Sebuah pemandangan déjà vu, sebuah kepedihan yang berulang bak siklus tak berkesudahan. Warga sipil kawasan Macedonia mulai meninggalkan rumah untuk mengungsi karena rumah-rumah penduduk terbakar. Saling tembak seru terjadi antara kelompok militan etnis Albania, National Liberation Army (NLA), dan pasukan pemerintah Macedonia. Bahkan sniper mengancam siapa saja yang ada di jalanan. Dua etnis terbesar di Macedonia ini berseteru menyusul konflik etnis di Bosnia pada 1992-1995 dan Kosovo pada 1998-1999. Ini sudah terjadi selama tiga pekan terakhir. Ini terjadi agak di luar dugaan, karena Macedonia adalah kawasan yang lepas dari Yugoslavia dengan damai. Kota terbesar keduanya, Tetovo, mengulang peristiwa Bosnia pada awal perang antaretnis tahun 1992.
NLA adalah kelompok gerilya yang baru mulai menggelar serangan ke pasukan Macedonia beberapa pekan lalu. Mereka keluar dari sarangnya di Tanusevei, di perbatasan Macedonia-Kosovo, dan semakin masuk ke wilayah Macedonia hingga ke Tetovo. Tentu saja situasi ini membuat begitu banyak orang khawatir bahwa perang akan meledak lagi di Balkan, meskipun pasukan NATO yang bergabung dalam Kfor masih berpatroli di sana. Banyak dugaan bahwa NLA adalah penjelmaan dari KLA, kelompok gerilya Albania di Kosovo yang berperang melawan Beograd pada 1998-1999. Mereka menginginkan Albania yang lebih besar dengan etnis tunggal atau lebih dikenal dengan Greater Albania. Namun, NLA menyangkal tuduhan itu. Mereka mengklaim perjuangan mereka adalah demi hak-hak sebagai warga Macedonia. Etnis Albania adalah seperempat dari Macedonia yang dikuasai etnis Slav. Dan mereka merasa diperlakukan secara diskriminatif oleh pemerintah. Mereka minta konstitusi baru yang memberikan hak-hak yang lebih layak.
Pemerintah Macedonia pun tidak tinggal diam dengan serangan yang dilancarkan NLA secara mendadak. Senin pekan silam, pasukan Macedonia mengerahkan tank-tank dan ratusan tentara ke daerah yang dikuasai NLA. Menurut juru bicara pemerintah, Antonio Milosovski, mereka sedang mempersiapkan operasi final untuk mengusir pemberontak. Pada Rabu pekan silam, pemerintah menggempur bukit tempat NLA beroperasi. NLA kemudian menawarkan gencatan senjata yang kemudian diabaikan oleh pemerintah.
Presiden Macedonia, Boris Trajkovski, juga menyerukan bantuan masyarakat internasional. Sayangnya, tidak ada respons yang begitu menggembirakan. Maklum, kalangan internasional mempunyai sikap yang terpecah menghadapi kemungkinan Perang Balkan III ini. Pemimpin Rusia Vladimir Putin menyatakan hari Senin bahwa kekerasan di Macedonia sudah di luar kendali, sehingga dibutuhkan tindakan internasional segera untuk menghentikan pertempuran tersebut. Sementara itu, utusan PBB urusan hak asasi manusia untuk Balkan, Jiri Dienstbier, juga menyatakan kekhawatirannya akan meletusnya perang di Balkan yang lebih besar. "Ada bahaya akan sebuah perang baru di Balkan," ujarnya. Namun, pemimpin keamanan Uni Eropa, Javier Solana, berbeda dengan Putin. Sewaktu mengunjungi ibu kota Macedonia, Skopje, Selasa lalu ia menekankan perlunya penyelesaian politik daripada militer. "Balkan telah terlalu banyak menderita. Juga terlalu banyak orang yang telah menderita," ujar Solana.
Namun, sebenarnya pasukan NATO juga tidak bisa langsung ambil bagian dalam pertempuran ini. Mereka hanya mengantongi mandat di Kosovo dan itu tidak berlaku di Macedonia. Mereka hanya bisa menjaga perbatasan agar tidak terjadi penyelundupan senjata untuk NLA dari Kosovo.
Pemerintah AS juga bersikeras tidak mengirim pasukan. Namun, menurut juru bicara Pentagon, Craig Quigley, Presiden Bush sedang mencari strategi membantu pemerintah Macedonia untuk menangani NLA tanpa menambah jumlah tentara AS di Balkan. Adapun Menteri Pertahanan Inggris Geoffrey Hoon juga setuju dengan pandangan AS untuk tidak melibatkan pasukan asing terlebih dulu.
Selama ini, Kfor (NATO Kosovo Force, terdiri dari 38 ribu pasukan penjaga perdamaian) yang berpangkalan di Balkan—terutama di daerah Kosovo dan sekitarnya—mulai bercokol di sana sejak akhir Perang Kosovo, Juni 1999.
Namun, ternyata konflik tak bisa dihindari. Tentara AS dan Jerman pun terjebak bentrokan senjata dengan NLA. Itu membuat NATO berpikir lebih serius untuk menambah keberadaan mereka di kawasan konflik tersebut. AS juga bersepakat mengirim pesawat mata-mata tanpa awak Predator ke Balkan. Sekitar 80 tentara dan 3 pesawat segera dikirim pekan-pekan ini.
Namun, bantuan nyata belum tampak sehingga membuat pemerintah Macedonia frustrasi. Negara Barat hanya membantu untuk menjaga perbatasan agar tidak terjadi lalu lintas senjata dari Kosovo ke Macedonia.
Hingga kini kekhawatiran Putin akan meluasnya baku hantam ini memang layak diperhatikan. Seluruh dunia tentu tak ingin sebuah pengulangan tragedi Balkan berikutnya.
Purwani Diyah Prabandari (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini