DANSA-DANSA di Iran bisa berujung pembumihangusan koran. Pembredelan empat media terkenal pekan lalu di Teheran bisa ditilik dari sebuah lantai dansa setahun silam di Berlin, Jerman. Pada Maret 2000, para reformis Iran berkumpul di Berlin untuk membahas segala macam pelanggaran hak asasi yang terjadi di negerinya semenjak kemenangan revolusi 1979. Acara itu diakhiri dansa pria dan wanita Iran, termasuk sekilas adegan romantis yang kemudian ditayangkan langsung oleh televisi Iran.
Mendadak sontak peristiwa itu dijadikan momentum kalangan garis keras Iran. Kebetulan pula, saat itu, sang pemimpin spiritual Ali Khameini baru saja mengecam koran-koran reformis sebagai corong liberalisme. Tentu ini saat yang tepat untuk mengkritik Khatami. Presiden Khatami sendiri merasa terpojok karena turut hadir dalam pertemuan tersebut. Alhasil, di bulan Mei 2000 itu 16 koran proreformis langsung diberangus, termasuk koran besar seperti Mosharekat yang bertiras satu juta eksemplar seharinya. Beberapa wartawan kena ciduk.
Dan pekan lalu, dua majalah mingguan, Mobin dan Jame'e Madani, serta majalah bulanan Doran-e Emrooz dan Payam-e Emrooz menyusul masuk "peti kuburan". Tiga puluh aktivis partai oposisi Iran juga menyusul ke "hotel prodeo" dengan tuduhan makar. Jumlah yang kena bredel hingga akhir pekan lalu adalah 36 media. Ini termasuk jurnal ilmiah sastra dan filsafat seperti Kiyan dan koran anak-anak Gonbad e-Kaboud, yang dibredel dengan alasan memuat foto laki-laki semi-telanjang. Dalam istilah seorang profesor politik di Teheran, yang terjadi adalah pemberantasan sistematis dengan alasan yang terlalu dicari-cari. Melawan? Lihat apa yang terjadi pada Latif Safari, Direktur Harian Neshat, yang harus meringkuk setahun di penjara hanya lantaran korannya memuat artikel yang menentang hukuman mati.
Menurut kalangan mullah keras, kekalahan kalangan tradisional dalam pemilihan umum disebabkan oleh serangkaian opini koran-koran reformis. Untuk mencegah kekuasaan Khatami (kembali) pada pemilu tahun 2001, koran reformis mesti dibabat habis. Khatami dianggap terlalu kebablasan memberikan ruang kebebasan bagi anak muda. Salah satu contoh "kebebasan" itu tecermin dari gaya Mohammad Reza Khatami, 40 tahun, adik Presiden Khatami, yang memimpin Front Partisipasi Islam?gabungan partai reformis? yang konon tak canggung-canggung mengebut dengan mobil balap di jalanan Teheran dengan jaket kulit dan telepon genggam.
Semenjak Khatami naik kekuasaan pada Mei 1997, ia memang membuka kembali kebebasan dunia pers dan film. Tapi, sejak 1998, terjadi beberapa pembunuhan terhadap jurnalis yang kritis. Pada awal 1998, misalnya, tiga orang penulis dan penyair, Jafar Pouyandeh, Mohammad Mokhtari, dan Majid Shaarif, diculik dan mayat mereka digeletakkan di pinggiran Teheran. Sedangkan Darious Foroubar, Ketua Partai Nasional Iran, dan istrinya, Parwaneh, yang reformis, ditikam sampai mati. Kasus ini sampai sekarang belum terungkap.
Sementara itu, penyiksaan dan teror psikologis di penjara yang dialami oleh para jurnalis dikabarkan begitu dahsyat. Contohnya, menurut beberapa saksi, seorang jurnalis Iran terkemuka, Ezzatollah Sehabi, mengalami gangguan mental. "Saya mendengar ia mendapat shocking confession yang luar biasa," kata Mohammed Baqer Zakeriper, salah seorang pendukung Khatami. Padahal, pada zaman Shah Iran berkuasa, Sehabi ditahan selama 12 tahun dan kondisinya baik-baik saja.
Seperti di Indonesia, demonstrasi mahasiswa yang melawan pembredelan dilawan dengan demonstrasi mahasiwa yang mendukung pembredelan. Para mahasiswa militan dari Universitas Basij Islamic Teheran paling gencar menyokong pembredelan ini. Bersama para pedagang tradisional yang merasa diancam oleh kapitalisme, mereka juga berpawai menyerang ide-ide ekonomi Khatami. Dalam pidato awal tahun silam, Khatami yakin reformasi adalah proses yang tak tertahankan dan tak bisa dibendung oleh para fundamentalis. Tapi, sampai kini, belum ada kepastian apakah Khatami akan mencalonkan diri lagi pada pemilu ini. Para pendukungnya waswas, akankah reformasi berjalan, sementara salah satu infrastrukturnya?yaitu pers bebas?sudah almarhum.
Seno Joko Suyono (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini