Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pengawas Di Banyak Penjuru

Penyelewengan masih terus ada walau sudah banyak aparat pengawasan seperti: Menteri PPLH, Irjen, Irjenbang, Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, dsb.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA penyelewengan masih terus ada, walaupun begitu banyak aparat pengawasan? Itu pertanyaan "kuno" yang mungkin bisa menjadi abadi. Bidang pengawasan ini memang ditingkatkan sejak Kabinet Pembangunan. Misalnya dengan adanya Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dijabat oleh Prof. Dr. Emil Salim. Berkantor di Jalan Merdeka Barat, Menteri yang tugasnya besar ini hanya dibantu sembilan orang staf. Setiap bulan ia mengadakan pertemuan rutin dengan para Irjen, Irjenbang, Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan para pengawas lainnya. Ia juga sering meninjau ke lapangan. Dari hasil peninjauan di lapangan ini ia bisa memperbaiki sistem pengawasan. Misalnya: dulu pencairan SPP (Surat Perjanjian Pemborongan) oleh KPN (Kantor Perbendaharaan Negara) kepada pemborong sering macet. Berbulan-bulan SPP sulit dicairkan. Dari sini malah timbul penyelewengan. Petugas KPN akan memperlambat pembayaran kalau tak disertakan uang pelicin. Akibat yang beranting adalah keterlambatan proyek. PPLH pun turun tangan. Hasilnya? Sekarang, enam hari SPP keluar sudah bisa dicairkan. Si pemborong tak menguangkan sendiri SPP itu, tapi bendaharawan proyek yang langsung mentransfernya ke bank pemborong. Jadi si pemborong uk dipusingkan dengan pencairan uang. Ia bisa memfokuskan pada pelaksanaan proyek. Jadi kelambatan suatu proyek bisa dihindari. PPLH juga mengawasi apakah suatu proyek cukup fungsional atau tidak. Sebab, ada beberapa proyek pembangunan yang selesai tanpa bisa dimanfaatkan. Ia cuma jadi pajangan. Misalnya ada proyek irigasi Departemen PU yang melintasi kebun yang tak membutuhkan pengairan. Ada pula proyek jamban (WC) yang begitu jadi tak bisa dimanfaatkan. Masalahnya mungkin cuma sepele: jamban itu menghadap kiblat. Dalam hal pengawasan mutu proyek pembangunan, PPLH juga turun tangan. Staf ahli atau peralatan memang belum ada, tapi bisa minta bantuan dari PU. Jangkauan pengawasan Menteri PPLH memang cukup luas. Yang lebih sempit lagi misalkan Irjen. Ia merupakan aparat pengawasan intern departemen, baik terhadap aparat maupun anggaran yang ada. Pengawasan macam apa? Salah satu pengawasan yang dilakukan Irjen Departemen PU misalnya mengenai hubungan dengan kontraktor. PU memberikan formulir RI dan R2 kepada kontraktor agar diisi apakah ada pejabat yang minta komisi atau tidak. Formulir itu kemudian dikirimkari langsung kepada Irjen Departemen PU. Namun rupanya iktikad baik ini belum mendapat tanggapan. "Sampai sekarang formulir itu kosong saja. Kami menghimbau supaya diisi dengan jujur," kata Irjen PU, Imam Soekoto. Gampang diduga mengapa formulir itu kembali dalam keadaan kosong. Para kontraktor rupanya masih takut pengungkapan akan menjadi bumerang pada diri mereka sendiri. "Sekarang ini belum waktunya untuk berbuat jujur seperti itu," kata sebuah sumber dari Asosiasi Rekanan Pemerintah. Apa yang dikatakan Ketua Kadin, Hasyim Ning supaya pengusaha bersikap bersih dalam menghadapi pejabat, dianggap orang asosiasi rekanan itu sebagai "utopia saja. Kecuali kami mau berhenti sbagai pengusaha." Permainan antara kontraktor dengan pejabat yang mengepalai proyek sudah bukan rahasia lagi. Seorang yang sering memenangkan tender proyek pembangunan di Medan mengisahkan caranya secara khas. "Mula-mula saya ajak makan bersama. Main golf. Dengan cara pendekatan seperti ini kami lantas memohon supaya penawaran kami yang menang. Tapi ternyata pendekatan seperti itu saja tak cukup. Harus disertai uang. Kadang-kadang hubungan marga yang dekat juga ikut menentukan. Untuk ini biasanya kami hubung-hubungkan saja marga kami dengan marga pejabat itu supaya dekat. Pokoknya bagaimana supaya tender bisa dimenangkan," cerita kontraktor asal Tapanuli tersebut. Aparat pengawasan lain yang lebih supel, karena bisa menyusup ke instansi pemerintah mana saja, adalah DJPKN (Direktorat Jenderal Pengawas Keuangan Negara) yang dipimpin Gandhi sbagai Dirjen. Ditjen ini tak hanya mengawasi keuangan negara, Juga melakukan pemeriksaan proyek. Dari 2700 akuntan negara yang ada, 1200 akuntan berada di bawah DJPKN. Untuk tahun anggaran 80/81 instansi ini sudah selesai memeriksa 5700 proyek. Pemeriksaan antara lain meliputi apakah suatu proyek melalui tender atau tidak. Dilakukan pemborong setempat atau bukan. Dan bagaimana peranan golongan ekonomi lemah di sini. Hasilnya belum diumumkan. "Nanti saja, setelah saya bersama Pak Emil melaporkan ke Presiden," kata Gandhi. Khusus mengenai penawasan terhadap proyek-proyek bantuan Presiden dilakukan para Irjenbang. Selain itu pengawasan yang lebih terbatas lagi dilakukan misalnya oleh Asisten Bidang Pengawasan Umum pada Kejaksaan Agung. Di Bank Indonesia ada Direktur Bank Indonesia - Bidang Pengawasan dan Direktur Khusus Bidang Pengawasan Kredit. Ada pula pejabat pengawasan khusus seperti Asisten Pengawasan Menteri Negara Riset & Teknologi. Pendeknya di setiap instansi pemerintah ada pengawasan. Masih ada lagi menteri yang mengadakan pengawasan di bidang penertiban pendayagunaan aparat pemerintah, yaitu Menteri Penertiban Aparatur Negara, Sumarlin. Ia juga wakil ketua Opstib. Jadi ia punya kewenangan polisional: bisa menangkap dan memecat aparat yang kedapatan berbuat nyeleweng. Di samping aparat pengawas intern pemerintah, ada pengawas ekstern, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Menempati gedung mentereng bertingkat 11 berhadapan dengan gedung DPR/MPR di Jalan Gatot Subroto, Bapeka merupakan lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah. Tugasnya memeriksa pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Setahun sekali hasilnya disampaikan kepada DPR. Bila dalam pemeriksaan terungkap hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana, atau perbuatan yang merugikan keuangan negara, Bapeka memberitahukan kepada pemerintah. Ada kalangan yang menganggap pihak DPR kurang memanfaatkan laporan yang disampaikan oleh badan pemeriksa yang diketuai Umar Wirahadikusumah itu. "Ada kesan kawan-kawan di komisi APBN lebih menyenangi komunikasi langsung," ucap Rivai Siata, Wakil Ketua Komisi APBN. Maksudnya orang-orang DPR tidak pernah memeriksa sendiri ke lapangan berkaitan dengan laporan Bapeka tersebut. Kemungkinan penyimpangan yang tergambar dari laporan Bapeka itu langsung saja ditanyakan dalam rapat kerja dengan pemerintah. "Biasanya pemerintah menjawab bahwa penyimpangan itu sudah diperbaiki," kata Rivai. Dan rupanya selama ini jawaban seperti itu cukup memuaskan lembaga perwakilan rakyat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus