Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bersama-sama menghadapi uni soviet

Jepang, bertegang dengan soviet karena tetap didudukinya kepulauan kuril. jepang mengadakan perjanjian keamanan dengan as th 1952. jepang merasa dikhianati as & mengadakan normalisasi dengan cina th 1972. (ln)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM setiap poll pendapat umum di Jepang sejak tahun 1953 sampai sekarang, Uni Soviet selalu dianggap sebagai negara yang paling tidak disenangi dan dianggap sebagai ancaman utama terhadap Jepang. Perasaan khawatir ini terutama disebabkan oleh pengumuman perang Uni Soviet terhadap Jepang pada bulan Agustus 1945, hanya beberapa hari sebelum berakhirnya Perang Dunia II. Dengan cepat, tentara Uni Soviet menduduki Mancuria, Sakhalin dan kepulauan Kuril. Padahal, Uni Soviet dan Jepang pada waktu itu masih diikat oleh Perjanjian Perdamaian tahun 1941. Serangan ini oleh Jepang dianggap sebagai tikaman dari belakang. Warisan dari Perang Dunia II ini masih ada yakni tetap didudukinya kepulauan Kuril oleh Uni Soviet, yang sekaligus menjadi pos pengintai militer terdepan dari Soviet terhadap Jepang. Perselisihan mengenai tuntutan Jepang terhadap kepulauan Kuril merupakan penghambat utama dalam usaha perbaikan hubungannya dengan Soviet. Apalagi, banyak nelayan Jepang sering ditangkap Soviet karena menangkap ikan di wilayah kepulauan Kuril. Untuk menghadapi ancaman Soviet -- dan waktu itu juga ditujukan terhadap RRC -- pada tahun 1952 Jepang menandatangani Perjanjian Keamanan dengan Amerika Serikat (AS). 'Payung nuklir' AS ini diperpanjang tahun 1960 dan kemudian juga pada tahun 1970, walaupun Perang Dingin sudah selesai. Perpanjangan tahun 1970 kabarnya lebih ditujukan terhadap RRC, yang pada tahun 1964 sudah memiliki bom nuklir dan pada tahun 1970 sudah mengembangkan senjata balistik ICBM . Dengan 'payung nuklir' AS ini, Jepang memperkuat kemampuan ekonominya tanpa harus memikirkan anggaran belanja yang besar untuk pertahanan. Sementara negara-negara seperti AS menyisihkan 8 persen dari GNPnya untuk pertahanan, Jepang hanya memerlukan antara 0,8 sampai 1 persen dari GNP-nya untuk keperluan militer. Ini untuk membiayai 'Self Defence Forces' (SDF) yang dibentuk untuk menjaga keamanan dalam negeri pada masa Perang Korea dulu. Nixon Shocks Keseimbangan strategis tadi dirobah oleh pengumuman Presiden Nixon bulan Juli 1971 untuk berkunjung ke RRC dan oleh pertentangan yang makin mendalam antara Uni Soviet dengan RRC. Jepang menganggap pengumuman AS tadi sebagai suatu Nixon shocks. Mereka yang selama ini menggantungkan keamanannya pada AS samasekali tidak dihubungi oleh Nixon dalam melancarkan prakarsa strategis yang baru. Ditambah oleh kebijaksanaan baru ekonomi pada bulan Agustus 1971, Jepang benar-benar merasa dikhianati oleh AS. Kabinet Sato jatuh, digantikan oleh PM Kakuei Tanaka, untuk menghadapi akibat dari N1xon shocks ini. Inisiatif yang diambil Tanaka jauh lebih cepat hasilnya dari yang dilakukan Nixon. Ini disebabkan antara lain karena sumber kebudayaan yang serupa antara Jepang dan RRC menyebabkan simpati yang lebih luas dikalangan rakyat Jepang untuk suatu normalisasi dengan RRC. Usaha normalisasi ini menghasilkan komunike bersama September 1972, yang menjadi landasan untuk hubungan diplomatik. Tanaka juga meletakkan dasar untuk merumuskan Perjanjian Persahabatan dengan RRC. Ia juga meletakkan dasar untuk merumuskan Perjanjian Persahabatan dengan RRC. Bagi RRC, sejak pertempurannya tahun 1969 dengan tentara Soviet di perbatasan di pulau Chenpao, ancaman dari Soviet dianggapnya jauh lebih berbahaya dari Perjanjian Keamanan AS-Jepang. Setelah kunjungan Nixon, bahaya Soviet lebih terasa lagi karena sepertiga dari Angkatan Bersenjata Uni Soviet dipusatkan pada perbatasannya dengan RRC. Usaha RRC kemudian adalah mencari sekutu untuk menghadapi apa yang disebutnya "lingkaran pengepungan" Uni Soviet. Jepang merupakan pilihan yang tepat karena keduanya merasakan ancaman Soviet serta memiliki masalah-masalah sengketa teritorial daerah perbatasan dengan Soviet. Ini tidak berarti bahwa Jepang dan RRC sudah sepakat dalam segala hal. Di antara mereka sendiri, masih dua masalah pulau Senkaku yang sama-sama diklaimnya. Juga masih ada masalah Taiwan, yang walaupun dicoba diselesaikan oleh Tanaka dalam Komunike Bersama, tapi belum seperti dikehendaki RRC. Akibatnya, kedua masalah ini dibiarkan dulu dan kedua negara menganggapnya tidak cukup penting untuk menghalangi penandatanganan Perjanjian Persahabatan. Dalam masalah Taiwan, misalnya, Jepang tetap melanjutkan hubungan ekonominya walaupun tanpa hubungan diplomatik. Prinsip Jepang dalam hal ini adalah "dagang adalah dagang, politik adalah politik." Turis-turis Jepang tetap membanjiri Taiwan, perdagangan kedua negara meningkat 42 persen segera setelah pemutusan hubungan diplomatik. Dengan RRC, Jepang juga mendapat keuntungan ekonomi dari Perjanjian Persahabatan. Impor minyak dari RRC meningkat terus dari 1 juta ton pada tahun 1973 menjadi 4 juta ton pada tahun 1974. Demikian pula impor bahan-bahan pertanian yang memang merupakan surplus RRC. Bahkan RRC mengharapkan bantuan teknologi Jepang untuk mengembangkan pelabuhan minyaknya dekat lapangan minyak Taching. Bukan kebetulan bahwa pengusaha Jepang adalah orang asing pertama yang diijinkan meninjau lapangan minyak itu. Lebih penting lagi, Perjanjian Persahabatan dapat menjamin RRC untuk memperoleh teknologi dari Jepang, pada saat RRC menempuh jalan modernisasi untuk menjadi negara industri pada tahun 2000. Di pihak RRC, perunding yang ulet untuk Perjanjian ini adalah Teng Hsiao-ping, yang juga merupakan eksponen utama "jalan modernisasi RRC". Di pihak J epang, perjanjian yang dirintis oleh Perdana Menteri Tanaka dan Miki -- yang dikenal sebagai 'lobby RRC ' di kalangan partai LDP-pada akhirnya dirampungkan oleh Perdana Menteri Takeo Fukuda, pilar utama dari 'lobby Taiwan" di kalangan partai Liberal Demokrat yang berkuasa. Burhan D. Magenda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus