Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AUSTRALIA
Penyandera Sydney Pernah Jadi Buron
Kepala Kepolisian Iran Jenderal Ismail Ahmadi Moghaddam mengatakan Man Haron Monis, penyandera di Kafe Cokelat Lindt, Sydney, Australia, pernah menjadi buron di Iran pada 1996. Di Iran, Monis dikenal sebagai Manteqi.
Menurut Moghaddam, ketika itu pria yang dikenal sebagai Syekh Haron ini adalah manajer agen perjalanan pelaku penipuan. Monis menilap US$ 200 ribu dari orang-orang yang mengajukan visa di tempatnya bekerja. "Karena kami tak punya perjanjian ekstradisi dengan Australia, polisi Australia menolak menyerahkannya," kata Moghaddam kepada BBC, Selasa pekan lalu.
Berbekal uang curian, Monis terbang lewat Malaysia menuju Australia dengan nama palsu. Monis lalu meminta suaka di tempat tujuannya.
Dimintai konfirmasi mengenai hal itu, Perdana Menteri Australia Tony Abbot tak membenarkan, juga tak membantah. Ia mengakui Monis dikenal oleh badan intelijen Australia, ASIO, pada akhir 2000-an. Sikap ekstrem dan catatan kriminalnya sebenarnya sudah membuat Monis tampak mencurigakan bagi badan intelijen.
Monis, misalnya, pernah mengirim surat bernada ofensif kepada keluarga tentara Australia yang tewas pada 2010. Pada 2013, Monis didakwa bersekongkol dalam pembunuhan mantan istrinya, tapi ia membantah keras. Belum lagi dakwaan 40 kasus pelecehan seksual. "Meski orang 'sakit' dan 'terganggu' ini diawasi 24 jam sehari, tetap ada kemungkinan insiden ini terjadi," ujar Abbot, seperti dikutip situs News, Rabu pekan lalu.
Penyanderaan 17 orang di Kafe Lindt terjadi pada Senin pekan lalu. Monis melakukan penyanderaan selama 16 jam. Dua orang tewas, yaitu Katrina Dawson, 38 tahun, pengunjung yang melindungi temannya, dan Tori Johnson, 34 tahun, manajer kafe yang mencoba merebut pistol dari Monis.
PALESTINA
PBB Didesak Beri Pengakuan
Pejabat Palestina mengatakan akan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi pengakuan Palestina sebagai negara meski ada kemungkinan Amerika Serikat menjegalnya. "Kami akan mengajukan proyek kami ke Dewan Keamanan PBB pada Rabu," kata seorang penasihat Presiden Palestina Mahmud Abbas yang tak mau disebut namanya, seperti dilaporkan kantor berita AFP, Selasa pekan lalu.
Rancangan resolusi itu meminta penarikan tentara Israel dari wilayah Palestina dalam dua tahun. Palestina juga ingin kembali ke perundingan untuk mencapai solusi dua negara—berarti Palestina dan Israel hidup berdampingan.
Rencananya, pemerintah Yordania yang akan mengajukan resolusi itu atas nama Palestina, karena Palestina hanya berstatus pengamat di PBB, bukan negara berkeanggotaan penuh. Menurut ketentuan, hanya negara berkeanggotaan penuh yang berhak mengajukan resolusi ke PBB.
Pejabat Palestina telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry di London dan menyampaikan rencana ini. Menurut seorang pejabat Palestina, mereka mendapat peringatan keras dari Kerry, yang menyatakan Amerika akan memvetonya. "Kami harus menghitung dengan hati-hati setiap langkah yang akan diambil untuk saat sulit sekarang," kata Kerry, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu pekan lalu.
Israel, seperti yang sudah-sudah, menentang segala resolusi yang membahayakan Israel. "Usaha Palestina dan beberapa negara Eropa untuk memaksakan syarat kepada Israel hanya akan memperburuk situasi kawasan dan membahayakan Israel," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
MYANMAR
Pelajar Protes Undang-undang Pendidikan
Pelajar Myanmar mengancam menggelar protes nasional jika pemerintah tak mengamendemen undang-undang yang melarang mereka terlibat aktivitas politik dan mengekang kebebasan akademis. Hingga Rabu pekan lalu, sudah empat hari mereka berunjuk rasa di jalanan Yangon, membawa spanduk bergambar merak—simbol perlawanan.
Kata Phyo Phyo Aung, Sekretaris Jenderal Persatuan Pelajar Burma, mereka memberi pemerintah waktu 60 hari untuk memenuhi tuntutan itu. Undang-Undang Pendidikan Nasional yang disahkan parlemen Myanmar pada September lalu menyebutkan kurikulum sebagian besar ditentukan oleh Kementerian Pendidikan.
Menurut Aung, pemerintah mengabaikan pendapat pelajar, guru, dan akademikus independen saat merancang undang-undang itu. "Tidak beralasan sebuah badan yang berkompromi dengan pemerintah menentukan kebijakan pendidikan, rencana, dan kurikulum," ujar Aung, seperti dikutip UT Sandiego, Rabu pekan lalu.
Aksi protes pernah dilakukan pada November lalu. Pelajar berdemonstrasi di lokasi bekas persatuan pelajar Universitas Yangon yang dibubarkan militer 26 tahun lalu. Aung mengatakan mereka akan terus berdemonstrasi sampai Undang-Undang Pendidikan dibuat sesuai dengan keinginan pelajar.
Aung bahkan menyebutkan persatuan pelajar telah diundang dalam pertemuan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dengan kelompok sipil. "Saya yakin Presiden Obama akan tahu tentang protes persatuan pelajar," katanya, seperti dilaporkan Eleven Myanmar, Senin pekan lalu.
Merespons protes itu, Menteri Pendidikan Myanmar menyatakan undang-undang menjamin kebebasan akademis. Dia menjanjikan pembentukan persatuan pelajar bisa dimasukkan ke anggaran rumah tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo