Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rouhani Presidennya, Khamenei Penentunya

Iran mendapat presiden moderat. Gerakannya terhambat masalah ekonomi yang berat dan kekuasaan Pemimpin Tertinggi yang tetap dominan.

23 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan ribu orang membanjiri jalan-jalan di Teheran ketika Komisi Pemilihan Umum Iran mengumumkan kemenangan Hassan Rouhani sebagai presiden terpilih. Perayaan jalanan itu dimeriahkan sejumlah lampion yang dinyalakan warga ibu kota Iran tersebut, Sabtu dua pekan lalu. Kemenangan laki-laki 64 tahun itu benar-benar mengejutkan. Hasil jajak pendapat di dalam negeri ataupun analisis dari para pengamat tampaknya tak ada yang menjagokannya, apalagi ia bisa unggul dalam satu putaran saja.

Rouhani juga mengejutkan banyak pihak karena mampu merebut hampir 51 persen suara dari 36 juta pemilik suara yang mencoblos. Kandidat lain tidak ada yang berhasil mengumpulkan suara lebih dari 20 persen. Pesaing terkuat Rouhani, Wali Kota Teheran Mohamad Bagher Qalibaf, hanya mengumpulkan sekitar 17 persen.

Kandidat yang digadang-gadang Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, yaitu juru runding nuklir, Sayed Jalili, cuma memperoleh 11 persen suara. "Kemenangan ini mengingatkan pada kemenangan Khatami pada 1997. Ketika itu, para pemilih menginginkan perubahan," kata profesor bidang politik dari Teheran, Sadegh Zibakalam.

Dalam beberapa hari terakhir sebelum pemungutan suara, keberpihakan terhadap Rouhani memang terus menguat. Sebab, ia satu-satunya kandidat yang mendapat dukungan dari kubu reformis ketika tokoh seperti Akbar Hashemi Rafsanjani tidak diizinkan maju dalam pemilihan presiden. Sedangkan lima kandidat lain dikenal sebagai tokoh konservatif.

Sejatinya negosiator nuklir pada 2003-2005 itu tidak sejak awal berlabel reformis. Alumnus doktor psikologi dari Glasgow Caledonian University di Skotlandia itu dikenal dekat dengan Khamenei. Selain menjadi salah satu penasihat sang Pemimpin Tertinggi, Rouhani dikenal sebagai pakar keamanan nasional dan diplomasi luar negeri.

Tidak jelas apa pemicu Rouhani menjadi lebih moderat. Namun ada peristiwa besar yang mengkritik kedekatannya dengan Khamenei. Putra sulungnya bunuh diri karena sang ayah lekat dengan pemimpin tertinggi itu. Seperti dilansir YNet¸ anak Rouhani meninggalkan sepucuk surat sebelum menembak diri pada 1992. Dalam surat yang dipublikasikan oposisi Iran yang eksil di London, Ali Reza Nouri, anak Rouhani mengaku malu karena harus membohongi teman-temannya bahwa sang ayah bukan bagian dari pemerintahan itu. "Tapi, yang paling membuat saya muak, ketika menyaksikan kau mencium tangan Khamenei," demikian pesan si anak.

Perubahan Rouhani tampak nyata pada kampanye presiden lalu. Dia menampilkan citra baru, berseberangan dengan otoritas Iran. Ia berani mengkritik pemerintah dan bekas junjungannya, Khamenei. Ia juga berjanji akan lebih membuka diri pada dunia internasional, terutama untuk memperbaiki situasi ekonomi yang terus memburuk akibat sanksi atas program nuklir. "Saya senang akhirnya matahari rasionalitas dan moderasi kembali bersinar di Iran," ujarnya dalam pidato kemenangan. Menurut Rouhani, terpilihnya dia sebagai presiden adalah tanda kemenangan kelompok moderat.

Senyum kemenangan tak berlangsung lama. Pekerjaan mahadahsyat dibebankan ke pundak Rouhani. Ramin, pria 40 tahun yang turut hadir dalam perayaan di jalanan Kota Teheran, menginginkan Rouhani mengembalikan kebebasan berpendapat yang diberangus sejak Gerakan Hijau, gerakan antipresiden terdahulu, Mahmud Ahmadinejad, yang merebak pada 2009. "Kami ingin bisa bernapas lagi. Kami juga ingin memiliki hubungan lebih baik dengan dunia internasional," ucap Ramin. Asa ini mewakili generasi muda Iran yang kini mencapai 70 persen dari total 75 juta penduduk.

Tugas berikutnya adalah mengatasi krisis ekonomi kronis. Akhir Maret lalu, badan statistik Iran menyatakan kenaikan inflasi selama setahun—mulai akhir Maret 2012—mencapai 30 persen. Tingkat inflasi ini merupakan rekor terburuk dalam sejarah perekonomian Iran. Menurut keterangan resmi pemerintah, dalam setahun harga pangan naik hingga 60 persen.

Sejak embargo minyak dari Uni Eropa mulai berlaku pada pertengahan 2012, nilai mata uang Iran, rial, makin terperosok. Nilai tukar satu dolar Amerika Serikat kini menembus 35 ribu rial. Padahal sembilan bulan lalu warga masih dapat membeli satu dolar dengan 20 ribu rial.

Rouhani harus berhati-hati dalam menangani masalah ekonomi. Sebab, menurut Shahin Fatemi, pakar Iran dan profesor ekonomi dari American University of Paris, krisis ekonomi yang mendalam sudah ada sebelum sanksi diterapkan. "Salah satu penyebab inflasi adalah politik ekonomi pemerintah di bawah Ahmadinejad," tutur Fatemi.

Hal ini diiyakan pakar ekonomi Iran dari University of Paris Descartes, Fereydoun Khavand. Ia menilai Ahmadinejad sejak awal tidak memiliki kebijakan ekonomi yang pasti. "Satu-satunya program yang ia jalankan, bila bisa disebut begitu, berdasarkan populisme," katanya. Khavandmencontohkan, sejumlah kebijakan merakyat Ahmadinejad yang bisa terealisasi adalah subsidi bagi penduduk pedesaan dan dana perkawinan untuk pasangan muda.

Pada awal-awal masa pemerintahan Ahmadinejad, Iran memperoleh pemasukan relatif tinggi berkat ekspor minyak. Sebelum Ahmadinejad berkuasa, ekonomi Iran sehat dengan laju pertumbuhan tujuh persen. Namun, menurut Khavand, dana itu disalurkan ke sektor-sektor yang salah, seperti mengimpor produk dari luar negeri dan mendanai pemekaran aparat pemerintah. Kemudian banyak uang yang dialirkan untuk agenda keamanan dan politik luar negeri Iran. "Organisasi dan kelompok yang dekat dengan pemerintah Iran mendapatkan dukungan dana, seperti Hizbullah di Libanon dan Hamas di Palestina," ujar Khavand.

Akibat kebijakan-kebijakan yang keliru dan sanksi ekonomi, kini Iran menghadapi pertumbuhan ekonomi negatif meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi sedikit perbaikan pada 2014. "Tanpa pertumbuhan, tidak mungkin bisa membuka lapangan kerja," ucap Khavand, merujuk pada janji dua juta tempat kerja setiap tahun. Nyatanya, Ahmadinejad hanya berhasil membuka 14 ribu pekerjaan baru selama delapan tahun memerintah.

Masalah pengangguran di kalangan generasi muda juga menjadi salah satu pekerjaan rumah besar. Angkanya mencapai 20 persen, terutama pada golongan usia produktif. Generasi ini, berdasarkan sensus terakhir Iran pada 2011, mencapai 70 persen dari 74 juta penduduk Iran. Mereka tidak mengalami Revolusi 1979 dan kini merasa mulai kehilangan pijakan.

Sementara orang tua mereka dapat bekerja, menikah, dan membeli rumah, generasi ini tidak semakmur itu. Membicarakan masalah politik justru menjadi kegiatan mereka sehari-hari. "Setiap kali nongkrong dengan teman, pembicaraan kami tidak jauh dari politik," kata Samaneh, perempuan 27 tahun yang masih tinggal dengan orang tuanya.

Fenomena perceraian, penggunaan narkotik, dan konsumsi alkohol di kalangan generasi muda terus meningkat dalam satu dekade terakhir. "Saya tidak melihat ada upaya menghentikannya," ujar Samaneh. "Tapi setidaknya jika tekanan dunia internasional berkurang, seperti penghentian sanksi, akan membantu meringankan beban hidup kami."

Apa yang bisa diperbuat seorang presiden di Iran, yang tidak memiliki kekuasaan riil cukup besar? Sejarah telah membuktikan keperkasaan pemimpin tertinggi ini. Selama 14 tahun berkuasa, Khamenei telah membuktikan pengaruhnya. Seperti ditulis Foreign Policy, ketika Mohammad Khatami, reformis yang menjabat presiden pada 1990-an, ingin membuka kebebasan individu, Khamenei menggagalkannya. Khamenei pun menyerang Ahmadinejad—yang sebenarnya satu kubu—karena presiden yang baru lengser itu mengembangkan kebijakan populis.

Banyak pihak tak bisa berharap Rouhani dapat menyelesaikan persoalan program nuklir. Kebijakan nuklir dan luar negeri Iran sepenuhnya berada dalam kendali Khamenei. "Anda dapat menjanjikan apa saja, tapi hanya pemimpin tertinggi yang dapat menunjukkan jalan," tutur Merhzad Boroujerdi, Direktur Studi Timur Tengah di Syracuse University, Amerika Serikat.

Sita Planasari Aquadini (Deutsche Welle, NBC,The New York Times, BBC, Foreign Policy)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus