Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Putri yang Dipermalukan

Putri Thailand turun takhta karena ulah keluarganya. Paman dan adik-adiknya menjual nama kerajaan untuk meraup uang.

22 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pangeran dan putri yang menjadi pasangannya tak selalu hidup bahagia selamanya. Putra mahkota Kerajaan Thailand, Pangeran Maha Vajiralongkorn, bercerai dari istrinya, Putri Srirasmi Suwadee, pada 10 Desember lalu. Gara-garanya, sejumlah anggota keluarga sang putri ditangkap terkait dengan kasus korupsi dan penyalahgunaan nama kerajaan.

Srirasmi melepas gelar bangsawan dengan sukarela. "Raja telah mengizinkan untuk mengumumkan Putri Srirasmi menyatakan dalam dokumen tertulis bahwa dia mundur dari status bangsawan," demikian pernyataan istana, Sabtu dua pekan lalu, seperti dikutip Daily Mail.

Tak lagi menghuni istana, ia akan kembali ke rumahnya di Rachaburi, Bangkok bagian barat. Menurut The Diplomat, Raja Bhumibol Adulyadej menawarkan 200 juta baht atau sekitar Rp 76 miliar sebagai kompensasi perceraian. Dipangkorn Rasmijoti, putra semata wayangnya yang berusia sembilan tahun, hasil perkawinannya dengan sang Pangeran, tetap bersama keluarga kerajaan.

Skandal yang melibatkan keluarga Srirasmi terjadi di kalangan elite kepolisian Thailand. Pada 11 November lalu, Kepala Polisi Nasional Somyot Pumpanmuang menonaktifkan paman Srirasmi, Letnan Jenderal Pongpat Chayapan, Kepala Biro Investigasi Pusat (CIB), tanpa penjelasan. Pongpat diduga terlibat korupsi, memeras, menyelundupkan minyak, dan memfitnah kerajaan. Pongpat ditahan di pengadilan kriminal di Ratchapisek Road, Bangkok, sejak 25 November malam.

Somyot mengatakan Pongpat telah mengakui kebenaran tuduhan terhadapnya, termasuk soal menerima bermacam suap. Dalam berulah, Pongpat bekerja sama dengan rekannya, Wakil Kepala CIB Mayor Jenderal Kowit Wongrungruang, yang dinonaktifkan dan digiring ke tahanan bersamaan. Kaki tangan mereka tak kurang dari sebelas orang. Di antaranya Mayor Jenderal Boonsueb Phraithuean, Kepala Divisi Laut Kepolisian; Kolonel Polisi Akkharawut Limrat, Kepala Divisi Penindakan Kejahatan; dan Kolonel Polisi Wuthichat Liansukhon, Kepala Divisi Perlindungan Konsumen.

Menurut Bangkok Post, komplotan itu memeras pejabat polisi lain senilai 3-5 juta baht. Total duit yang mereka dapat sejak 1 Oktober 2010 hingga 11 November tahun ini mencapai 50 juta baht. Rata-rata uang itu didapat dengan menjanjikan promosi jabatan atas nama kerajaan.

Dalam kasus penyelundupan minyak, Pongpat diduga menerima 118 juta baht dari Boonsueb sejak 28 Desember 2011 hingga Juli 2014. Boonsueb sendiri meraup duit rasuah itu dari geng penyelundup minyak dengan mencatut nama kerajaan. Bukan itu saja. Pongpat bersama Kowit juga diduga mengoperasikan sarang perjudian ilegal di Huai Khwang, bagian timur pusat Kota Bangkok. Di sana, mereka mengklaim uang akan diserahkan kepada kerajaan.

Menurut Somyot, polisi masih mencari aset lain milik Pongpat, yang diperkirakan bernilai 10 juta baht. Ia menyebutkan nilai sebenarnya masih belum jelas karena ada tambahan gedung, uang tunai, emas, dan tanah. Aset Pongpat mencakup jimat dan barang antik Buddhisme.

Somyot menyebutkan praktek kriminal Pongpat yang menyalahgunakan hubungan dengan keluarga kerajaan melanggar Pasal 112 Undang-Undang Kejahatan Thailand tentang nama baik keluarga kerajaan atau yang dikenal dengan lese majeste. Di dalamnya tertulis, "Siapa yang memfitnah, menghina, atau mengancam raja, ratu, dan waris kerajaan akan dihukum penjara 15 tahun."

Tiga saudara laki-laki Srirasmi juga ditangkap pada 25 November lalu. Mereka adalah Natthapol Suwadee, Sitthisak Suwadee, dan Narong Suwadee. Dua nama terdahulu menjabat kepala staf kantor di pusat pemerintahan putra mahkota. Ketiganya dikenai sejumlah tuntutan, dari membantu kejahatan Pongpat, memfitnah kerajaan, membawa senjata tanpa izin di ranah publik, merampok, hingga melakukan penyekapan.

Seorang saudara perempuan Srirasmi, Sudhatip Suwadee, tak lepas dari kasus penyalahgunaan nama kerajaan. Sudhatip adalah istri tersangka Kowit. Situs Prachatai melaporkan, ia ditangkap pada 11 Desember karena menjual produk makanan lebih tinggi dari harga pasar dengan mengatasnamakan kerajaan. Murka, Pangeran mencabut nama kebangsawanan Akrapongpreecha, yang sebelumnya diberikan kepada anggota keluarga Srirasmi.

Kini Menteri Peradilan Thailand Jenderal Paiboon Koomchaya berkoordinasi dengan pejabat senior Kantor Anti-Pencucian Uang (Amlo) dan Departemen Penyelidikan Khusus (DSI) untuk membantu polisi. Amlo diminta menyelidiki aset para tersangka, sementara DSI ikut melakukan penyelidikan bersama kepolisian. Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan mendukung langkah itu. "Semua harus patuh pada hukum," kata Prawit, seperti dikutip Bangkok Post.

Atmi Pertiwi (Bangkok Post, Prachatai, The Guardian, The Diplomat, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus