Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sang Presiden Akan Undur

Kekeruhan politik di libanon kian memburuk. tentara desersi yang kemudian membentuk tentara arab libanon menuntut agar presiden sulaiman franjih mengundurkan diri. (ln)

27 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HINGGA akhir pekan silam, kemelut politik di Libanon telah menelan korban 7 jiwa dan sejumlah besar yang luka-luka. Korban-korban yang tercatat ini belum lagi meliputi jumlah mereka yang diculik dan tak ketentuan nasibnya. Kekeruhan yang kini lebih bersifat politis itu, sesungguhnya hanya merupakan bentuk lain dan sekedar kelanjutan dari perang saudara sembilan bulan antara golongan Kristen Maronit kanan lawan golongan Islam kiri. Bentrokan yang kabarnya membawa korban 12 ribu jiwa itu 22 Januari yang lalu berhasil diakhiri berkat penengahan uria. Rupanya persetujuan penengahan Suria itulah yang terlambat dilaksanakan oleh Presiden Sulaiman Franjih sehingga timbul ketegangan baru. Mula-mula terjadi desersi dalam Angkatan Darat Libanon. Yang memimpin desersi yang bermula pada bulan silam itu adalah Letnan Ahmad Khatib. Sembari membentuk "Tentara Arab Libanon" ia juga mendesak agar Presiden Sulaiman Franjih segera diganti, supaya perubahan-perubahan yang disepakati 22 Januari meliputi terutama perimbangan kekuasaan antara Kristen Maronit dan Islam serta perbaikan berbagai lembaga sosial politik --segera bisa dilaksanakan. Usaha Ahmad Khatib ini mendapat simpati diam-diam dari para perwira tinggi Angkatan Darat Libanon. Desersi yang makin lama makin menjadi-jadi, dibiarkan saja berlangsung. Keadaan gawat ini tidak juga menggoyahkan keyakinan Sulaiman Franjih, meskipun 77 dari 99 anggota parlemen yang didominir oleh golongan Kristen Maronit itu telah pula mendesaknya untuk mundur. Dengan alasan legalitas, presiden yang berusia 65 tahun baru bersedia mundur pada bulan Oktober nanti, yakni saat berakhirnya masa jabatannya. Akibat sikap keras kepala Franjih itu, Panglima Komando Militer Beirut Brigjen Ais Ahdab, melibatkan diri tanggal 11 Maret yang lalu. Hari itu ia membentuk apa yang disebutnya sebagai "Gerakan Pembaharuan Nasional". Langkah terdekatnya: mengeluarkan Sulaiman Franjih dari istana kepresidenan. Dengan segera terbina hubungan antara Ahdab dengan Khatib. Tapi jenderal yang kemudian menyatakan diri sebagai Gubernur militer sementara Libanon nampaknya masih lebih menghendaki penyelesaian politik. "Krisis negeri ini seyogianya diselesaikan secara politis. begitu Ahdab berkata 16 Maret yang lalu. "Tapi kalau keadaan berlarut-larut. ya, terpaksa kita ambil tindakan juga", ia menambahkan. Pada hari itu juga ia mengumumkan rencana Komando tertinggi tentara Libanon untuk membentuk Dewan Komando yang di dalamnya akan termasuk letnan Ahmad Khatib dengan pasukan-pasukannya yang makin membesar itu. "Letnan Khatib akan dinaikkan pangkatnya menjadi mayor" Ahdab menjelaskan kemudian. Pernyataan jenderal Ais Ahdab di depan sejumlah wartawan asing di Beirut itu diberikan sehari setelah berlalunya sebuah ultimatum terhadap Franjih untuk mengundurkan diri. Dari dalam sebuah tangsi di Beirut, Kolonel Rauf Abdussamad telah mengeluarkan ultimatum yang paling lambat hari Senin tanggal 15 Maret pukul 2 siang, Franjih sudah harus meletakkan jabatan. Ternyata ancaman itu berlalu tanpa insiden. Konon karena Franjih berhasil memanggil sang kolonel ke istana. Dua hari kemudian, pasukan Ahmad Khatib mendekati kota Beirut dari arah Sidon yang berjarak cuma 6 kilometer dari ibu kota. Dalam jarak 10 kilometer dari istana pasukan dengan sejumlah kendaraan lapis baja itu berhenti dengan senjata yang sudah diarahkan ke istana. Kepada para wartawan yang mendekatinya, Khatib dengan tegas mengulangi pernyataan Ahdab yang mengharapkan ketegangan negerinya itu diselesaikan secara politis. Katanya: "Jika para politisi itu berhasil, mereka akan menyelamatkan negeri ini, jika gagal, tidak ada jalan lain kecuali menggunakan kekerasan". Sehari sebelum Letnan Ahmed Khatib mendekati Beirut, Panglima Angkatan Darat Libanon, Jenderal Hanna Saeed dengan tegas mendesak agar semua tentara Libanon yang mayoritas Kristen Maronit itu menggabung pada gerakan Jenderal Axis Ahdab. "Mereka yang tidak mau, silakan meninggalkan tangsi",kata Hanna. Namun sejumlah anggota tentara yang masih setia pada Franjih memilih untuk memperkuat pertahanan di seputar istana bersama dua golongan Kristen sayap kanan yang sudah lebih dahulu berada di sana. Keadaan yang terus tegang di Libanon itu tidak bisa lain kecuali mengundang pihak Suria untuk sekali lagi campur tangan. Di bawah ancaman Shimon Peres, menteri pertahanan Israel -- "Israel akan campur tangan jika Suria mengirim tentara ke Libanon" -- seribu pasukan Suria dalam pakaian gerilyawan Palestina kabarnya memasuki Libanon 14 maret yang lalu. Selnentara di Damaskus berlangsung pertemuan penting antara pihak Suria dengan berbagai pihak yang bertikai di Libanon, pasukan Suria yang dibantu oleh pasukan Palestina dari Grup Al Saiqa yang pro Suria, menduduki tempat-tempat penting di medan sengketa itu. Kehadiran pasukan itu dinilai oleh para peninjau sebagai usaha Suria Untuk mencegah pecahnya pertempuran yang lebih besar. Tapi sebuah studio radio sayap kanan di awal pekan silam mengumumkan sebuah pernyataan ZUher Muhsin dari Al Saiqa yang katanya akan turun tangan jika istana diserang. Beberapa jam kemudian, berita itu dibantah. Di Damaskus, tempat perundingan sedang berlangsung, seorang juru bicara gerilyawan Palestina menjelaskan: "Zuher Muhsin tidak pernah berkata apa-apa". Berita-berita terakhir dari Libanon nampaknya menunjukkan kemajuan usaha Suria untuk menciptakan ketenangan. Dilaporkan bahwa dengan beberapa syarat, Franjih akhirnya bersedia mengundurkan diri. Untuk menjaga harga dirinya, Franjih telah meminta agar sebelum ia mengundurkan diri, kabinet yang dipimpin oleh Rashid Karami sekarang ini terlebih dahulu mengundurkan diri. Kepada kabinet yang akan terbentuk kemudian itulah nantinya Franjih secara sukarela akan menguudurkan diri. Akan hal calon penggantinya, sumber-sumber yang mengetahui telah menyebut nama Raymon Eddek, seorang tokoh Kristen sayap kiri, yang sejak lama dianggap bersimpati pada Suriah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus