Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Saddam pun mengaku

Irak akhirnya mengaku, tak hanya punya proyek nuk- lir, tapi juga sudah memiliki nomor contoh meriam raksasa dengan daya jangkau 1.000 km.

27 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhirnya tak hanya nuklir, Irak mengakui juga sudah memiliki nomor contoh meriam raksasa. DAHULU Saddam Hussein mengatakan, tak akan menduduki Kuwait. Yang kemudian dilakukannya adalah serangan tiba-tiba. Sebelum Perang Teluk pecah, ia menjanjikan satu perang sampai titik darah penghabisan. Setelah perang berjalan sekitar enam minggu, ia bersedia menarik pasukannya. Beberapa minggu lalu ia masih berkeras bahwa Irak tak punya proyek senjata nuklir. Pekan lalu, bukan hanya proyek yang potensial menjadi pabrik senjata nuklir yang diakui adanya oleh Irak, tapi juga meriam raksasa yang pernah dicemaskan Amerika sebagai senjata perusak mahadah- syat. Memang Irak sulit mengelak lagi, setelah Tim PBB pekan lalu menemukan sebuah proyek pengolahan nuklir Irak di Sharqat, sebuah kota kecil antara Mousul dan Takrit, sekitar 300 km di utara Baghdad. Kata Yuri Porentsova, ahli atom Soviet yang duduk dalam tim tersebut, proyek itu jelas bukan sekadar untuk tujuan damai, tapi punya arti strategis yang besar di kemudian hari. Dimitri Perricos, yang bertindak sebagai ketua tim, menyesalkan sikap Irak yang selama ini main kucing-kucingan. Tapi, pihak pemerintah Irak menampik tuduhan bahwa selama ini lokasi proyek itu tak dilaporkan. Sebab, selain dari delapan tempat yang dilaporkan pada Dewan Keamanan PBB Ahad lalu, proyek Sharqat telah dilaporkan secara lisan. Bisa jadi pemerintah Irak benar. Karena laporan itu lisan, ditambah tersamarnya proyek ini, bukan tak mungkin tim Dewan Keamanan sudah sampai di tempat lokasi tapi tak tahu bahwa itu proyek senjata nuklir. Baru, setelah dibawa berkeliling, meninjau beberapa gedung yang bentuknya sama, Tim PBB itu sadar bahwa proyek-proyek nuk- lir Irak ditempatkan tersebar di dalam bangunan-bangunan yang bentuknya sama dengan proyek nonnuklir. Menurut Al Hayat, surat kabar Mesir yang mendapat info dari sumber-sumber Irak, bangunan seperti itu disebut "gedung alternatif". Itulah cara Irak menghindarkan terulangnya serangan udara Israel atau reaktor nuklirnya pada 1981. Dan ternyata sukses, Operasi Badai Gurun tak menemukan proyek- proyek itu. Tapi, Irak tetap menolak kalau proyek itu dimaksudkan untuk membuat senjata nuklir. Ia juga menampik tuduhan Dr. Hans Pleks, Ketua Badan Internasional Tenaga Atom yang berkedudukan di Wina, yang mengatakan Irak memiliki sekurang-kurangnya 40 kg uranium yang kalau disuburkan dapat mencapai 90% kapasitas un- tuk membuat bom nuklir. Menurut Irak, yang dihasilkannya tak lebih dari setengah kilogram uranium. Ketua Tim PBB Dimitri Perricos, mengakui, Irak memang tak punya uranium sebanyak yang dituduhkan Badan Internasional Tenaga Atom. Tapi, tanpa menyebutkan berapa banyak uranium Irak, Perricos yakin uranium yang dimiliki Irak cukup untuk membuat bom atom. Menurut keterangan salah satu anggota tim, tempat pengolahan uranium Sharqat itu termasuk besar. Menurut taksiran, untuk membangunnya diperlukan 5 juta sampai 6 juta dolar Amerika. Dan yang paling mencengangkan para anggota tim, ternyata Irak mampu menciptakan caleotron raksasa. Itulah alat untuk menghasilkan uranium ringan, bahan bom nuklir. Menurut para ahli, memperoleh uranium ringan untuk sebuah proyek nuklir untuk maksud damai dengan caleotron itu, biayanya terlalu mahal. Kejutan lain yang datang dari Irak adalah soal meriam super. Dulu, ketika perang belum meledak, salah satu kekhawatiran sekutu adalah kemungkinan Irak menggunakan meriam raksasa yang daya jangkau tembaknya bisa lebih dari 1.000 km (Baghdad-Tel Aviv hanya 900 km), dan pelurunya diisi senjata kimia. Un- tunglah, yang dimiliki Irak barulah semacam nomor contoh. Meriam jenis ini belum dibuat secara besar-besaran. Malah pen- ciptanya sendiri, ahli senjata artileri dari Kanada, kedapatan mati di apartemennya di Brussel sebelum Perang Teluk pecah. Yang mencengangkan para anggota tim adalah sikap Irak yang dalam hari-hari belakangan ini sangat terbuka. Banyak hal diungkapkan, yang sebenarnya tak termasuk dalam perjanjian penghentian permusuhan yang ditandatangani Irak pada April lalu. Misalnya mengenai meriam raksasa itu. Adakah ancaman Presiden Bush untuk melakukan Perang Teluk III menggentarkan Saddam Hussein? Tak jelas. Yang pasti, yang dihadapi Irak bukan hanya ancaman perang dari Amerika. Blokade ekonomi yang kini masih berjalan adalah ancaman bentuk lain yang sudah nyata makan korban. Menurut laporan tim medis dari Universitas Harvard, AS, sekitar 170.000 balita menderita kelaparan dan kurang gizi. Nyawa mereka tak bisa lebih lama dipertahankan lagi. Tapi, memang, Saddam tak terancam langsung oleh blokade ekonomi ini. Rakyat- lah yang celaka (lihat Korban Embargo: Rakyat). Menurut analisa Efraim Karsh, Saddam sangat takut kehilangan kekuasaan. Kata penulis buku Saddam Hussein, A Political Biography (The Free Press, 1991) pada majalah Newsweek beberapa lama lalu itu, untuk kekuasaannya Saddam bisa melakukan apa saja. A. Dahana (Jakarta) dan Dja'far Bushiri (Kairo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus