Dari bekas Uni Soviet, kini empat negara merdeka penuh. Di samping tiga negara Baltik, Ukraina kini merdeka. SUATU negara lagi lahir dari bekas Uni Soviet, Ahad kemarin. Hari itu, sekitar 40 juta warga Ukraina yang memiliki hak pilih berduyun-duyun mendatangi 35 ribu kotak suara yang ditempatkan di seluruh pelosok negeri. Hasil perhitungan suara, lebih dari 90% menyatakan setuju membentuk pemerintahan sendiri. Sebuah poster "Selamat Tinggal Uni Soviet" diarak keliling kota Kiev, ibu kota Ukraina. Direktur Pusat Kesenian Ukraina, Stepan Alfavitsky, yang memberikan suaranya di salah satu sudut di Jalan Vladimir, Kiev, yakin, "Ukraina bakal menjadi salah satu negara kaya bila memisahkan diri dari Soviet." Satu-satunya ganjalan, "Kami tak bisa lagi bebas bepergian ke wilayah Rusia karena harus menggunakan visa," tutur Oxana Alshits, seorang ibu rumah tangga. Sesudah referendum, pemilihan presiden dari enam kandidat diadakan. Leonid Kravchuk, ketua parlemen, diperkirakan akan tampil sebagai pemenang. Kemerdekaan negara berpenduduk 53 juta jiwa ini disambut dingin oleh pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev. Dalam pembicaraan teleponnya dengan Presiden AS George Bush, yang sudah berniat membuka kedutaan di Kiev, ia menjelaskan hasil referendum itu, "Tak berarti Ukraina harus memisahkan diri dari Uni Soviet." Jika hal itu terjadi, bencana besar akan melanda Soviet dan Eropa serta Ukraina sendiri. Memang, Ukraina, republik kedua terbesar di antara 12 republik yang masih dikoordinasikan oleh Kremlin, merupakan aset terbesar. Inilah republik yang menghasilkan 25% gandum, kentang, dan daging dari hasil seluruh Soviet. Selain itu, industri-industri pertambangan, seperti batu bara, besi, serta peralatan traktor dan lemari es serta televisi, juga sebagian besar dihasilkan dari kawasan yang terletak di barat laut Uni Soviet ini. Yang kini mencemaskan: Ukraina tak bersedia menyerahkan sejumlah senjata nuklir Soviet yang berada di wilayahnya ke tangan Rusia. Di daratan Ukraina seluas 600 km2 itu terdapat enam pusat energi atom dan satu basis bom nuklir, serta dua basis roket berkepala nuklir yang selama ini jadi andalan Uni Soviet. Berdasarkan keputusan parlemen Ukraina, bulan lalu, penggunaan senjata berat itu berada di bawah veto parlemen. Untuk sementara ini, pengawasannya berada di bawah Pengawal Nasional Ukraina, yang baru beranggotakan 450 ribu tentara. Padahal, setelah kudeta gagal 19 Agustus lalu, setelah terjadi disintegrasi Uni Soviet, disepakati bahwa Rusia mengelola semua senjata nuklir Uni Soviet. Inilah yang kini mencemaskan negara-negara Eropa. Sebagai negara baru, Ukraina mestinya tak lagi terikat pada Perjanjian Pengurangan Senjata Nuklir AS-Soviet, dan perjanjian senjata konvensional dan nuklir Soviet-Eropa. Namun, Eropa masih enggan langsung menghubungi Ukraina. Kata Presiden Prancis Francois Mitterrand. Eropa masih percaya pada Gorbachev, "Sebagai pemimpin Uni Soviet meski setiap republik berhak menentukan nasib sendiri." Sementara itu, Ukraina sendiri menghadapi masalah cukup rumit. Wakil Ketua Parlemen Ukraina Vladimir Grinyov menjelaskan bahwa Ukraina tak memiliki simpanan emas untuk cadangan devisanya. Untuk menerbitkan mata uang sendiri negara yang bergabung di bawah kekuasaan Moskow selama 30 tahun ini memer- lukan dana sedikitnya US$ 10 milyar. "Kita harus memberitahukan kondisi ini kepada rakyat," kata Grinyov. Dampak kemerdekaan Ukraina diramalkan bakal besar. Berdasarkan pengamatan badan intelijen AS, CIA, Presiden Gorbachev bakal dipaksa mundur, paling cepat akhir tahun ini. Upayanya dengan mengangkat kembali Shevardnadze sebagai menteri luar negeri, agar disintegrasi tak berlanjut, tampaknya gagal. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini