Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sebelum menembus tulang

Yordania, mesir, turki, dan irak merasakan dampak dari krisis teluk. umumnya mereka terpukul oleh blokade perdagangan terhadap irak. yordania paling terjepit dan terparah. irak kekurangan makanan.

22 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN beli bensin di Pakistan pada hari Jumat. Ini bukan karena negeri itu negeri Islam, tapi semata karena krisis Teluk. Untuk menghemat minyak, pemerintah menginstruksikan pompa bensin ditutup tiap Jumat sejak pekan lalu. Krisis Teluk pekan ini memasuki minggu ke-7, dan mulailah sejumlah negara merasakan dampaknya, terutama yang berada di wilayah Teluk. Antara lain: Yordania. Para bankir Yordania memperkirakan, dalam tempo dua bulan sejak pekan lalu, "era babak belur" bakal datang. "Pisau blokade baru sampai ke daging, belum menembus tulang," ujar seorang warga Yordania, mengomentari dampak krisis Teluk pada negerinya. Cadangan devisa Yordania memang hanya cukup menutup impor makanan dan kebutuhan pokok lain selama itu, untuk 3 juta penduduk. Di luar Irak, Yordania memang menjadi korban terparah krisis Teluk. Ia kehilangan bantuan tahunan US$ 50 juta dari Irak dan US$ 135 dari Kuwait. Perdagangan dengan kedua negara itu juga terhenti, dan itu berarti pemasukan US$ 2 milyar dari ekspor Yordania hilang juga. Yang masih cukup membantu negeri Raja Hussein ini, hingga pekan lalu minyak Irak masih bisa diperoleh. Konon, ini merupakan bayaran US$ 310 juta utang Irak tahun ini pada Yordania yang belum dibayar. Jika pasokan minyak itu terhenti, industri Yordania bakal macet. Air minum pun tak lagi bisa diproduksi. Gawat, sangat gawat. Yordania negeri yang terjepit. Mayoritas penduduk Yordania adalah bangsa Palestina, yang mendukung Saddam Hussein dan menentang kehadiran Amerika di Arab Saudi. Demonstrasi massa mendukung Saddam Hussein dan mencaci Amerika paling sering dan paling ramai terdengar di Amman selama krisis Teluk. Bila Raja tak memberi angin mereka, itu sama saja mengundang revolusi di dalam negeri (itulah hambatan buat Pemerintah Yordania untuk ikut menjalankan resolusi pemboikotan PBB terhadap Irak). Negeri ini, bila dihitung-hitung, lebih condong pada Saddam. Misalnya, Yordania tak mengirimkan wakilnya pada KTT Liga Arab. Bila itu tak dikatakan terang-terangan, tentu untuk menjaga "keseimbangan". Tapi bukan karena itu agaknya, bila Amerika dan sekutunya belum bersikap tegas (selama ini baru terdengar kecaman pedas Pemerintah Kuwait di pengasingan terhadap sikap "plinplan" Yordania). Mungkin karena Amman masih dibutuhkan sebagai batu loncatan sebagian besar warga Barat di Irak dan Kuwait yang hendak pulang. Inilah taktik Saddam agar Yordania tetap terbuka bagi Irak. Celakanya, pengungsi di Yordania (yang bukan cuma warga Barat, tapi juga Asia dan Mesir) makin bertambah, dan jadi beban. Tempat penampungan sudah jauh dari mencukupi. Puluhan ribu yang terpaksa tetap tinggal di tenda-tenda. Kondisi buruk di tempat penampungan sementara menimbulkan wabah penyakit kolera. Mesir: Inilah negeri yang juga kehilangan kiriman uang dari para pekerjanya yang mencari nafkah di Kuwait dan Irak. Dari Kuwait saja, kiriman uang mencapai US$ 1 milyar setahunnya. Kini, selain berhentinya kiriman uang, 1,5 juta warga Mesir di Irak dan puluhan ribu di Kuwait akan segera menambah pengangguran yang kini mencapai 7-% dari 54 juta warga Mesir. Untung, negeri yang punya utang luar negeri US$ 50 milyar itu (jadilah Mesir negara pengutang terbesar di dunia di samping Meksiko, Brasil, dan Argentina), yang ikut mengirimkan lebih dari 50.000 tentaranya ke Arab Saudi atas nama Liga Arab, dijanjikan bantuan dari Jepang, penghapusan US$ 7 milyar utangnya pada Amerika, dan bantuan Riyadh US$ 800 juta. Ada janji Syeikh Al Sabah untuk membantu Mesir US$ 500 juta. Turki: Dengan memblokir ekspor minyak Irak yang melalui wilayahnya, pemerintah Ankara kehilangan keuntungan berjuta dolar. Kerugian penerapan blokade ekonomi juga melanda Turki, salah satu negeri pemasok bahan pangan terbesar ke Irak. Kerugian diduga lebih dari US$ 2 milyar per tahun. Selain itu, krisis Teluk bakal keras menohok Turki karena kemungkinan besar penurunan pendapatan dari sektor pariwisata. Padahal industri wisata ini menopang perekonomian negara tetangga Irak itu. Tahun 1988, Turki mampu menjaring 4,1 juta wisatawan dan meraup devisa sekitar US$ 2,2 milyar. Padahal kondisi ekonomi Turki dewasa ini tak bisa disebut sehat: utang luar negeri mencapai US$ 38 milyar, tingkat inflasi sangat tinggi (75%). Belum jelas, bantuan Pemerintah Kuwait di pengasingan US$ 2 milyar, plus dari Arab Saudi, negara-negara Barat, dan Jepang, bisa menutup kerugiannya atau tidak. Irak: Inilah negeri yang dikepung, yang jadi pangkal krisis. Dalam laporan wartawan The Guardian Weekly, embargo PBB itu sudah mulai terasa dampaknya. Khususnya di sektor makanan. Di jalan-jalan percakapan yang terdengar tentang makanan dan bagaimana cara memperolehnya. Harap maklum, di negeri dengan pemerintah yang menindas ini, orang lari pada hal-hal yang fisik sifatnya: orang Irak terkenal sebagai tukang makan dan perokok berat. Disebut-sebut adanya geger belanja di Baghdad. Minyak goreng, gula, dan sabun sudah menghilang dari pasar sejak pekan lalu. Konon, para anggota Pengawal Rakyat (milisi Partai Baath yang berkuasa) mulai menggedor rumah-rumah di Baghdad dan permukiman suku minoritas Kurdi di Utara, memeriksa cadangan makanan pemilik rumah. Menurut saksi mata, pasukan Irak di Kuwait tampak dekil dan kurang makan. Para pengungsi Kuwait juga melaporkan kondisi buruk tentara Irak di perbatasan Arab Saudi. Bisa jadi, laporan ini benar. Pasalnya, sebelum diterapkannya blokade ekonomi, 75 persen kebutuhan bahan pangan Irak bergantung pada impor. Itu dipenuhi dari Turki, Amerika, Australia, dan Kanada. Berbagai perkiraan seberapa banyak persediaan makanan di Irak pun bermunculan. Dalam laporan dinas intelijen Inggris, stok gandum Irak masih cukup untuk waktu 4-6 bulan (dihitung sejak awal Agustus). Departemen Pertanian AS bahkan meramalkan kondisi lebih buruk: dua bulan untuk gandum, satu bulan kacang, tiga bulan beras, dan kurang dari dua minggu untuk stok jagung. Selain itu, sejumlah industri terancam seret jalannya, karena ditinggalkan sejumlah tenaga kasar dan ahli, yang kebanyakan terdiri dari orang Asia dan Mesir dan negara Arab lainnya. Orang Irak sendiri lebih suka bekerja sebagai tentara, orang kantoran, pedagang kelontong, dan pemilik toko. FS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus