Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Vonis Bengkok di Meulaboh

Pengadilan negeri menganulir putusan kasasi yang menghukum pembakar hutan. Merusak kepastian hukum.

13 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengadilan negeri menganulir putusan kasasi yang menghukum pembakar hutan. Merusak kepastian hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Vonis Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh, yang membatalkan eksekusi terhadap PT Kallista Alam sekali lagi menunjukkan bobroknya peradilan kita. Majelis hakim juga menganulir putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap. Penyimpangan ini tak boleh dibiarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan itu merusak kepastian hukum atas kasus pembakaran hutan oleh PT Kallista Alam, yang diadili di tempat yang sama dengan hakim berbeda pada 2014. Saat itu, Pengadilan Negeri Meulaboh menyatakan PT Kallista bersalah dan mewajibkan perusahaan kelapa sawit ini membayar denda Rp 366 miliar kepada negara. Uang itu merupakan ganti rugi dan biaya pemulihan sekitar 1.000 hektare lahan gambut di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, yang rusak dibakar perusahaan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kawasan Rawa Tripa, yang luas totalnya sekitar 61.800 hektare, masuk Kawasan Ekosistem Leuser. Hutan Leuser, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, telah ditetapkan sebagai kawasan strategis berfungsi lindung. Rawa Tripa merupakan satu dari hanya enam habitat orang utan Sumatera (Pongo abelii) yang tersisa.

Kalangan aktivis lingkungan hidup memuji vonis yang sangat progresif itu. Teramat jarang perusahaan pelanggar lingkungan hidup dijatuhi hukuman denda. Vonis itu belakangan dikuatkan dengan putusan kasasi Mahkamah Agung. Upaya peninjauan kembali juga telah ditolak Mahkamah Agung. Praktis, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang memenangi perkara itu, tinggal menanti proses eksekusi.

Proses penegakan hukum kasus pelanggaran lingkungan hidup itu menjadi berantakan setelah Pengadilan Negeri Meulaboh menerima gugatan PT Kallista pada April lalu. Majelis hakim yang dipimpin Said Hasan dan beranggotakan Muhammad Tahir dan T. Latiful membuat putusan tak wajar yang mengakibatkan teranulirnya putusan Mahkamah Agung. Majelis hakim menerima alasan penggugat bahwa titik koordinat lahan gambut yang menjadi obyek gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak tepat sehingga tidak dapat dieksekusi. Argumen ini amat mencurigakan. Kalaupun benar ada persoalan pada lokasi obyek gugatan, seharusnya hal itu sudah dibahas pada sidang kasus ini sebelumnya.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial perlu segera meluruskan penyimpangan itu. Hakim Said Hasan dan kawan-kawan mungkin mengabaikan prinsip ne bis in idem. Kasus yang sama seharusnya tidak bisa diadili lagi. Mahkamah dan Komisi harus memeriksa para hakim yang membuat putusan aneh tersebut. Tidak perlu menunggu laporan. Pelanggaran materiil dan etik yang mereka lakukan terang-benderang. Tak ada dasar hukum yang membenarkan pengadilan negeri menganulir putusan Mahkamah.

Tindakan lebih tegas perlu dilakukan terhadap hakim yang nakal karena vonis yang janggal seperti itu masih sering muncul. Sejak reformasi digulirkan 20 tahun lalu, banyak upaya sudah dilakukan untuk memperbaiki sistem peradilan, termasuk pembentukan Komisi Yudisial. Tapi pengadilan sesat terus terjadi. Remunerasi pun tidak bisa "membersihkan" pengadilan dari hakim kotor. Sebenarnya tersedia sanksi berat seperti pemecatan dan demosi, tapi jarang dipraktikkan.

Petinggi Mahkamah Agung dan anggota Komisi Yudisial semestinya menyadari, buruknya integritas para hakim menyebabkan proses hukum berliku-liku dan berbiaya tinggi. Kini perkara pelanggaran lingkungan hidup itu harus dimulai dari nol kembali. Apa boleh buat, pemerintah mesti mengajukan upaya hukum lagi untuk melawan vonis hakim Said Hasan dan kawan-kawan hingga ke Mahkamah Agung.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus