Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Saddam lawan saladin

Pemimpin persatuan patriotik kurdi, jalal talbani, menghadapi kenyataan pahit. setelah menguasai kota kirkuk, kini pasukannya terpukul. sejumlah negara tak ingin kurdi menang.

6 April 1991 | 00.00 WIB

Saddam lawan saladin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ORANG Kurdi punya cita-cita tinggi. Mereka ingin punya negara, ingin memiliki raja sendiri. Dan kalau itu tercapai, orang Arab, Persia, dan Turki akan dijadikan budaknya. Cita-cita itu sementara ini dibatalkan oleh sisa-sisa laskar Saddam Hussein. Dua pekan lalu keinginan sederhana dari sebuah bangsa itu hampir terwujud. Mereka sudah menguasai Kota Kirkuk yang kaya minyak, 250 km utara Baghdad. Waktu itu, bahkan salah seorang pemimpin besar mereka, Jalal Talabani, pun sudah masuk Kirkuk dari pengasingannya di Damaskus, Suriah. Jumat pekan lalu, Talabani, pemimpin persatuan patriotik Kurdi ini, terpaksa mengakui kenyataan pahit. Setelah menguasai kawasan selatan dan melumpuhkan kelompok Syiah, Saddam mulai bergerak ke utara. Dengan hujan bom, serangan helikopter, dan serbuan tank, tentara Irak mengusir pejuang Kurdi. Peshmerga, mereka yang siap mati, begitu artinya nama tentara Kurdi ini, terpaksa mundur. "Untuk menghindarkan jatuhnya korban sipil," kata Talabani pada Reuters. Berbeda dengan motif perjuangan kelompok Syiah Irak yang bercita-cita mendirikan negara Islam macam Iran, kelompok Kurdi hanyalah ingin punya pemerintahan otonom, dan menjadi bagian Irak yang demokratis. Tapi Baghdad tak ingin menyimpan negara dalam negara, rupanya. Bila Amerika yang masih menyimpan puluhan ribu pasukan di Irak seperti membiarkan para pejuang Kurdi dihujani peluru, memang hal itu ada sebabnya. Secara politis, mendukung pergerakan Kurdi berarti juga menyalakan api di Turki, Suriah, Uni Soviet, dan Iran. Sekitar 28 juta orang Kurdi tersebar di situ. Selesai Perang Teluk, Amerika tampaknya tak ingin cari "stori" baru. Nasib Kurdi agak mirip orang Yahudi dulu: tak bernegara. Kalau saja Inggris dulu membantai mereka, seperti Jerman membantai Yahudi, bisa jadi seluruh dunia akan menolongnya. Tapi Inggris cuma menipu orang Kurdi. Ketika Perang Dunia Pertama usai, pihak-pihak yang menang membagi-bagi harta jajahan. Menurut Perjanjian Sevres, 1920, bagi bangsa Kurdi akan ada sebuah negara merdeka. Tetapi janji itu tak pernah terpenuhi. Inggris sibuk membentuk Irak untuk jadi koloninya. Mereka memutuskan, koloni baru ini memerlukan minyak sebagai daerah ekonomi. Maka, ditariklah Provinsi Mosoul masuk ke wilayah Irak. Padahal, kota ini jantung wilayah Kurdi. Pemberontakan pun meledak. Tapi apalah artinya. Pemberontakan demi pemberontakan digilas oleh tentara Inggris. Orang Kurdi jadi terpuruk, terpecah-pecah di banyak negara. Bila pelawanan Kurdi bisa panjang sampai di zaman Saddam Hussein, memang sebenarnya bukan sama sekali tak ada bantuan pihak ketiga. Untuk membuat sibuk Saddam Hussein agar tak mengganggu tetangganya, di zaman Syah Iran, Henry Kissinger yang ketika itu Menlu Amerika merencanakan membantu Kurdi. Bantuan itu tanggung jumlahnya, sekitar US$ 16 juta, sekadar menyalakan pemberontakan, tanpa kemungkinan berhasil. Tampaknya, sejumlah negara menginginkan orang Kurdi habis. Buktinya, di Iran dan Suriah, pelajaran bahasa Kurdi dilarang. Di Turki, menyanyikan lagu Kurdi di jalanan bisa masuk penjara. Namun, bangsa ini punya sejarah, dan tak mudah ditekuk. Sultan Saladin, pemenang Perang Salib, adalah orang Kurdi. Maka, bisa jadi, kemenangan Saddam cuma sementara. Di Kara Hanjir, 20 km timur Kirkuk, pasukan Kurdi kini terkonsentrasi, dan siap membalas. Kata juru bicaranya, "Pertempuran masih terus terjadi di pinggiran Kirkuk. Dari rumah ke rumah. Pokoknya, kami akan terus berkelahi." Masalahnya, bila Amerika tak suka Kurdi menang, tak ingin Syiah berkuasa, dan mengharapkan Saddam jatuh, saling rebut wilayah di Irak bisa berjalan panjang. YH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus