Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Bos besar, tak ditayangkan

Herman cornelis lahenda, terdakwa korupsi di unit eksplorasi dan produksi (uep) iv pertamina divonis bebas pengadilan negeri balikpapan. tvri gagal menayangkan. program penayangan diperdebatkan.

6 April 1991 | 00.00 WIB

Bos besar, tak ditayangkan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
RENCANA kejaksaan menayangkan pertama kali kasus korupsi di Kalimantan Timur Senin pekan lalu digagalkan vonis hakim. Pada hari itu, kejaksaan mendatangkan armada TVRI untuk meliput persidangan terdakwa korupsi di Unit Eksplorasi dan Produksi (UEP) IV Pertamina Balikpapan, Herman Cornelis Lahenda. Ternyata, semua rencana itu terpaksa dibatalkan. Herman, yang dituduh korupsi Rp 1,2 milyar, pada hari itu divonis bebas Pengadilan Negeri Balikpapan. Toh, pada Kamis pekan lalu, kejaksaan setempat jadi juga menayangkan persidangan korupsi di TVRI Stasiun Balikpapan. Namun, yang muncul di layar TVRI bukan Herman, melainkan bawahannya Buntarman Wongsohardjono yang diadili secara terpisah dalam perkara itu. Berbeda dengan nasib Herman, Buntarman justru divonis 6 tahun penjara plus denda Rp 15 juta. Pada Kamis sore hari masyarakat Kal-Tim menyaksikan persidangan Buntarman itu melalui layar kaca TVRI. Bagaimanapun vonis hakim terhadap Herman itu bagaikan "pukulan beruntun" bagi kejaksan daerah itu. Sebab, selain gagalnya penayangan, ya, patahnya harapan kejaksaan memidana Herman. Padahal, sebelumnya kejaksaan menuntut Herman 12 tahun penjara ditambah denda Rp 10 juta dan ganti rugi Rp 1,2 milyar. Menurut jaksa, Herman, bekas Pimpinan UEP IV, terbukti mengkorup penyewaan alat-alat pengeboran minyak di Pulau Bunyu. Bersama bawahannya, bekas Kepala Teknik, Buntarman, kata jaksa, telah merugikan negara Rp 1,2 milyar. Besarnya kerugian negara itulah yang menjadi alasan kejaksaan untuk menayangkan persidangan kasus korupsi tersebut. Sebab, sesuai dengan policy Kejaksaan Agung, yang membolehkan penayangan vonis kasus korupsi, dengan kerugian negara di atas Rp 100 juta. Untuk itu, tiga orang awak TVRI Stasiun Balikpapan dihadirkan kejaksaan setempat, untuk meliput persidangan tersebut. Bahkan jatah listrik di pengadilan, pada hari itu, dinaikkan dari 4.400 watt menjadi 11 ribu watt. Ternyata, semua "kerepotan" itu sia-sia. Majelis hakim yang diketuai Moch. Amin Umar memvonis bebas Herman. Kata majelis, penyelewengan yang dituduhkan jaksa itu tanggung jawab dua orang bekas bawahan Herman -- Said Djabar dan Dumyati -- keduanya hanya berstatus saksi. Menurut hakim, Herman tak ikut bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut. "Sebagai bos besar, terdakwa kan cuma tinggal tanda tangan saja," kata anggota majelis hakim, D.C. Marbun. Perbuatan menandatangani berkas penyewaan alat-alat itu pun, kata majelis, semata-mata tindakan administrasi, bukan pidana. Atas vonis itu, kejaksaan berniat mengajukan kasasi. Sebaliknya, Herman tentu saja gembira. "Puji syukur kepada Tuhan. Doa saya dikabulkan," ujar pemeluk Katolik itu. Persoalannya mengapa vonis bebas Herman itu bisa membatalkan rencana penayangan persidangan. Padahal, seharusnya penayangan itu bisa pula dianggap sebagai rehabilitasi nama baik terdakwa. Kepala Kejaksaan Tinggi Kal-Tim, R. Martojo, mengaku soal itu belum selesai. "Lihat saja nanti," ucapnya tanpa menjelaskan maksud ucapannya. Namun, sudah bisa dipastikan Herman memang tak akan ditayangkan. Sebuah sumber di TVRI Balikpapan mengisyaratkan hal itu. "Wah, untuk penayangan yang satu itu, kami memang ada pertimbangan lain, terutama soal dampaknya," kata sumber itu. Kepala Humas Kejaksaan Agung Soeprijadi mengaku soal vonis bebas begitu memang terhitung hal baru dalam pelaksanaan penayangan. Sebab itu, Kamis pekan ini, Kejaksaan Agung juga akan meminta penjelasan Kejaksaan Tinggi Kal-Tim tentang pelarangan ditayangkannya persidangan Herman itu. Kendati penayangan koruptor jurus kejaksaan, yang diwariskan almarhum Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono, sudah berumur setahun lebih, masih menjadi bahan perdebatan di lapangan antara pihak kejaksaan dan terdakwa serta pengacaranya. Di beberapa tempat, ada pula hakim yang menolak penayangan persidangan korupsi. Kasus mirip persidangan Herman pernah terjadi pada Oktober 1990. Pada waktu itu Pengadilan Negeri Banjarmasin menyidangkan kasus korupsi bekas Kepala Cabang PT Tjipta Niaga, M. Zein Tabur, sebesar Rp 426 juta lebih. Di persidangan itu sempat terjadi perdebatan soal penayangan itu antara pengacara Zeir, Papilaya, dan Jaksa Amrullah Asli. Papilaya menolak maksud kejaksaan menayangkan kliennya dengan dalih -- sebagaimana alasan pihak yang kontra penayangan-penayangan bisa melanggar asas praduga tak bersalah. Sebaliknya jaksa bersikukuh bahwa penayangan dibenarkan undang-undang karena persidangan kan terbukti untuk umum. Semula hakim sependapat dengan pengacara. Tapi entah mengapa, pada persidangan terakhir sikap majelis hakim yang diketuai Munziri Syarkawi berubah. Majelis mengizinkan kamera video meliput sidang vonis Zein itu. Ternyata, pada hari itu Zein divonis bebas. Perdebatan soal penayangan juga pernah berlangsung pada persidangan kasus korupsi Pegawai Dinas Pekerjaan Umum, Dadang Jayarusmana, di Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat. Semula hakim juga tak setuju niat jaksa menayangkan tersangka. Tapi entah mengapa, pada September silam, pengadilan mengizinkan TVRI meliput persidangan akhir Dadang. Pada sidang itu Dadang divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Di Pengadilan Negeri Surabaya, debat serupa pekan-pekan lalu juga muncul pada persidangan korupsi dengan terdakwa Handojo. Akibatnya, sudah tiga kali vonis Handojo tertunda-tunda. Agaknya, sudah perlu ada kesamaan sikap antara jaksa dan hakim dalam hal penayangan. Agar tak ada kesan bila koruptor kecil ditayangkan, sementara kelas "kakap" bisa tidak. Happy S., Rizal Effendi (Balikpapan), Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus