Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sebelum kuwait jadi puing

Warga kuwait melakukan eksodus menyeberang ke arab saudi. diduga cara saddam menyelundupkan intelijen. kedubes asing di kuwait diserbu tentara irak. irak kekurangan makanan. pasukan sekutu as bertambah.

22 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bukan sebuah reli di tengah krisis. Inilah konvoi ketakutan, terdiri dari sejumlah mobil mewah Mercedes, BMW, Chevrolet, Volvo, menderu melintasi gurun menuju ke perbatasan Arab Saudi dari Kota Kuwait. Di tengah berita warga negara asing di Kuwait dan Irak mencoba menyeberangi perbatasan menuju pulang, baru Sabtu pekan lalu satu eksodus besar-besaran warga Kuwait berlangsung. Di perbatasan, petugas Arab Saudi cuma bisa geleng-geleng kepala. Semua saja, sekitar 3.000 orang Kuwait itu, tak punya tanda pengenal. "Paspor, uang, barang berharga diambil tentara Irak," kata seorang pengungsi. "Cuma mobil yang tidak." Esoknya, Ahad kemarin, sekitar jumlah yang sama, masuk pula ke Arab Saudi. Tak jelas mengapa mereka baru mengungsi setelah krisis Teluk memasuki minggu ke-7. Kata seorang tua pada wartawan Reuters, "Hukum dan undang-undang sudah mampus di Kuwait." Tiap hari, katanya, keadaan makin buruk. Sedikit demi sedikit kota dijadikan puing. Di rumah-rumah yang kedapatan masih terpasang potret Al Sabah dan tersimpan bendera Kuwait, penghuninya ditembak, rumahnya diledakkan. Orang-orang muda yang dicurigai melakukan perlawanan ditembak mati. Atau digiring ke sekolah-sekolah yang dijadikan penjara. Bila mereka pada Sabtu pekan lalu lari ke perbatasan Saudi, itu sekadar untung-untungan. Yang lain mengatakan, memang tersebar kabar di antara mereka bahwa perbatasan dengan Saudi dibuka. Hingga Senin pekan ini, arus eksodus orang Kuwait terus berlangsung. Ada yang baru pada Senin ini. Serdadu-serdadu Irak menyetop mobil atau truk-truk itu, menyuruh turun orang-orang mudanya. Mereka lalu dibawa dan tak diketahui nasibnya. Konon, tentara Irak khawatir bila mereka bergabung dengan tentara Kuwait di Saudi. Melihat tentara Kuwait membiarkan mereka menyeberangi perbatasan, tampaknya ini memang disengaja. Mungkin ini termasuk rencana Saddam Hussein mengurangi warga Kuwait untuk digantikan orang Irak. Teori lain mengatakan, inilah cara tentara Irak menyelundupkan intelijennya ke Saudi. Kemungkinan lain yang juga terbuka, dengan membiarkan mereka pergi, perlawanan di dalam Kuwait pun bisa ditumpas. Sudah sejak beberapa hari setelah tentara Irak masuk Kuwait, muncul penembakpenembak gelap. Akibatnya, tentara Irak tak berani berpatroli sendirian. Bahkan di malam hari, mereka hanya bergerombol di pos masing-masing, atau melakukan patroli di sekitar. Di malam hari, sebagian wilayah Kuwait menjadi milik orang Kuwait kembali. Menurut wartawan majalah Newsweek, yang masuk Kuwait bersama delegasi pemerintah Filipina untuk menemui warga Filipina di sana, di jalan-jalan memang tampak kendaraan tentara yang hangus. Menurut juru rawat di sebuah rumah sakit memang itu milik tentara Irak, yang dibom atau diranjau oleh gerilyawan Kuwait. Tiap malam, kata juru rawat itu pula, ada saja tentara Irak dikirim ke rumah sakit: ada yang hanya luka, ada pula yang tewas. Mereka korban gerilyawan Kuwait. Di hari sebelum eksodus dimulai, Jumat pekan lalu, Irak mendorong situasi ke arah ketegangan baru. Tanpa peduli undang-undang internasional, tentara Irak mendobrak kedutaan negara Barat di Kuwait. Kedutaan Prancis, Belgia, dan Kanada diserbu. Mereka membawa pergi empat diplomat Prancis. Tapi salah satu di antaranya, seorang atase militer, beberapa jam kemudian dilepaskan kembali. Nasib ketiga lainnya tak diketahui, kemungkinan besar ditempatkan sebagai tameng di kompleks-kompleks militer dan titik-titik strategis lainnya di Irak. Dewan Keamanan PBB secara aklamasi segera mengutuk tindakan Irak itu. Dewan yang beranggotakan 15 negara itu menyatakan akan mengambil tindakan balasan terhadap Baghdad. Belum jelas, tindakan apa itu. Mungkin embargo udara. Presiden Prancis Mitterrand yang baru berkunjung ke Republik Ceko dan Slovakia menyatakan marahnya, dan segera mengusir 40 diplomat Irak di Paris. Mitterrand pun menjanjikan mengirimkan 4.000 tentara Prancis, termasuk dua brigade tempur angkatan udara. Juga sejumlah helikopter antitank. Dengan demikian, jumlah personel pasukan Prancis akan mencapai 13.000 tentara, 14 kapal perang, dan 100 heli antitank. Tentu, Irak, dalam siaran radionya dan pernyataan yang diberitakan oleh kantor berita resminya, INA, membantah berita itu. Bagi Irak tak ada lagi kedutaan asing di Kuwait, sejak negeri ini secara sepihak dimaklumkan sebagai provinsi ke-19 Irak. Tampaknya, pihak Amerika dan sekutunya makin rapat melakukan blokade. Prancis, yang sudah mengirimkan pasukan, semula masih ragu. Tapi sekarang ia lebih bersikap tegas dan kemungkinan mendukung aksi militer apabila diperlukan. Jerman Barat sudah menjanjikan US$ 2 milyar untuk membiayai kehadiran Amerika dan sekutu-sekutunya di Teluk Persia. Juga Jepang, yang tadinya ragu, sekarang sudah menjanjikan US$ 4 milyar, sebagai tambahan US$ 1 milyar sebelumnya, di samping akan mengirimkan personel nonperang ke kawasan Teluk. Sementara itu, dikabarkan bahwa Irak mulai kekurangan bahan makan, terutama bagi warga negara asing. Setidaknya masih ada 140.000 orang India, 90.000 Sri Lanka, 60.000 Filipina, dan sejumlah warga Barat. Ini yang menyebabkan PBB memberi izin sebuah kapal India, kini dalam perjalanan, membawa 11.000 ton bahan makan ke Teluk. Di pihak Amerika dan sekutunya, yang tampaknya makin kuat dengan tambahan pasukan dari Prancis dan terus berdatangannya tentara Amerika, bukannya tanpa masalah. Pekan lalu Jenderal Powell, kepala dewan pimpinan staf angkatan bersenjata, yang mengunjungi Dhahran, memantau kebosanan di antara serdadu Amerika. Meski Powell mengatakan disiplin tetap tinggi, ia selalu mendapat pertanyaan sama di tiap pos yang ia kunjungi. Yakni berapa lama sebenarnya mereka disiagakan di Timur Tengah. Sang jenderal tak bisa menjawab. Ia hanya bisa menjanjikan pergantian untuk memberi kesempatan mereka mengunjungi keluarganya. Sebuah isyarat, krisis masih akan lama. A. Dahana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus