BEBERAPA hari setelah kematian Presiden Sadat, perhatian
tercurab ke Mesir. Sementara itu koresponden TEMPO mengajukan
pertanyaan kepada Perdana Menteri Israel Menacbem Begin, dan
mendapatkan jawaban sebagai berikut:
Apakah umumnya penduduk Israel masih optimistis terhadap proses
perdamaian dengan Mesir?
Kami memang punya orang-orang pesimistis, tapi sebagian besar
orang Israel juga percaya pada proses perdamaian. Dan ada alasan
untuk percaya. Saya berbicara dengan Presiden Mubarak yang baru
dipilih: seorang muda, sangat enerjetik, yang menurut Nyonya
Sadat kepada saya, sudah disiapkan Sadat untuk menggantikannya
suatu hari. Pembicaraan kami hangat, dan kami saling mengulurkan
tangan, semacam tanda spontan dari kami brdua, dan kami
berjabatan, seraya berkata, "Damai". Itu bukan kata-kata kosong,
karena kedua bangsa memang menghendaki demikian.
Bagai,nana komentar anda tentang pernyataan Presiden Mubarak
belum lama ini, tentang erusalem yang milik Arab?
Itu masalah yang kita akan berbeda. Di Camp David kami pun tak
dapat bersetuju tentang itu. Ada saran dari AS, yang kami
setujui tapi delegasi Mesir tolak. Maka pihak AS merasa, bila
kami terus mempersoalkan masalah Jerusalem, kami tak akan
mencapai persetujuan apa pun. Karena itu dalam persetujuan Camp
David tak ada paragraf mana pun yang menyangkut Jerusalem.
Dalam surat saya kepada Presiden Carter--sebuah surat
pendek--saya sebutkan bahwa Jerusalem adalah kota yang satu,
ibukota Israel, tak bisa dipisah-pisah. Itu pandangan kami.
Presiden Sadat pernah bicara kepada saya tentang Jerusalem, dan
mengajukan saran, bahwa seharusnya ada dua walikota, seorang
Walikota Arab dan seorang Walikota Yahudi. Bagian Jerusalem yang
timur, yang dulu berada di bawah penduduk Jordania selama 19
tahun, menurut Sadat harus berada di bawah "kedaulatan Arab ".
Tapi apa itu "kedaulatan Arab" tak seorang pun tahu, dan Sadat
tak menjelaskannya kepada saya. Sebab tak ada negara yang
disebut "Arab". Yang ada Mesir, Suriah, Arab Saudi, Maroko dan
lain sebagainya. Penduduk negeri-negeri itu memang orang Arab,
tapi mereka punya latarbelakang berbeda, dan mereka merupakan
negeri yang berbeda-beda, dan dengan kedaulatan berbeda-beda.
Maka bila orang mengatakan "kedaulatan Arab", orang tak
mengatakan sesuatu yang jelas.
Saya juga mengatakan kepada Sadat, "Anwar, bagaimana satu kota
bisa di bawah dua kedaulatan?" Itu berarti pemisahan kota itu.
Inilah pandangan kami: kebebasan untuk semua agama, untuk dapat
memasuki tempat-tempat suci. Itu dijamin oleh undang-undang
dasar. Tapi untuk membagi Jerusalem kembali, kami tak dapat
menyetujuinya. Dan itulah yang akan saya katakan kepada Mubarak
bila saya ketemu dia. Dia menyebut "dikembalikannya Jerusalem
milik Arab". Apa itu maksudnya saya tidak tahu.
Dalam hal itu kami memang punya perbedaan pendapat dengan Sadat,
dan akan punya perbedaan dengan Mubarak. Delegasi Mesir akan
datang ke mari 25 Oktober ini, dan saya menyarankan: marilah
kita sisihkan soal-soal yang kita berbeda pendapat. Marilah kita
mulai mencoba bersetuju di dalam hal-hal yang kita ketahui bahwa
persetujuan bisa mungkin. Saya kira itu akan merupakan suatu
terobosan (breakthrough). Lalu kita akan lanjutkan. Kita toh
semua hidup di sini, di bumi ini.
Anda pernah mengatakan akan memindahkan kantor anda ke Jerusalem
Timur. Apa yang menyebabkan anda menunda kepmdahan itu?
Yah, perlu keputusan dari kabinet. Keputusan itu belum diambil.
Secara formal saya berhak mengambil keputusan itu, tapi ini
negeri demokratis, maka saya berkonsultasi dengan teman-teman
saya. Saya tak mengambil keputusan pribadi.
Ada pernyataan dari Menteri Luar Negeri Inggris Lord Carrmgton,
tentang anda dan tentang Yasser Arafat dari PLO . . .. Lord
Carrington bukan seorang kawan.
Apa alasan anda sebenarnya tak menyetujui AS untuk menjual
pesawat radar AWACS kepada Arab Saudi Terus terang, saya bosan
menjelaskan hal itu. Tapi baiklah saya jawab juga. Ini tidak
hanya menyangkut AWACS, tapi penjualan senjata yang terdiri dari
dua bagian. Yang pertama penjualan 62 pesawat F-15. Amerika
ingin menjual kepada Arab Saudi kontainer minyak, rudal
Sidewinder, pesawat khusus untuk mengisi kembali bahan bakar,
dan senjata-senjata lain. Ini berbahaya. Sebab dengan kontainer
minyak, F-15 bisa mencapai, dari Arab Saudi, seperti terlihat di
peta, negeri kami yang kecil . . . dan kembali tanpa mengisi
bahan bakar kembali. Dan bila harus mengisi bahan bakar, pesawat
untuk itu juga ditawarkan AS. Jadi merupakan ancaman langsung
bagi keamanan kami.
Dan mengenai AWACS, bila pesawat itu terbang dari mana
saja--kecuali sangat dekat pada Teluk Persia--mereka akan dapat
melihat seluruh negeri kami. Maka kami jadi telanjang. Dan ada
teman saya yang mengatakan, bahwa hanya di Afrika tentara yang
telanjang dapat bertempur.
Tapi mungkin Arab Saudi membutuhkan AWACS setelah apa yang anda
perbuat terhadap Irak. Irak sedang membuat bom atom. Dan mereka
akan menggunakannya terhadap kota-kota kami, terhadap anak-anak
kami. Kami (karena pengeboman reaktor atom Irak itu memang)
dikutuk PBB tapi saya lebih suka anak-anak kami hidup dan
dikutuk PBB daripada sebaliknya.
Kami melakukannya dengan cepat, karena menurut para ahli kami,
Juli ini reaktor itu diperkirakan akan operasional. Dan kalau
sudah demikian, kami tak bisa melakukan apa-apa. Sebab jika kami
mengebomnya, radioaktivitas akan menyebar dan meracuni ribuan
anakanak di Baghdad. Dan anak-anak saghdad itu bukan musuh kami.
Musuh kami Sadham Hussein.
Dan tentang penjualan AWACS ke Arab Saudi, saya katakan kepada
Presiden Reagan: "Tuan Reagan, anda boleh kirim lima AWACS ke
Arab Saudi, tapi di bawah komando Amerika, kami tak
menentangnya. Namun jika anda jual AWACS kepada Arab Saudi,
mereka akan menggunakannya dan memberi bahan kepada Jordania,
dan Jordania bekerja dengan Irak, musuh kami yang kepala batu."
Kini tergantung kepada Senat AS, bagaimana keputusannya. Tapi
jika perjanjian penjualan itu gagal, saya kira tak akan ada
bahaya bagi Arab Saudi.
Apa komentar anda tentang saran dari Saudi untuk perdamaian
baru-baru ini?
Itu rencana likuidasi Israel. Itu akan merupakan damainya
kuburan. Anda tahu, di kuburan ada kedamaian penuh. Itu bukan
perdamaian sama sekali. Mereka menyerukan kembalinya ke garis
sebelum Juni 1967. Mereka juga tak menyebut Israel sama sekali.
Apa visi anda tentang otonomi Palestina?
Ya, kami menjanjikan otonomi. Inilah persetujuan yang memang
ingin kami capai dengan Mesir dan Amerika. Otonomi penuh.
Penduduk Arab harus memilih dewan administrasi mereka sendiri
dan mereka akan bisa menjalankan urusan mereka sendiri, seperti
perpajakan, agama, pendidikan dan lain-lain. Bila ini sudah
didirikan, kami akan menarik mundur pemerintahan militer kami.
Kami. juga akan menarik mundur sebagian pasukan kami. Sisa
pasukan yang ada akan ditaruh di tempat-tempat keamanan, dan
kami siap untuk memperinci tempat-tempat itu. Itulah persetujuan
pokok, dan merupakan terobosan benar-benar.
Menteri Luar Negeri Israel Shamir pernah mengatakan bahwa negeri
Palestina sebenarnya sudah ada, yaitu Jordania. Bagaimana
pendapat anda?
Teman-teman saya mutlak bebas mengatakan demikian, sebab
mayoritas rakyat Jordania berasal dari apa yang disebut
Palestina. Saya lebih suka untuk bicara tentang suatu hari--ini
suatu visi--bila perdamaian datang, kita akan hidup dalam
semacam konfederasi bebas dengan Jordania. Kami akan memberi
Jordania sebuah pelabuhan bebas, misalnya Haifa di utara atau
yang lain di Laut Tengah. Dari sana mereka akan mengirimkan
hasil pertanian mereka ke Eropa, dan kami berharap akan terus
mengirimkan produk kami ke Timur melalui Jordan ia seperti yang
kami lakukan sekarang.
Ini suatu visi, yang bukan untuk besok pagi. Tapi kita harus
punya visi, untuk mengubah realitas--tapi semua itu tergantung
pada perdamaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini