SEBELUM truk dan mobil lapis baja itu bergerak, pemimpin Afghanistan Mayjen Mohammed Najibullah melemparkan untaian bunga ke arah tentara Soviet yang berjejal di kendaraan-kendaraan tersebut. Inilah penutup acara perpisahan di Kunduz, yang terletak 6 km sebelah utara Kabul, Jumat pekan silam, ketika 2.500 pasukan infanteri dan kavaleri mengawali penarikan mundur enam resimen tentara Soviet dari Afghanistan. Pada hari yang sama, satu resimen tank dengan 1.000 tentara juga bergerak meninggalkan Shindad, 640 km arah barat Kabul. Akhir pekan ini, tiga satuan antipesawat udara dan dua resimen infanteri menyusul pulang ke tanah air. "Saya pulang ke rumah, nonton tv, dan pergi ke bioskop," ujar Dmitry Dyatov, satu dari sekelompok prajurit Rusia yang girang bukan alang kepalang. Ada 8.000 tentara ditarik dari kancah perang Afghanistan sebagai realisasi rencana penarikan terbatas yang dijanjikan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev lewat pidato di Vladivostok, Juli berselang. Pihak Barat menilai penarikan pasukan Soviet itu sebagai kosmetik, karena sama sekali tidak mengurangi potensi tentara pendudukan tersebut di Afghanistan, yang jumlahnya diperkirakan 115.000 orang. Pada hakikatnya, Barat mengharapkan penarikan total untuk mengakhln keterlibatan militer Soviet di negeri terbelakang itu, yang pada 25 Desember depan genap tujuh tahun. Tapi, pejabat tinggi Kremlin berkomentar bahwa penarikan selanjutnya akan sangat ditentukan oleh penyelesaian politik. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Najibullah dalam sebuah jumpa pers akhir pekan lalu. Diakuinya, rakyat Afghan sudah jenuh dengan pertumpahan darah. Perang bisa saja berakhir sewaktu-waktu, kata Najibullah, dan semua tentara Soviet dikirim pulang. Tapi dengan satu syarat, bantuan asing pada gerilyawan Muslim dihentikan. "Adalah tugas para politikus untuk menyukseskan usaha ini," ujar Najib, yang terpilih menjadi Sekjen Partai Komunis Afghanistan, Mei silam. Tapi, Presiden Pakistan Zia ul-Haq berpendapat lain. Penarikan 8.000 tentara, menurut Zia, bukanlah otomatis bukti adanya itikad baik Soviet, yang benar-benar mendambakan penyelesaian konflik Afghanistan. Mengapa? Dinas intel Pakistan membocorkan bahwa ada 15.000 tentara segar yang dikirim Moskow ke Afghan beberapa bulan terakhir ini. Berarti sebelum 8.000 tentara diberangkatkan, penggantinya sudah dipersiapkan lebih dulu, bahkan dalam jumlah lebih besar. Sekalipun begitu, Zia secara diplomatis mengharapkan pengunduran tentara Soviet itu "bukan cuma tipuan". Sebaliknya, Menhan AS Caspar Weinberger, yang berkunjung ke Pakistan pekan lalu, justru bilang, "Itulah tipuan." Kantor berita Soviet Tass berang, Weinberger dituding sebagai "pendusta". Pada saat bersamaan kantor berita UNI (United News of India) melaporkan bahwa penarikan tentara berikutnya direncanakan tahun depan, dan ini banyak tergantung sikap Pakistan terhadap kaum pemberontak Mujahiddin yang menyeberang ke wilayahnya. Tidak syak lagi, Moskow menghendaki prasyarat tertentu untuk mundur. Masalahnya bukan cuma terbatas pada soal hilang muka seperti dikhawatirkan para pengamat Barat. Lebih dari itu, pemerintah boneka Najibullah haruslah diberi peluang untuk mengonsolidasikan diri. Sepintas, bekas pemimpin Khad, dinas polisi rahasia Afghan, itu tampaknya tidak akan mengalami kesulitan politis. Namun, di bidang militer ia bisa kewalahan. Andai kata seluruh tentara Soviet ditarik, dalam waktu tidak terlalu lama gerilyawan Mujahiddin sudah bisa menguasai Kabul. Moskow tidak mau hal seperti ini terjadi. Acap kali mengalami desersi, tentara Afghan yang berkekuatan 40.000 orang itu tidaklah sepenuhnya bisa diandalkan. Sebaliknya, daya juang Mujahiddin kian tinggi, kompak, dan dengan persenjataan lumayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini