Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NIK Abdul Razak menempuh perjalanan mudik panjang pada Selasa pekan lalu. Dari Petaling Jaya, Selangor, tempat ia tinggal dan bekerja sebagai guru, Razak menghabiskan 14 jam untuk mencapai kampung halamannya di Kubang Kerian, Kelantan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, pada hari biasa, jarak 450 kilometer itu ia tempuh dengan bus dalam waktu separuhnya. "Mengundi (memilih) pada hari Rabu sangat merepotkan. Betul-betul di tengah minggu bekerja," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah perantau ini signifikan. The Edge Malaysia bekerja sama dengan The Edge Market memperkirakan hingga 3,5 juta (23 persen) dari total 14,96 juta pemilih merantau di kota-kota besar.
Komisi Pemilihan Umum Malaysia menetapkan hari pengundian--pemungutan suara dalam bahasa Melayu--jatuh pada 9 Mei. Ini di luar kelaziman karena pemilihan umum biasanya digelar akhir pekan. Meskipun pemerintah menetapkan hari itu sebagai hari libur nasional, tetap saja menyulitkan banyak perantau.
Di Twitter, banyak mahasiswa mencuit tentang mereka yang tak bisa mudik karena tidak ada biaya. Para pekerja mengeluh tak mendapat cuti. Keluhan merembet ke persoalan harga tiket pesawat yang telah meroket hingga delapan kali dari tarif normal.
Situasi itu membuat Joe Lee, editor situs berita Malay Mail, menggalang gerakan mudik bersama. Di Twitter, ia membikin tagar #PulangMengundi. "Jika Anda kesulitan mengambil cuti untuk memilih atau tidak mampu mudik, silakan gunakan tagar ini, dan mungkin seseorang dapat membantu," kata Joe di akun @klubbkiddkl miliknya.
Masyarakat pun menyambutnya. Satu demi satu netizen mulai berbagi informasi. "Yo, ada yang butuh tumpangan untuk #GE14? KL-Kelantan (Kubang Kerian). Bisa muat untuk tiga orang. DM saya jika tertarik," cuit pemilik akun @notadrugpusher pada 2 Mei lalu. Pada Selasa malam pekan lalu, #PulangMengundi menjadi tagar terpopuler di negeri itu.
Ada pula Undi Rabu, gerakan penggalangan dana untuk membantu pemudik. Dalam dua pekan sejak tanggal pemilihan diumumkan sebulan lalu, kelompok itu telah menghimpun hampir 200 ribu ringgit (sekitar Rp 700 juta). Uang dari sekitar 250 sponsor itu disalurkan ke lebih dari seribu penerima, yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pemilih pemula.
Jumlah pemilih tahun ini melonjak tipis. Pada 2013, sebanyak 11,05 juta orang (85 persen pemilih) mendatangi bilik suara. Tahun ini tingkat keikutsertaan itu turun 2,68 persen, tapi jumlah pemilih naik menjadi 12,29 juta orang.
Para pemudik itu termasuk diaspora. Komisi menetapkan bahwa pemilih di Singapura, Brunei, Kalimantan (Indonesia), dan Thailand selatan tak dapat memberikan suara via pos. Menurut catatan James Gomez dan Rusdi Omar di Journal of Current Southeast Asian Affairs pada 2013, Komisi mempersulit syarat pemilihan karena para diaspora cenderung memilih oposisi.
Namun berbagai gerakan sosial mendorong para diaspora ini untuk pulang dan mencoblos. Di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, ratusan orang sambil menenteng tas, ransel, ataupun koper terlihat antre berbaris untuk memasuki stasiun kereta, Selasa pekan lalu.
Pada 2008 dan 2013, penduduk Malaysia di Singapura juga mudik untuk pemungutan suara. Kementerian Sumber Manusia memperkirakan sekitar 350 ribu orang Malaysia bekerja di Singapura dan 386 ribu lainnya berstatus penduduk permanen.
Di kota-kota besar, arus mudik pemilih lebih meriah ketimbang saat Lebaran. "Kali ini ramai perantau pulang mengundi," ujar Nik Abdul Razak. Ribuan kendaraan dari Lembah Klang juga telah memadati sepanjang jalan raya Kuala Lumpur-Karak sejak Selasa sore pekan lalu.
Berbagai kesulitan yang dibikin Komisi tak menghalangi masyarakat untuk mencoblos. "Semakin mereka (pemerintah) coba mempersulit kami untuk memilih, semakin kami mau pulang untuk membuktikan mereka salah," kata Loo Xian, 28 tahun, karyawan sebuah perusahaan pakaian di Singapura, seperti diberitakan Free Malaysia Today.
Mahardika Satria Hadi (free Malaysia Today)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo