Ide pengelompokan etnis dikhawatirkan hanya memindahkan perang dari satu tempat ke tempat lain. PERUNDINGAN hanya memindahkan perang dari satu republik ke re- publik yang lain di Yugoslavia, agaknya. Di Republik Slovenia, hampir dua pekan belakangan ini tak lagi terdengar tembakan. Kamis pekan lalu, memang sudah disepakati oleh Dewan Kepresidenan Kolektif yang bersidang di Beograd, 12.000 tentara federal ditarik dari Slovenia. Kesepakatan ini, secara tak langsung, dianggap oleh para pemimpin Republik Slovenia sebagai pengakuan kemerdekaan republik paling utara di Federasi Yugos- lavia yang diproklamasikan 25 Juni lalu. Dalam laporan Reuters, penarikan itu mulai terlihat sejak Ahad kemarin. Hari itu, iring-iringan kendaraan militer tampak keluar dari sejumlah pos perbatasan internasional, yang menjadi pintu penghubung Republik Slovenia dengan Austria. Tampaknya, pihak militer federal, yang selama ini bersikeras mempertahankan kesatuan Yugoslavia, mulai melihat kenyataan. Semangat merdeka dua juta orang Slovenia rasanya tak bisa dipadamkan, dengan cara apa pun. "Inilah konfirmasi pengakuan kedaulatan secara defacto," kata Janez Drnovsek, wakil Slovenia dalam Dewan Kepresidenan Kolektif Yugoslavia. Tapi pengakuan pada Slovenia berakibat buruk bagi Republik Kroasia, yang juga memproklamasikan kemerdekaannya pada 25 Juni yang lalu. Dewan Kepresidenan Kolektif tak menyebut-nyebut soal penarikan tentara federal dari Kroasia. Padahal, di wilayah ini ditempatkan 70.000 tentara federal, sejak sekitar tiga minggu lalu. Yakni sejak meletus bentrokan di sekitar permukiman orang Serbia di Kroasia. Tak sebagaimana Republik Slovenia, yang hampir seluruh penduduknya adalah orang Slovenia sendiri, di Kroasia, dari sekitar 4,9 juta warganya, 600.000 adalah etnis Serbia. Ini sebabnya, dalam pertemuan Kamis pekan lalu itu, Presiden Federal Stipe Mesic, orang Kroasia, menjadi satu-satunya orang yang tidak setuju adanya penarikan tentara federal dari Slovenia. Mesic cemas, tentara federal dari Slovenia akan ber- henti di Kroasia dalam perjalanan pulang ke Serbia. Kek- hawatiran itu cukup beralasan. Tak ada jalan lain, bila tentara federal mau balik ke Serbia, memang harus lewat Kroasia. Dengan alasan melindungi etnis Serbia di Kroasia, bisa saja tentara federal yang didominasi etnis Serbia itu lalu bergabung dengan rekannya yang sudah terlebih dahulu berpangkalan di republik ini. Kondisi untuk itu sudah ada. Sejak Jumat pekan lalu, sehari setelah kesepakatan penarikan tentara federal disetujui, pertikaian antaretnis di Kroasia makin kacau. Petani dan nenek- nenek yang sedang memanen ladang pun jadi korban pembunuh gelap. Baik etnis Serbia maupun Kroasia kerap bertindak brutal. Sampai awal pekan ini, menurut Reuters, sudah 24 orang korban, terbanyak di pihak Kroasia, tewas. Ketegangan di Kroasia memang makin menjadi, setelah pekan lalu etnis Serbia menyatakan ingin bergabung dengan Republik Serbia. Mereka mengklaim sebagian wilayah Kroasia sebagai bagian dari Serbia. Tentu saja, pemerintah dan rakyat Republik Kroasia menentang pernyataan itu. Sebenarnya, gagasan orang Serbia di Kroasia itu sudah lama dipertimbangkan sebagai jalan keluar kemelut di Yugo. Yakni suatu pengaturan wilayah baru Yugoslavia berdasarkan etnis. Etnis Serbia dikelompokkan di Republik Serbia, etnis Kroasia di Republik Kroasia, dan seterusnya. Bila itu dilaksanakan secara konsekuen, mungkin semua pihak bisa menerimanya. Kemudian dibentuklah satu ikatan baru, entah itu yang disebut konfederasi (federasi yang lebih longgar) atau apa pun namanya. Sulitnya, itu merugikan bagi etnis minoritas, yang akan hanya mendapat wilayah yang sempit. Ini tentu membuat kedudukan mereka lemah, dan terpaksa mau didikte oleh etnis mayoritas. Setidaknya, yang sudah bocor menjadi berita, pihak Kroasia mengusulkan agar etnis Serbia di wilayahnya, yang menghuni per- batasan Republik ini dengan Republik Bosnia dan Hercegovina, pindah ke wilayah lain. Yakni ke Republik Bosnia dan Her- cegovina itu. Selain dekat, di Republik Bosnia dan Hercegovina sudah tinggal lebih dari 1,3 juta orang Serbia. Apa salahnya mereka disatukan, dan sekaligus tempat permukiman mereka digabungkan saja dengan Republik Serbia. Dengan konsep seperti itu, permukiman orang Kroasia di Repub- lik Bosnia dan Hercegovina pun akan menjadi wilayah Kroasia. Di Republik Bosnia dan Hercegovina kini tinggal sekitar 800.000 orang Kroasia. Konsep pemetaan baru itu tentu tak akan menjadi masalah bagi etnis Slovenia, Montenegro, dan juga Makedonia. Kini mereka menempati republik yang hampir 100% penghuninya etnis yang homogen. Namun, bagi orang Bosnia yang muslim itu, yang permukimannya tersebar di Republik Bosnia dan Hercegovina, pembagian itu men- jadi masalah. Jumlah mereka memang mayoritas di Republik Bosnia dan Hercegovina sekarang ini. Dari 4,6 juta penghuni seluruh republik ini, lebih dari 2,5 juta jiwa adalah orang Bosnia. Jadi, bila sebagian wilayah Republik Bosnia dan Hercegovina yang seluruhnya seluas lebih dari 51.000 km2 (sedikit lebih luas dari Jawa Timur digabung dengan Madura dan Bali), yang tinggal bagi orang Bosnia hanyalah sebuah wilayah yang sempit dan terjepit. Ini tentu tak menguntungkan mereka secara politis dan ekonomis. Celakanya lagi, para politikus Serbia yang tinggal di repub- lik ini sudah menyatakan setuju bergabung dengan sebuah Repub- lik Serbia Raya. Itu sebabnya, pekan lalu buru-buru warga Bos- nia meminta bantuan Turki dan Masyarakat Eropa. Bagi Presiden Bosnia, Alija Izetbegovic, pembagian macam ini merupakan jalan keluar terburuk yang dapat mengundang perang. Belum lagi masalah etnis Albania, etnis mayoritas di Provinsi Kosovo, di Serbia. Benar, tampaknya perundingan hanya memindahkan perang dari satu tempat ke tempat yang lain di Yugoslavia. Farida Sendjaja dan Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini