AUSTRALIA menjadi republik? Belum, tapi gagasan itu makin lama makin populer. Adalah Perdana Menteri Paul Keating sendiri yang mencita-citakan lahirnya sebuah Republik Australia, dengan bendera yang berbeda jauh dengan Union Jack (bendera Inggris), dan punya politik luar negeri yang mandiri. Ia tak puas karena selama ini negeri orang putih yang ada di selatan itu kelewat membebek pada Inggris, yang secara formal masih menjadi "tuan"nya. Sejak tahun silam gerakan ini makin populer, terutama dengan terbentuknya gerakan republikanisme yang keanggotaannya macam-macam, mulai dari yang liberal sampai yang sangat konservatif. Organisasi itu diketuai oleh Profesor John Hirst, mahaguru pada Universitas La Trobe yang menyebut dirinya sebagai seorang konservatif. Banyak pentolan politik kelas berat duduk sebagai anggota, mulai dari bekas perdana menteri Gough Whitlam, novelis terkenal Thomas Kneally, sampai pada muda-mudi yang kaitannya pada Inggris sangat tipis. Juga Malcolm Turnbull, pengacara kondang yang berhasil membatalkan larangan pemerintah Inggris agar buku Spycatcher, yang membeberkan pembelotan spion Inggris ke Soviet di masa perang dingin, dilarang beredar di Australia. Namun, gerakan yang tampaknya makin kuat itu belum berhasil mengubah konstitusi yang dibikin oleh Inggris pada permulaan abad ini. Dalam konstitusi itu dinyatakan Ratu atau Raja Inggris sebagai kepala negara Australia. Ini antara lain yang ingin mereka ubah. Paul Keating sangat menekankan perlunya penggantian bendera, sebagai lambang kemandirian. Tapi isu bendera itu pula yang dipakai oleh orangorang yang ingin mempertahankan pertalian kuat dengan Inggris. Mereka umumnya terdiri dari veteran Perang Dunia II yang mengatakan gerakan republik sebagai gerakan antipatriotisme. Maklumlah, dulu mereka mempertaruhkan nyawa di bawah panji Union Jack. Tapi, para pemuka gerakan republik yakin, sebuah Republik Australia lambatlaun akan berdiri. Dewi Anggraeni (Melbourne)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini