MOHAMMAD Khan Junejo, 54, belum banyak dikenal di dunia internasional, tatkala pada Maret 1985 ia ditunjuk menjadi perdana menteri Pakistan. Ia sendiri baru muncul sebagai tokoh nasional Pakistan setelah diangkat sebagai menteri urusan kereta api pada 1978. Setelah satu setengah tahun menjabat PM, dukungan dan pujian terhadap gaya kepemimpinannya makin mengalir. Namun, para penentangnya tetap menjulukinya "boneka Zia". Meski begitu, ia dianggap tokoh yang bersih, sabar, dan berkepala dingin. "Gaya kepemimpinannya mungkin yang paling cocok untuk situasi Pakistan saat ini," kata seorang wartawan senior Pakistan. Dua pekan lalu, di tempat kediamannya di Rawalpindi, Junejo menerima wartawan TEMPo Susanto Pudjomartono untuk suatu wawancara. Petikannya: Hubungan Pakistan-India belakangan ini tampaknya terganggu, lebih-lebih setelah ada tuduhan bahwa Pakistan terlibat dalam usaha pembunuhan terhadap PM Rajiv Gandhi bulan lalu. Saya sendiri heran mengapa PM India sampai bisa ngawur seperti itu. Karena secara sungguh-sungguh dan jujur Pakistan ingin memperbaiki hubungan dengan India. Kami tidak akan mungkin terlibat dalam usaha seperti itu. Bagaimana dengan tuduhan bahwa Pakistan yang mengipas kerusuhan di Punjab dengan memberikan latihan dan perlindungan pada kelompok ekstremis Sikh? Berkali-kali saya sudah membantah: Pakistan tidak terlibat dan tidak ingin melibat diri dengan urusan itu. Masalah Sikh itu urusan dalam negeri India. Itu tanggung jawab mereka. Itu bukan urusan Pakistan. Pakistan tidak ingin turut campur. India juga menuduh bahwa Pakistan kini sedang mencoba membuat bom nuklir? Itu cerita usang. Mereka sendiri yang melakukan percobaan nuklir pada 1974. Kalau berbicara mengenai persenjataan, India telah membeli bermilyar dolar perlengkapan militer. Buat apa mereka membeli itu ? Maksud saya, apa yang mereka khawatirkan ? Berapa banyak negara yang berbatasan dengan mereka? PM Rajiv bilang, keterlibatan Pakistan dalam usaha pembunuhan terhadapnya jelas akan mempengaruhi hubungan antara kedua negara. Dari pihak kami, seperti saya bilang tadi, kami sama sekali tidak terlibat. Jika India merasa begitu, terserah. Berbicara mengenai hubungan Pakistan-India, di masa pemerintahan Indira Gandhi, hubungan kedua negara memang kurang baik. Setelah Rajiv mengambil alih pemerintahan, ia telah melakukan beberapa hal yang menurut kami bisa memperbaiki keadaan. Selama satu setengah tahun terakhir ini, sejumlah delegasi mereka datang, dan sebaliknya kami juga menemui mereka. Hubungan bilateral kami telah sampai tingkat tertentu hingga ketika Desember lalu Presiden Zia berkunjung ke Delhi, Rajiv telah mengusulkan untuk menandatangani perjanjian untuk tidak saling menyerang. Itu bagus. Kita semua bersaudara. Tapi nyatanya situasi tidak berkembang seperti yang diinginkan. Jadi, tampaknya dari kedua pihak perlu lebih banyak kemauan. Apakah itu berarti pertentangan antara kedua negara akan terus berlanjut? Saya akan berkunjung ke India pertengahan November ini (untuk menghadiri Konperensi Puncak Negara-Negara Asia Selatan di Bangalore 14-15 November -- Red.). Saya bermaksud berbicara secara blak-blakan dengan PM Rajiv untuk menanyakan apa pendapatnya tentang situasi hubungan kedua negara. Saya akan mendengar apa yang dikatakannya, dan saya akan mengatakan apa yang saya rasakan. Saya kira, tidak ada alasan mengapa hubungan kedua negara tidak bisa diperbaiki. Sekarang mengenai masalah dalam negeri. Pemerintah sering mengatakan, Pakistan kini sedang melangkah menuju demokrasi. Tapi kenyataannya sebagian besar rakyat -- dari pihak oposisi -- tidak terwakili dalam parlemen. Apakah ini demokratis? Memang merupakan kenyataan, parpol tidak ikut serta dalam pemilu Februari 1985 lalu, yang didasarkan atas prinsip nonparpol. Dari hasil pemilu, terlihat bahwa rakyat tertarik dan berpartisipasi dalam pemilu, terbukti dari kenyataan bahwa 57 persen pemilih memberikan suara. Saya sudah menegaskan pada parpol, dalam pemilu terdahulu yang menggunakan asas parpol, terjadi banyak kecurangan. Hal ini tidak terjadi dalam pemilu Februari 1985. Rakyat telah memberikan mandatnya. Yang memerintah saat ini adalah orang-orang yang dipilih rakyat. Mereka punya program yang jelas. Rasa tanggung jawab mereka besar. Mereka telah berhasil mengakhiri keadaan darurat. Mereka telah mampu menghidupkan kembali demokrasi. Lalu apa yang diharapkan mereka (oposisi)? Mereka seharusnya membiarkan pilihan rakyat ini untuk terus melakukan tugasnya mengabdi negara. Mereka bisa ikut dalam pemilu mendatang (1990). Saya pikir, saat ini rakyat tidak ingin ada pemilu apa pun lagi (sebelum 1990). Gerakan untuk Kembali ke Demokrasi (MRD) kini telah membatalkan tuntutan mereka bagi diadakannya pemilu dalam tahun ini. Komentar Anda? Mereka kini tahu diri. Saya yakin rakyat ingin agar pemerintah sekarang meneruskan pengabdiannya. Apa pendapat Anda tentang Benazir Bhutto? Setelah lama meninggalkan negeri ini, ia kembali. Waktu datang, ia seperti berada di awang-awang, siap untuk menjungkirkan siapa saja. Tapi saya kira, kini ia harus tahu di mana ia berada. Benazir mengira, situasi Pakistan akan bisa seperti Filipina. Itu tidak benar. Situasi Pakistan tidak bisa disamakan dengan negara mana pun. Menurut Anda, mungkinkah bakal ada pendekatan antara pihak pemerintah dan oposisi? Mengapa tidak? Saya rasa, kami tidak bisa selalu mengatakan tidak. Dalam politik semua bisa terjadi. Negosiasi selalu ada. Dan buat kepentingan Pakistan, kami akan mengambil semua keputusan yang mungkin buat mencapai solidaritas bangsa. Kemungkinan (pendekatan) apa yang bisa terjadi dalam waktu dekat ini? Tidak dalam waktu dekat ini. Semua harus berjalan menurut rencana, sesuai dengan jadwal, setelah pemilu 1990.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini