SEKUTU terpercaya Uni Soviet selama ini mencoreng muka tuannya. Sekitar 122 tokoh pembela hak asasi dari empat negara Eropa Timur -- Hungaria, Polandia Cekoslovakia, dan Jerman Timur -- mengeluarkan pernyataan bersama di Budapest, Minggu lalu. Pernyataan bersama menyambut peringatan 30 tahun Revolusi Hungaria itu berisi seruan agar kehidupan demokrasi politik dan sosial di negara-negara Eropa Timur, yang mereka nilai sudah mundur jauh, dipulihkan. Menurut para pendekar hak asasi itu, revolusi Hungaria (1956), gerakan antikomunis di Jerman Timur (1953), pergolakan politik di Cekoslovakia (1968), dan lahirnya serikat buruh bebas Solidaritas di Polandia (1980) "merupakan gambaran penindasan Uni Soviet, yang dibantu kekejaman militer penguasa dalam negeri." Tak dapat disangkal, memang, bila serentetan peristiwa itu masih membekas di benak mereka. Kehidupan damai di Hungaria pada 1953, di bawah pimpinan Imre Nagy, Partai Pekerja, berakhir setelah kedudukannya digantikan tokoh nomor 2, Erno Gero. Tokoh pengganti, yang semula dianggap rakyat akan bersikap luwes seperti Nagy, ternyata, bersikap lain. Itulah sebabnya para pelajar Hungaria turun ke jalan. Tapi unjuk rasa itu dijawab polisi dengan melepaskan tembakan, dan aksi tersebut berubah menjadi sebuah revolusi. Sebab, angkatan bersenjata Hungaria, yang bersimpati pada aksi para pemuda itu, menyumbangkan sejumlah senjata. Lalu, sasaran mereka pun beralih pada tentara Soviet, yang bertugas mengamankan Budapest. Sehingga para serdadu Soviet terpaksa mengundurkan diri ke pinggir kota. Pembalasan terhadap aksi pemuda Hungaria itu segera dilancarkan Soviet. Awal November 1956, tentara Soviet, menduduki Budapest kembali. Nagy mengungsi ke Kedubes Yugoslavia. Soviet kemudian mendudukkan Janos Kadar sebagai pemimpin Hungaria yang baru. Pada peristiwa itu, tercatat 3.000 jiwa terbunuh, dan 150.000 orang mengungsi ke Barat. Yang terjadi di Cekoslovakia lain lagi. Sekjen Partai Komunis Cekoslovakia Alexander Dubcek membuat sensasi besar dalam sebuah pertemuan penting dengan pemimpin Soviet Leonid Brezhnev, Dubcek menolak saran Moskow untuk menghentikan beberapa kebijaksanaan yang dinilai Soviet sangat keterlaluan. Terutama program "Langkah Cekoslovakia menuju Sosialisme", yang antara lain, berisi jaminan kebebasan bagi para pemeluk agama, peningkatan hubungan dagang dengan negara Barat, pemberian kompensasi dan rehabilitasi bagi bekas tahanan politik, serta kewenangan untuk bisa lebih independen bagi kaum yudikatif. Akibatnya, pada 21 Agustus 1968, dunia pun diguncang oleh berita invasi tentara Soviet ke Cekoslovakia. Dubcek bersama lima anggota presidium ditangkap. Dengan deraian air mata, sebelum berangkat ke tempat pengasingannya di Bratislava, Dubcek menyampaikan kata-kata perpisahan. "Kami mengharapkan rakyat Cekoslovakia masih mempercayai kami. Dengan terpaksa demokrasi dan kebebasan berpikir dibatasi," kata Dubcek. Apa sesungguhnya yang di harapkan para pembela hak asasi empat negara itu? Tampaknya, mereka ingin memberi tahu dunia bahwa api perjuangan mereka melawan "penjajahan" Soviet tetap menyala -- sekalipun redup. Sebab, negara-negara Eropa Timur, yang terikat dalam Pakta Warsawa, tak mungkin bisa berbuat lebih dari itu. Mereka bisa digulung oleh angkatan bersenjata Uni Soviet. Didi Prambadi, Laporan Reuter, AP & AFP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini