TAK salah lagi, Jendera Fabian Ver tampil sebagai bintang tv Filipina, Senin siang itu. Atas perintah Presiden Marcos, dua stasiun tv Kota Manila menyiarkan langsung sebuah acara bersejarah, yakni pembacaan keputusan majelis hakim Sandigabayan. Dalam berkas keputusan sepanjang 90 halaman, Ver, berikut 24 tersangka militer dan seorang tersangka sipil, dinyatakan bebas dari segala tuduhan. Segera sesudah vonis dikumandang-kan, Presiden Marcos memulihkan status Ver sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Filipina. Esoknya, ia pun menghadiri pertemuan dengan para kepala staf di Istana Malacanang. Jenderal Ver, yang dituduh terlibat dalam pembunuhan tokoh oposisi Benigno Ninoy Aquino dua tahun berselang, dalam waktu singkat akan kembali mendampingi Marcos. Lalu bagaimana dengan sinyalemen Marcos belum lama berselang yang mengisyaratkan bahwa Ver dan Penjabat Panglima Angkatan Bersenjata Fidel Ramos akan dipensiunkan? Bagaimana pula reaksi AS yang sudah memperingatkan agar Ver tidak diaktifkan kembali? Dalam suasana bergolak dewasa ini, tampaknya segala sesuatu masih tetap terlaksana sesuai dengan kehendak Marcos. Pencopotan Ver dan Ramos, misalnya, sangat boleh jadi hanya sekadar guyon. Reaksi AS tampaknya tidak pernah dipandang serius, konon pula pendapat lawan-lawan politiknya. Marcos masih tetap tak tergoyahkan. Tak urung vonis itu dicela oleh janda Almarhum Aquino, Corazon, dan Kardinal Sin. Rohaniwan Katolik ini mengimbau rakyat Filipina agar "memberi penilaian terhadap vonis itu lewat pemilu yang direncanakan Februari depan." Sin khawatir keputusan untuk membebaskan Ver dan semua tersangka akhirnya akan menjerumuskan negeri itu ke kancah kekerasan. Corazon, yang baru saja dipilih kelompok oposisi moderat sebagai calon penantang Marcos, juga bicara keras. "Saya tetap yakin bahwa Marcos bertanggung jawab untuk pembunuhan Ninoy . . . keyakinan ini akan saya buktikan kelak, kalau Marcos sudah tidak ada." Dikatakannya pula ada beberapa unsur militer yang terjun langsung menangani pembunuhan Aquino. Corazon, yang selalu dipanggil Cory itu, tentu punya alasan kuat mengapa ia mesti menunggu sampai Marcos tidak ada. Ia, yang semula tidak punya ambisi politik, sadar atau tidak kini sudah mulai berpolitik. Terdorong oleh simpati menggebu dari para pendukungnya - mereka mengumpulkan lebih dari sejuta tanda tangan yang dituntut Cory - wanita pemalu itu berjanji "tidak akan mengecewakan banyak orang". Apakah ia akan maju menantang Marcos atau tidak baru akan diumumkannya kelak jika kepastian mengenai pemilu sudah diresmikan. Tapi sampai kini, usaha Cory untuk mempersatukan oposisi belum juga berhasil, sementara batas waktu pencalonan tinggal seminggu lagi. Besar kemungkinan ia akhirnya terpaksa maju, dan di arena pemilu yang sulit diramalkan itu nanti, Imelda Marcos sudah menunggu. "Saya bersimpati padanya...," tutur ibu negara itu ketika ditanyakan pendapatnya tentang Cory Aquino. Dalam satu wawancara, awal pekan ini, Imelda juga bicara tentang berbagai tekanan yang dilancarkan pemerintah AS terhadap suaminya. Pada pendapatnya, kritik dari Washington hanya mencerminkan ketidaktahuan mereka tentang kebudayaan Filipina. Penampilan Imelda dengan sendirinya meramaikan lagi desas-desus lama tentang kemungkinan ia terpilih sebagai pengganti suaminya. Kendati isu pencalonannya sebagai wakil presiden terus dibantah Imelda, kalangan luas di Manila tetap berspekulasi tentang itu. Bekas Menpen Francisco Tatad bahkan meramalkan bahwa Marcos akan mengundurkan diri persis satu hari sebelum pemilu, hanya untuk memberi kesempatan pada Imelda. Marcos sendiri dalam wawancara dengan majalah Newsweek belum lama ini membenarkan bahwa ia mempersiapkan calon-calon pemimpin baru. Tidak jadi soal apakah mereka berasal dari KBL (partai pemerintah) atau oposisi yang penting bisa menyelamatkan Filipina dari cengkeraman komunisme. Marcos mulai bicara tentang suksesi, sedangkan berbagai kelompok pemuda yang turun ke jalan Minggu dan Senin pekan ini justru mengulangi tuntutan supaya presiden itu mundur. Di Manila, 20.000 mahasiswa militan dan kaum buruh turun ke jalan, mengancam akan memboikot pemilu. Di Cebu, demonstrasi diikuti 10.000 orang, sedangkan di Angeles City, 3.000 orang lagi menggebrak ke basis pangkalan udara AS Clark. Aksi-aksi di Manila seperti biasa bergerak menuju Istana Malacanang, tapi sebelum mendekat, sudah dibubarkan oleh polisi. Aksi terakhir di Manila Senin lalu khusus ditujukan untuk mengutuk keputusan pengadilan Sandigabayan. Keputusan itu bukan saja membebaskan Ver, tapi juga menetapkan Rolando Galman sebagai agen komunis yang membunuh Aquino. Bersamaan dengan itu teori tentang adanya persekongkolan militer untuk membunuh Aquino dibantah, sedangkan kesaksian Rebecca Quijano - the crying lady - digugurkan sama sekali. Keabsahan keputusan Sandigabayan secara yuridis lemah, karena bukti-bukti sangat terbatas, banyak saksi menolak hadir atau sengaja bersembunyi. Tapi karena alasan itu juga Ver dan kawan-kawan divonis bebas. Isma Sawitri Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini