Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Monotor, Dan Sawah Tenggelam

Penutupan bendungan siruar dalam pembangunan asahan, semula 19 kk di kec. porsea (tapanuli utara) menentang ganti rugi atas 22 ha sawah yang tenggelam akibat penutupan bendungan tersebut. (dh)

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIRENE di lembah Siruar, di kawasan Bukit Barisan, mengaum -- tak lama setelah Menteri Perindustrian A.R. Soehoed menekan tombol. Perlahan-lahan lempengan besi setebal dua inci turun. Dan 30 menit kemudian, terowongan pengelak dan pengatur bendungan Siruar itu pun tertutup rapat. Artinya, alur air Bendungan Asahan Senin pekan ini resmi ditutup. Serentak dengan itu, air di hulu bendungan pun perlahan-lahan naik. Pada jam 12.30 -- tiga jam setelah penutupan itu -- lidah air mulai menjilat separuh tubuh bendungan yang tingginya 31 meter itu. Menjelang senja, permukaan air di Siruar -- yang sebelumnya 893,4 m -- naik menjadi 904 m dari permukaan laut, sama tinggi dengan permukaan Danau Toba. Arus sungai yang semula deras, menjadi tenang. Jam 13.00, speed boat pertama yang meluncur dari Danau Toba sampai di Siruar, menyusuri Sungai Asahan sepanjang 14,5 km. Sebelumnya Siruar tak bisa dilayari sebab sangat curam. Sementara itu di bagian hilir bendungan -- satu jam setelah upacara penutupan -- air kontan menyusut. Yang kini kelihatan hanyalah batu-batu besar yang selama ratusan tahun menghuni dasar sungai. Dalam legenda Batak, sungai ini disebut Titian Dewata. Penutupan bendungan Siruar ini hanya untuk jangka waktu sebulan, yaitu selama pembangunan tahap terakhir bendungan Tangga di bagian hilir Siruar. Upacara itu dilanjutkan dengan pesta adat. Di sebuah tanah lapang, dua kilometer dari Siruar, Menteri Soehoed menyerahkan kepala kerbau jantan kepada masyarakat setempat yang diwakili 12 raja bius (persekutuan huta atau kampung). Dan kemudian para raja bius pun mengalungkan ulos untuk sang menteri Upacara ditutup dengan piso-piso yaitu penyerahan amplop berisi uang Rp 1 juta kepada raja-raja bius dari Menteri Soehoed. "Nga Sae Sudena (sudah beres semuanya)," kata Ompu Unggul Manurung, 67 tahun, raja bius Uluan, Kecamatan Porsea, Kabupaten Tapanuli Utara seusai upacara. Pernyataan ini dibenarkan oleh Wakil Ketua Otorita Asahan, Ir. Bisuk Siahaan. "Betul, soal 19 kk yang menolak ganti rugi itu sudah beres," katanya. Tetapi Urung Marpaung, seorang ompu yang lain, yang berpakaian adat dan ikut menari manortor dalam upacara itu, tak bisa menyembunyikan wajahnya yang murung. Sebab dengan tertutupnya pintu pengelak air di Siruar. Berarti 22 ha sawah tenggelam. Bersama 18 kk lainnya, sejak 1978 Marpaung menentang ganti rugi atas 22 ha sawah mereka karena menganggap pembayaran itu terlalu murah. Dan benar. Sementara dia manortor siang itu, areal sawah yang selama ini gigih dipertahankan Marpaung berikut 18 kk, serta-merta tenggelam -- berikut tanaman padi yang sudah sejengkal. Untuk itu, jauh sebelumnya, Pemda Tapanuli Utara cukup repot. Berbagai perundingan gagal, karena ke-19 kk tetap menuntut ganti rugi yang lebih besar. Pertemuan 27 Januari 1981 di kantor bupati di Tarutung, misalnya, tak menghasilkan kata putus. Pertemuan itu dihadiri pula oleh 26 kepala desa dan 120 pengetua adat sekitar Siruar. Dalam pertemuan 2 Februari yang menelan waktu delapan jam, semula kelompok 19 masih mencoba bertahan. Tapi kemudian luluh oleh keputusan para raja bius, bahwa ganti rugi harus diterima. Tidak menerima keputusan para raja bius, berarti dikucilkan dari kampung. "Begitu petuah Raja Sisingamangaraja," ujar Ompu Unggul Manurung kepada Amran Nasution dari TEMPO Akhirnya, 22 ha sawah milik kelompok 19 itu pun diserahkan lewat upacara adat memotong kerbau sesaat setelah peresmian penutupan bendungan Siruar. Memang terlihat beberapa wajah yang murung ketika menyaksikan areal sawah itu pelan-pelan tergenang lalu tenggelam dalam air Sungai Asahan. Tapi tak lama. Mungkin karena mereka cepat terhibur oleh suasana upacara. Menurut Bupati Tapanuli Utara, Salmon Sagala, ganti rugi untuk 22 ha sawah itu tetap seperti semula, yaitu Rp 130/meter persegi, ditambah "harga inflasi" sebesar 130% dari harga tersebut. Selain itu mereka juga ditampung di kawasan yang lebih tinggi seperti di Sioma-oma, Kecamatan Pangaribuan. Mereka juga akan mendapat kredit untuk bertanam cengkih atau kayu manis. Sementara itu pihak Otorita Asahan dibebani tugas memperbaiki jalan-jalan antar desa yang rusak di luar Siruar, berikut empat buah jembatan. Juga menyediakan listrik 5 MW untuk penduduk Porsea dan sekitarnya. Proyek Asahan menghasilkan 513 MW, di antaranya 50 MW untuk kepentingan umum. Dari yang 50 MW itulah diambil 5 MW untuk Porsea. Tapi Camat Porsea, S. Tampubolon, belum punya rencana untuk apa listrik di kawasannya. Listrik sebanyak itu, sama dengan 10% dari seluruh listrik untuk Kota Medan yang berpenduduk 1,2 juta jiwa. Sedang Porsea yang luasnya 17.000 ha hanya berpenduduk 26.337 jiwa. Penduduk Porsea hidup sebagai petani, tinggal di rumah-rumah reyot di punggung-punggung bukit. Di sana ada sekitar 20 pandai besi pembuat parang dan pisau. "Dengan masuknya listrik, industri seperti itu barangkali bisa dikembangkan," kata Tampubolon. Yang terang, untuk kepentingan bendungan Siruar itu, 170 ha sawah (termasuk yang 22 ha tadi) yang semula menghidupi 1.623 jiwa penduduk, kini tenggelam. Penduduk Porsea memang banyak berkorban untuk proyek ini. Karena itu dalam pidato sambutannya Menteri Soehoed berkata: "Terima kasih untuk pengorbanan yang telah diberikan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus