasial," ujarnya. Samad yang pernah ikut mendirikan Partai Aksi Rakyat (PAP) Singapura mengaku ia menjalankan perintah Abdulah Sudin, seorang tokoh komunis Indonesia. Siapa Abdulah Sudin? Tidak jelas. Barangkali nama samaran seorang tokoh PKI. Dan atas printah Abdulah Sudin ini, Samad bertugas menciptakan Front Persatuan Komunis. Ia pindah ke Kualalumpur tahun 1959 dan bekerja sebagai editor Berita Harian. Menurut Samad, ia sengaja bekerja di media masa karena itulah alat satu-satunya yang terbaik untuk meluaskan gagasan seseorang. "Artikel yang mengritik kebijaksanaan dan tindakan pemerintah bisa membuat malu mereka yang berkuasa," ujarnya. Walaupun begitu Samad menyesali apa yang selama ini dilakukannya. Dan ia mencela sistem komunis. "Dengan ideologinya yang atheis, tujuan akhirnya tak lebih membawa kepada diktator tirani kaum minoritas terhadap kelompok mayoritas," kata Samad. Namanya Laniaz Meskipun Samad dulu mengaku jadi komunis, mungkin masih banyak orang yang dekat dengan dia tak percaya bahwa ia menganut paham komunis. Terutama kalangan sastrawan yang pernah mengenalnya (TEMPO, 3 Juli 1976) tak percaya. Pembebasannya agak melegakan banyak orang. Ditahan berdasarkan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri (ISA), ia sebenarnya bisa meringkuk seumur hidup tanpa diadili. Kini penguasa di Malaysia tak mempersoalkan apakah ia dulu betul komunis atau bukan. Namun sumber di Singapura mengingatkan kembali bahwa Samad adalah saingan berat PM Lee Kuan Yew semasa masih di PAP. Dan Lee Kuan Yew sendiri pernah memberi semacam aba-aba tentang kader komunis yang masih menyebarkan propaganda. Dalam suatu pidato radionya tahun 1961, Lee menyebutkan tentang kontak pertama PAP dengan seorang kader komunis. "Saya akan menyebut namanya Laniaz," kata Lee. Dan ketika membuat pengakuan, Samad menyebut nama samarannya selama di PKM adalah Zainal -- yang dari belakang akan terbaca: Laniaz. Tapi itu dulu. Samad yang baru bebas ini menyatakan ia akan naik haji bersama istrinya tahun ini. Tentu saja ia tak lupa mengulangi janji setia kepada Duli yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus