Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rencana Membangkitkan Arwah Yasukuni

Perdana Menteri Abe ingin Jepang kembali memiliki angkatan bersenjata. Caranya dengan mengubah konstitusi.

28 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM tujuh bulan, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melakukan dua hal yangtidak dilakukan banyak pendahulunya. Pekan lalu, di bawah komandonya,Partai Liberal Demokrat (LDP) memenangi pemilihan kamar atas di parlemenJepang, mengakhiri sepenuhnya dua tahun kekuasaan Partai Demokrat Jepang(DJP). Perolehan suara LDP dalam pemilihan itu diklaim sebagai yang terbesardalam 20 tahun terakhir.

Sebelumnya, Abe menjadi politikus Jepang pertama yang bisa kembali mendudukiposisi puncak setelah sempat jatuh dari lingkaran elite. Pada akhir tahunlalu, dia dilantik menjadi Perdana Menteri Jepang untuk kedua kalinyasetelah dipaksa mundur dari posisi itu enam tahun silam. Walhasil, LDP kini menguasai dua kamar di Diet atau parlemen.

Kini Abe ingin mengubah konstitusi—rencana yang belum pernah dilakukan semuapendahulunya. Dalam manifesto partainya, Abe dan LDPtegas-tegas berkampanye untuk amendemen. "Mereka sudah berbicara soal rencanaini sejak dulu, dan semua orang di Jepang tahu, kalau menang, merekaakan melakukannya," kata Hiroki Sugita, jurnalis senior Kyodo News, kepadaTempo, Juni lalu. Dominasi LDP di Diet menandakan rencana ini akan maju tak gentar.

Abe memang sudah lama memimpikan perubahan konstitusi. Sebagai negara yangkalah perang pada 1945, Jepang tidak berhak membuat konstitusi sendiri. Amerika Serikat—di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur—yang berwenang memformulasikannya setengah abad lalu. Di dalamnya ada "borgol" agar Jepang tak membangun angkatan perangnya kembali, yaitu dua ayat pada pasal 9.

Abe ingin mengubah pasal itu dan pendukungnya tidak sedikit. Seorang pejabatKementerian Luar Negeri Jepang yang menolak disebut namanya menegaskan, pasal itu sebenarnya melanggar hukum internasional yang memperbolehkan sebuahnegara berdaulat membela diri sendiri (collective self-defense).Apalagi pasal 9 juga tidak mengatur keberadaan Pasukan Bela Diri (SelfDefense Force) Jepang. "Karena itu, sekarang pemerintahsudah membentuk tim untuk mengkaji rencana perubahan konstitusi ini,"ujarnya.

Nah, Abe memiliki pendukung garis keras. Mereka dikenal sebagai kaum revisionis. Paranasionalis radikal ini percaya Jepang tidak bersalah dalam Perang Dunia IIdan semua pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat perang itu adalahkonsekuensi lazim sebuah operasi militer. Mereka juga punya pembenar: serangan militer Jepang ke Asia Tenggara adalah karena memburu sumber daya yang dibutuhkan industri dalam negeri. Akses tersebut dihalang-halangi Belanda dan Inggris, sekutu Amerika Serikat.

"Amendemen ini sebenarnya manifestasi agenda yang lebih luas untukmerevisi sejarah, yang merupakan ekspresi dari semangat nasionalisme Abesendiri," tulis Aurelia George Mulgan, pakar Asia Timur dariUniversitas New South Wales, Australia, di jurnal Forum Asia Timur, Mei lalu.

Dia mengacu pada sejumlah pernyataan Abe yang kerap mengecilkan artipelanggaran hak asasi manusia selama masa pendudukan Jepang di Asia. Abe sendiri tak pernah sungkan mengungkapkan cita-cita utamanya: mengembalikanJepang menjadi "negara normal", yaitu memiliki angkatan bersenjata sendiri.

Masalahnya, keinginan Abe ini tak mudah dipahami negara-negara tetangganya. Banyak yang masih trauma dengan kiprah militer Jepang selama dua PerangDunia. Sekarang saja ketegangan antara Jepang dan dua tetangga terdekatnya,Cina dan Korea Selatan, makin menjadi-jadi.

Sengketa kepemilikan Pulau Senkaku—Cina menyebutnya Diaoyu—menambah panas suhu kawasan. Pertengahan tahun lalu, kapal-kapal Angkatan Laut Cina berpatroli didekat wilayah sengketa, merespons tindakan pemerintah Jepang yang mengambilalih kepemilikan pulau itu dari pihak swasta.

Sikap keras Abe tidak membantu menyelesaikan masalah. Sampai sekarang, misalnya, dia belum bertemu secara bilateral dengan Presiden Cina yang baru,Xi Jinping. "Berbeda dengan Perdana Menteri Jepang sebelumnya, Abe sengaja tidakberkunjung ke Beijing setelah dilantik," kata Makiko Takita, jurnalis Sankei Shimbun, dalam sebuah seminar yang digelar East West Center di ­Tokyo, awalJuni lalu. Dia memilih datang ke Vietnam, Thailand, dan Indonesia.

n n n

ABE dianggap mendukung militerisme ketika dia berkomentar membela kunjungan lebih dari 170 anggota parlemen dan menteri, termasuk Wakil Perdana Menteri Taro Aso, ke Kuil Yasukuni, April lalu. Abe menilai tempat pemujaan agama Shinto ini terletak di jantungKota Tokyo, tak jauh dari distrik finansial Otemachi Chiyoda, yang mirip dengan Pemakaman Arlington di Amerika Serikat, pekuburan para pahlawan perang versi Abang Sam. Sedangkan Yasukuni diidentikkan sebagai tempat arwah para penjahat perang, terutama oleh Cina dan Korea Selatan.

Ketika Tempoberkunjung ke sana awal Juni lalu, beberapa penduduk lokal tampak berdoasejenak dalam perjalanan pulang dari tempat kerja. Di depan altar, masihlengkap berjas dan berdasi, mereka melempar koin yen, menepukkan tangan duakali, lalu menundukkan kepala.

Sepintas tak ada yang istimewa dari kuil asri ini. Yang membuatnya berbeda: para prajurit Jepang—sejak era kekaisaran sampai sekarang—percaya bahwa arwah mereka akan bersatu kembali di kuil ini jika mereka gugurdalam pertempuran. "Sampai bertemu lagi di Yasukuni" adalah ungkapan yanglazim diucapkan para serdadu sebelum maju ke garis depan.

Dari sanalah kontroversi Yasukuni bermula. Soalnya, di antara ribuan arwahpara tentara yang disucikan di kuil ini, ada panglima dan komandan militerJepang pada Perang Dunia II—termasuk mereka yang tercatat dalam sejarahsebagai penjahat perang. Ribuan foto mereka dipajang di Museum Yushukan, di sebelah kuil.

Berdiri sejak 1882, museum ini adalah ­representasi cara berpikir kaumnasionalis garis keras Jepang. Begitu masuk pintu utamanya, setiap pengunjungakan disambut dengan pameran pesawat pengebom Mitsubishi Tipe 0 dan meriamModel 96 Howitzer dalam ukuran aslinya.

Dua lantai museum ini penuh dengan sejarah militerismeJepang sejak era Tokugawa. Semua perang yang pernah dijalani Jepangdijelaskan detail, lengkap dengan peralatan yang digunakan. Sebuahruang pamer besar di tengah museum memampangkan pesawat bomber YokosukaD4Y, yang tergantung dalam posisi menukik di langit-langit museum. Dibawahnya ada sebuah torpedo Kaiten, yang melintang membelah ruangan.Panjangnya hampir 10 meter.

Di satu sudut museum, ada semacam display yang berusaha "menjelaskan"aksi militer Jepang ke Asia Tenggara. "Industri Jepang bergantung pada minyakbumi dan lempeng baja dari Amerika Serikat. Asia Tenggara memiliki banyaksumber daya, tapi akses Jepang ke kawasan itu dihalangi Belanda danInggris, yang sekutu Amerika," demikian tertera di sana.

n n n

ABE boleh mendominasi parlemen, tapi ada satu hal yang masih mengganjal rencanaamendemen. Perubahan konstitusi Jepang hanya bisa dilakukan jika disetujui dua pertiga dari 242 anggota Diet. Itu setara dengan 162 kursi. Lolos dari sana, masih ada referendum.

LDP dan koalisinya baru menguasai 135 kursi. Karena itulah Abe aktif bergerilya, mendekati partai-partai lain di parlemen. Sasaran pertamaadalah mengubah pasal 96 konstitusi yang mengatur tata cara amendemenlebih dulu. Jika syarat perubahan konstitusi diperingan, amendemen dimasa depan akan lebih leluasa dilakukan.

Rabu pekan lalu, dalam konferensi pers perdananya setelah resmi dinyatakanmenang, Abe mengisyaratkan dia memahami pro-kontra seputarrencana amendemen ini. Dia menegaskan bahwa LDP tak terburu-burumerealisasi perubahan konstitusi.

"Kita tidak akan punya keamanan nasional, diplomasi, dan sistem kesejahteraanyang baik tanpa ekonomi yang kuat," ucapnya. Dengan begitu, Abe mengirimsinyal bahwa prioritasnya saat ini adalah membangkitkan dulu stagnasi ekonomiJepang. Tapi tentu itu bukan berarti arwah Yasukuni tak akan kembali.

Wahyu Dhyatmika (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus