HUBUNGAN memburuk Soviet-Mesir mencapai puncaknya tanggal 18
Maret pekan silam. Dengan aklamasi, parlemen Mesir hari itu
menyetujui usul Presiden Anwar Sadat untuk membatalkan
perjanjian persahabatan Mesir-Uni Soviet yang berlaku sejak
tahun 1971. Perjanjian yang dulu ditandatangani oleh Sadat
bersama Presiden Podgorny tersebut dibatalkan, karena "Soviet
enggan untuk merundingkan kembali hutang-hutang Mesir dan tak
hersedia mengganti senjata-senjata Mesir yang hilang atau rusak
selama berkecamuknya peperangan Timur Tengah pada tahun 1973".
Tindakan drastis Sadat ini tidak mengejutkan banyak orang yang
sejak lama mengikuti sikap bermusuhan antara Kremlin dengan
Kairo. Jauh sebelum tiba pada keputwsan amat penting itu, Sadat
telah melakukan pendekatan terhadap berbagai negaFa Barat yang
bisa menjadi sumber pembelian senjata. Dan untuk sumber
pembiayaannya, bulan silam Anwar Sadat melakukan perjalanan
keliling negara-negara Arab penghasil minyak. Diplomasi keliling
Sadat itu kabarnya bukan tanpa hasil. Terutama dari Raja Khalid.
Raja Saudi Arabia itu kabarnya memberikan dukungan kepada usaha
Sadat untuk mendapatkan senjata dari negara-negara Barat, asal
saja hubungan persahabatan yang mengikat dengan Uni Soviet
dibatalkan. Ketika pembatalan perjanjian itu diumumkan, sebuah
team Mesir sedang berada di Paris untuk melakukan penjajakan
pada pabrik-pabrik senjata di sana.
Di Washington, Menlu Kissinger menyambut dengan gembira
keputusan Sadat itu. Sembari memuji "kepemimpinan dan keberanian
Presiden Sadat", di depan Komite Luar Negeri Senat Amerika 16
Maret yang lalu, Kissinger juga mengumumkan keputusan Amerika
Serikat untuk mengirimkan 6 buah pesawat angkut Herkules C-130
ke Mesir. Terhadap protes keras Israel, Kissinger meyakinkan
Senat bahwa pengiriman senjata Mesir itu dilakukan sedemikian
rupa sehingga tidak akan mengganggu perimbangan kekuatan di
Timur Tengah.
Tak Bersahabat
Dari Moskow tidak tersiar reaksi yang keras. Nampaknya Kremlin
sudah meramalkan semua itu jauh-jauh hari. Tindakan Mesir itu
adalah "suatu pernyataan baru dari politik yang tidak bersahabat
terhadap Uni Soviet', tulis kantor berita Tass. Dan bukti dari
antisipasi dan kesiapan Moskow terhadap keputusan tidak
bersahabat Mesir itu bisa terlihat pada pangkalan kapal-kapal
perang Soviet di Iskandaria. Bahkan jauh sebelum keputusan itu
tersiar, hampir tidak ada lagi pelaut Rusia yang terlihat di
Iskandaria. Meskipun di sana Angkatan Laut Uni Soviet mempunyai
gudang perbekalan dan bengkel reparasi. Sebelum pengusiran 20
ribu tentara Soviet oleh Anwar Sadat di tahun 1972 armada Soviet
juga menikrnati fasilitas di pangkalan Mersa Matruh yang
terletak hampir dekat perbatasan Mesir-Libya. Armada Soviet yang
makin ramai di Laut Tengah, kini dengan mudal bisa mempergunakan
pangkalan laut di Toubruk (Libya) dan Aljir (Aljazair).
Di Peking, keputusan Mesir itu mendapat sambutan yang hangat.
Harian Rakyat Peking menyebut pembatalan perjanjian persahabatan
itu sebagai, "kebangkrutan hegemoni Uni Soviet di Mesir yang
merupakan kemenangan rakyat Mesir". Tulis editorial koran
partai itu selanjutnya: "Apa yang diperoleh rakyat Mesir dari
perjanjian itu kecuali belenggu dari Tsar-Tsar baru itu? ' Perlu
kiranya diketahui bahwa kegembiraan yang meluap-luap di
kolom-koloni Harian Rakyat itu bukan melulu karena kekalahan
Kremlin di Mesir. Tapi pada saat yang sama, Peking juga
mendapatkan kemenangan. Parlemen Mesir, pada hari yang sama
setelah membatalkan perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet,
ada pula menyetujui sebuah usul untuk mendirikan Lembaga
Persahabatan Mesir-Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini