PRESIDEN Jomo Kenyatta, tokoh perjuangan Afrika Hitam yang
memimpin perjuangan Kenya ke arah kemerdekaan pada tahun 1963,
22 Agustus yang lalu meninggal dengan tenang di Mombasa. Kepala
dari negara dengan penduduk 11 juta itu hingga saat terakhirnya
tidak pernah mengetahui dengan pasti tanggal serta tahun
kelahirannya. Ia anak seorang dukun di sukunya di pedalaman.
Diperkirakan bahwa ia menutup usia pada usia lebih dari 80
tahun.
Sebelum kabar kematian itu tersiar, tidak terdengar berita yang
menyangkut kesehatan sang presiden. Tapi beberapa hari sebelum
hari kepergiannya, Kenyatta ada melakukan suatu reuni dengan
seluruh angota keluarganya. Kejadian ini oleh orang-orang dari
suku Kikuyu - Kenyatta anggota suku ini -- dianggap sebagai
tanda bahwa orang tua dalam keluarga itu sudah mencium bau
tanah. Pada acara keluarga tersebut dilaporkan bahwa Kenyatta
selalu berada dalam keadaan gembira. Bahkan ada bercanda dengan
para juru potret.
Beberapa saat setelah pengumuman kematian itu tersebar, tersiar
pula berita pengangkatan Wakil Presiden Daniel Arap Moi menjadi
kepala negara sementara. Dalam masa 90 hari Moi harus bisa
mempersiapkan presiden baru. Kesulitan yang bakal ditemui oleh
Moi adalah kerepotan mendapatkan tokoh yang siap menjadi
presiden. Dalam masa berkuasanya Kenyatta, pembicaraan mengenai
orang yang mungkin menggantikan dirinya dianggap tindak
"subversi" dan diancam dengan hukuman mati.
Pembunuhan Politik
Tindakan keras yang demikian itu memang bukan ciri yang dominan
dari kepemimpinan Kenyatta yang amat kebapakan itu. Kendati
demikian, tahanan politik, bahkan pembunuhan politik, bukan
barang asing di Kenya meskipun kebebasan pers, misalnya, lebih
terasa di sini ketimbang di negeri Afrika lain. Dalam tahun
tujuh puluhan ini banyak pengeritik pemerintah yang mendapatkan
perlakuan keras dan kasar. Sejumlah anggota DPR dipenjarakan.
Tokoh-tokoh nasional, bahkan anggota kabinet ada yang dibunuh.
Dalam urusan ini beberapa kasus diketahui sebagai dicampuri
secara pribadi oleh Kenyatta. Sebagai contoh disebutkan nama
J.M. Kariuki, seorang tokoh politik Kenya yang populer waktu
itu. Orang ini secara terbuka berbicara mengenai aspirasinya
untuk jadi presiden. Tapi tokoh ini dibunuh 3 tahun silam. Dan
Kenyatta dilaporkan terlibat secara langsung dalam menyingkirkan
lawan politiknya itu.
Kenyatta yang masa mudanya terkenal revolusioner -- di tahun
1945 bersama dengan Nkrumah mengorganisir Konprensi Pan Afrika
di Inggeris -- ternyata semakin tua semakin sulit menyesuaikan
diri dengan situasi Afrika yang semakin bergolak. Sejak tahun
1964 Kenyatta merasa tidak lagi bisa mengerti para pemimpin
Afrika yang makin revolusioner itu. Dan sejak itu pula ia tidak
lagi menghadiri pertemuan puncak Afrika yang setiap tahunnya
diadakan secara bergilir di tiap ibu kota negara anggota.
Kenya yang dikelilingi oleh negaranegara yang revolusioner dan
berpemerintahan militer -- Tanzania, Somalia, Uganda dan
Ethiopia -- juga makin membuat Kenyatta tua ini selalu
berhati-hati. Meski ia pernah selama 7 tahun menghuni penjara
kolonialis Ingeris, setelah berkuasa, ia toh berbaikan dengan
Inggeris serta kekuatan Barat lainnya.
Mengaku menjalankan suatu jenis sosialisme, Kenyatta yang amat
anti komunis itu memberi tempat yang istimewa kepada perdagangan
bebas. Dalam hubungan inilah nama keluarganya banyak
disebut-sebut sebagai memegang peranan penting dalam perdagangan
tersebut. Isterinya yang keempat, Mama Ngina, sering dihubungkan
dengan skandal praktek dagang dalam bidang tanah dan bangunan,
perdagangan gading serta penyelundupan kopi. Bahkan Kenyatta
sendiri pernah disebut sebagai salah seorang yang terkaya di
dunia. Salah satu sumber kekayaannya -- selain dari
skandal-skandal perdagangan dalam negeri -- menurut tuduhan
lawannya, adalah sogokan dari CIA, dinas rahasia Amerika.
Menjelang hari-hari terakhirnya, sudah lama Kenyatta menarik
diri dari pergaulan politik terbuka. Meski demikian, politikus
muda yang bergiat di Kenya tidak pula mendapat kebebasan yang
cukup. Harapan mereka untuk menjadikan Kenya sebuah negara
terkemuka di Afrika Timur -- seperti ketika Kenyatta dulu masih
aktif di forum internasional -- hingga kini tetap saja sebuah
harapan. Si tua Kenyatta kehilangan selera untuk itu.
Tapi kepergiannya sekarang ini nampaknya tidak akan disia-siakan
oleh politikus muda di negeri itu. Dan jika suatu perubahan
drastis terjadi di Kenya, seluruh Afrika Timur akan
merasakannya. Seperti dulu, ketika Kenyatta masih ada di
panggung politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini